Lethisa Izzatunnisa adalah seorang gadis berusia 24 tahun bekerja di devisi keuangan pada salah satu perusahaan konveksi. Ia memiliki kekasih sejak kelas XI SMA bernama Irsyad. Keduanya menjalin kasih tanpa ada halangan yang berarti meskipun keduanya memilih jalur karier yang berbeda. Irsyad memilih menjadi dokter, sedangkan Sha, panggilan Lethisa, memilih menjadi karyawan kantor.
Kesibukan mereka sebenarnya tidak membuat komunikasi memburuk, tapi ada suatu peristiwa yang membuat Irsyad harus memutuskan Sha. Bahkan Irsyad mau menikahi seorang perempuan bernama Farah.
Bukan prank ataupun hoax. Pernikahan Irsyad pun terjadi. Bagaimana perasaan Sha? Ikuti kisah kasih Sha dengan berbagai trauma percintaannya, terlebih setelah bertemu Arsyad bos dan juga teman SMA nya. Happy reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SALON
Salon menjadi tujuan utama Sha setelah pulang kerja di sabtu sore ini, memang kalau sabtu Sha hanya kerja setengah hari. Dan hari ini ia akan mewujudkan keinginan sederhana sang ibu meski berbalut persiapan syuting besok.
"Kamu yakin punya uang?" selalu saja ibu begitu, kalau Sha membelikan beliau sesuatu. Padahal Sha termasuk tipe gadis rumahan yang hanya jajan kalau diajak hang out teman-temannya, baru dia mengeluarkan uangnya. Tabungannya juga lumayan meluber, karena sang ibu tidak pernah mau diberi uang.
"Katanya mau beli mobil, gak usah nyalon ah!" tolak mama yang masih menolak.
"Sekali doang, Bu. Nanti kalau kita kaya baru deh berkali-kali." Sha masih membujuk, video yang mau diupload nanti juga ada ibunya, tak mau lah nanti sang ibu kalau buluk masuk yout*be penampilannya gak oke terus dibully satu Indonesia raya, ah dia gak mau itu terjadi. So...penampilan perdana kudu all out.
"Haduh...belum kerja sudah bilang kaya kaya mulu," omel Ibu yang terasa berat melangkah menuju ruangan berpintu full kaca, ibu minder sendiri berapa harga perawatan di salon ini apalagi di dalam mall.
"Selamat sore, Mbak. Ada yang mau saya bantu?" sapa pelayan salon dengan ramah. Perempuan muda itu begitu pintar menarik perhatian pelanggan. Soal tampilan oke banget, senyuman pun ramah. Cocok deh diletakkan di resepsionis.
"Mau lihat paket yang tersedia Mbak, untuk dua orang," jawab Sha tak kalah ramah. Ia dan ibu pun dipersilahkan duduk lalu disodori katalog pelayanan salon tersebut. Selang beberapa menit, Sha sudah memilih paket untul dua orang. Tak apalah merogeh kocek agak lumayan lagi, apalagi kemarin- kemarin sudah membeli kebutuhan podcast.
"Habis berapa?" tanya ibu penasaran, padahal pembayaran akan dilakukan di akhir treatment. Sha hanya memberikan kedipan agar suara ibu tidak keras, malu kali kalau terdengar pegawai salon.
"Mari, Mbak!" untung saja pegawai salon sudah menyapanya. Jadi tak perlu menjelaskan apapun kepada sang ibu. Treatment pertama, massage. Sang ibu risih karena harus memakai kemben, Sha kembali menjelaskan kalau area ini khusus untuk pijat wanita. Toh Sh9a juga memilihi salon muslimah. Eh begitu tahu rasanya dipijat, tak lama ibu pun terlelap. Sha tersenyum melihatnya. Ada rasa bangga karena bisa mengajak sang ibu healing. "I will be rich woman to make you happy forever, Bu," batin Sha sebelum dirinya terlelap menikmati pijatan sang terapis.
Setelah pijat, giliran luluran masih sedikit merem, terlalu nyaman, badan sangat rileks, dan benar-benar enak sekali. Pantas saja wanita berduit sangat menomor satukan perawatan tubuh. Setelah itu mereka mandi dengan air hangat yang dibubuhi aromaterapi. Sumpah enak banget, ibu pun tampak rileks dan bahagia. Berkali-kali Ibu bilang enak banget Sha, ibu bakal sisihkan uang jualan dah buat kayak gini lagi. Sha pun mengiyakan saja, tak mau berdebat.
Mandi beres, kini giliran urusan rambut. Keramas sambil dipijat, kembali merasakan kenikmatan yang haqiqi. Ibu kembali memejamkan mata. Sedangkan Sha memilih bermain ponsel.
"Dicurly apa gak Mbak?" tanya pegawai salon.
"Cocoknya gimana, Mbak?" tanya Sha meminta pendapat. Ia jarang sekali memake over rambutnya.
"Kayaknya Mbak cocok aja, udah cantik sih!"
Sha dipuji gitu aja senyum malu, lalu mengangguk. "Tapi sayang ditinggal nikah," celetuk ibu yang rambutnya sekarang sedang dikeringkan.
"Waduh, cantik gini ditinggal. Lah apa kata saya, Bu!" canda sang pegawai.
"Ibu bohong Mbak," jawab Sha yang ikutan tertawa.
"Lah iya, rugi banget ninggalin, Mbak!" sahut sang pegawai malah lebih panjang lagi, padahal mood Sha sudah baik banget eh malah urusan Irsyad kembali dibahas.
"Belum jodoh aja, Mbak. Lagian kasihan kalau anak saya dapat mantannya, mantannya kaya banget."
"Eh..iya, Bu emang gak enak kalau terlalu jomplang gitu, lebih baik dari keluarga sederajat tapi sama-sama kerja keras, betul?" ucap pegawai salon yang melayani rambut ibu.
"Nah betul, Mbak. Nyesek kalau jompl ang. Udah ibu bilang dari dulu itu, pacarannya ampe 7 tahun loh. Kredit motor aja kalah." Sha tersenyum geli, melihat ibu yang kelewat ceriwis kalau sudah ghibah. Apalagi ghibahnya di depan orangnya lagi.
"Iya gitu, Mbak?"
"Mbak percaya kan, kaum paling benar itu siapa? Emak-emak, dan ibu saya salah satunya," jawab Sha santai. Ia tahu ibunya sedang menguji hatinya, masih lembek gak kalau diungkit Irsyad, dan jawabannya sudut hati Sha masih merasakan itu.
Obrolan nyesek itu pun berhenti kala treatment Sha dan ibunya selesai, di saat Sha melakukan pembayaran, Ibu Sha menatap sekeliling. Beliau menangkap sosok laki-laki yang berjalan dan digandeng oleh perempuan. "Irsyad? Lah katanya masih cinta sama anak gue, ternyata sama istrinya juga mesra. Eh..eh kok jalan ke sini," beliau gelagapan dan berusaha tak melihat Irsyad.
"Ayo, Bu!" ajak Sha tanpa melihat sekeliling, sedangkan sang ibu berdiri di tempat dengan tatapan ke depan. Sha pun mengikuti arah pandang ibu, mendadak wajahnya tegang. "Ayo, Bu!"
"Sha!" panggil Irsyad.
"Oh Hai," sapa Sha sok ramah. Berusaha biasa aja meskipun ingin marah, kecewa, dan malas bertemu sang mantan.
"Mbak, ketemu lagi!" sapa perempuan yang tempo lalu bertemu dengan mama Irsyad juga. Sha hanya mengangguk, dan matanya justru menangkap lengan Irsyad digandeng mesra. Terlihat Irsyad menurunkan lengan perempuan itu secara perlahan.
"Kita duluan ya, Syad. Mari mbak!" pamit Sha begitu saja. Ia tak mau lama-lama, apalagi melihat Irsyad yang begitu lama mengamatinya. Kangen kali ya, tapi ya sudah lah, sudah suami orang. Amit-amit menanggapinya.
Ibu hanya diam, sangat bangga melihat sikap Sha yang sangat menutupi seperti tidak terjadi apa-apa. Keduanya melewati pasangan suami istri itu tanpa menoleh lagi. Ya buat apa juga curi-curi pandang, sudah milik orang lain juga. Sha sangat tahu batasan.
"Mau nangis?" tanya Ibu ketika keduanya sudah di foodcourt, untuk makan malam.
Sha hanya menggeleng, "Udah cukup Sha nangis, capek."
Ibu hanya mengangguk saja, "Kamu hebat, sangat bisa mengontrol emosi."
"Belajar kontrol emosi dari ibu lah,"
"Bagus, gak usah mempermalukan diri. Kalau kamu diberi kesempatan menabok, kira-kira siapa yang akan kamu tabok?" pertanyaan absurd dari ibu membuat Sha mengernyitkan dahi.
"Irsyad, aku kenalnya Irsyad."
"Betul, dalam kasusmu ini Irsyad yang salah. Dia memutuskan hubungan seenaknya, tapi itu seandainya loh, Sha. Jangan menabok anak orang."
"Idih ibu lagian kenapa juga harus tabok Irsyad, dah lah biar saja toh dia juga kelihatan nyaman dengan perempuan itu."
"Nah gitu dong, hidup berjalan terus. Kalau terkungkung dengan orang yang sudah menyakiti kita justru rugi. Maka ayo fokus pada projek kamu, biar kamu jadi wanita kaya, trus kita bisa nyalon lagi."
Sha hanya mengangguk. Ibu benar, fokus menjadi kaya itu lebih utama.