"Jika aku bisa memiliki keduanya kenapa aku harus memilih salah satu saja." Alkama Basri Widjaya.
"Cinta bukanlah yang kamu butuhkan, pilih saja ambisimu yang kamu perjuangkan mati-matian." Nirmala Janeeta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dyawrite99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Kama kembali bertemu Juwita. Mereka sedang makan siang bersama setelah sebelumnya melakukan meeting bersama.
"Ayah saya sangat tertarik dengan kerjasama diantara kita. Daddy bilang akan segera mempelajari lebih lanjut kerjasama kita."
"Senang sekali mendengar kabar tersebut. Terima kasih Juwita. Semua ini berkat kamu juga yang sudah mau repot repot membantuku." Kama berkata seraya memberi senyum.
"Senang bisa membantu teman lama." Juwita membalas senyum Kama. Sedari awal mereka bertemu kembali awalnya Juwita belum mengetahui jika Kama adalah teman semasa kecilnya ketika sekolah dasar. Namun setelah pertemuan beberapa kali dan mereka juga sudah beberapa kali berbicara diluar keperluan pekerjaan baru kah Juwita tahu jika Kama sudah mengenalnya sebelumnya.
Sedang Kama memang menargetkan Juwita sebagai jembatannya untuk lebih dekat dengan keluarga perempuan itu.
"Terimakasih. Oh iya saya sangat suka bermain golf tapi sudah berhari hari tidak bermain karena ya kesibukkan selama disini, kamu bisa rekomendasikan tempat untuk saya disini." Tutur Kama sambil menyuap makanannya.
"Tentu. Bagaimana jika besok. Kebetulan saya besok akan bermain golf. Tempat itu adalah tempat biasa saya bermain golf."
"Wah kebetulan sekali." Kembali mereka saling membalas senyum.
Juwita cukup merasa penasaran dengan Kama. Jika dilihat secara visual Kama memang tipe laki laki yang mudah menarik perhatian. Tampan, berkarisma dan memiliki latar belakang yang baik secara kepribadian dan finansial.
Jadilah esok harinya mereka bertemu untuk bermain golf bersama. Kama memanfaatkan pertemuan mereka sebaik mungkin. Kama akan berusaha lebih dekat dengan Juwita. Perjanjian kerjasama Kama dan perusahaan milik ayah Juwita belum mendapat kesepakatan.
Kama mendengar dari orang kepercayaannya jika perusahaan milik ayah Juwita juga sedang melakukan pertemuan dengan perusaan lain yang bergerak di bidang yang sama dengan perusahaan Kama. Dan lebih mengejutkan adalah perusahaan itu dinaungi oleh saudara tirinya yaitu El Barack atau Bara.
Kama tidak akan membiarkan saudara tirinya itu bisa mengalahkan Kama.
Selama bermain golf berdua Kama dan Juwita terlihat akrab dan luwes. Mereka sudah tidak canggung lagi untuk saling bercerita.
"Wah pukulan yang bagus sekali." Puji Kama melihat Juwita yang dapat memasukkan bola golf ke dalam hole.
Perempuan itu mengenakan atasan berupa kaos polo yang memiliki kerah berwarna putih dengan bawahan berupa rok lipat berwarna hitam. Tidak lupa topi berwarna senada dengan kaos polo perempuan itu.
Kama sendiri mengenakan celana panjang berwarna navy dan kaos polo berkerah berlengan pendek.
"Pujian dari seorang yang sudah berkali kali memasukkan bola ke dalam hole sedang saya baru satu kali." Juwita berkata dengan raut seolah mengatakan jika ia terlihat kesal namun diakhir kalimatnya Juwita memberikan senyum manisnya.
"Itu sudah bagus sekali. Mungkin kita bisa berlatih lebih sering lagi." Kama berjalan mendekati Juwita. Mereka sudah selesai bermain golf bersama dan berjalan menuju buggy car.
"Tentu, itu ide yang bagus sekali. Kita bisa atur jadwal untuk kembali ke sini nantinya."
"Semua bisa diatur nanti saya minta Dirga untuk melihat jadwal saya."
Kama dan Juwita menuju club house untuk beristirahat setelah bermain golf cukup lama. Namun saat disana Juwita bertemu dengan teman lamanya.
"Hai Juwi. Apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu." Sapa Selena teman Juwita.
"Oh hai Selena. Tentu kabarku selalu baik." Jawab Juwita bersemangat.
"Bersama pacar hmm." Selena memandang Kama yang duduk diseberang Juwita.
"Oh no. Dia Kama. Rekan bisnis Daddy." Terang Juwita.
"Oh i see." Selena tersenyum melirik Juwita.
"Perkenalkan Selena ini Kama dan Kama ini Selena, kami sudah berteman dari semasa kami berkuliah." Jawab Juwita menjelaskan.
"Hai Selena. Nice to meet you."
"Selena. Nice to meet you too Kama."
"Oh iya kebetulan kalian bertemu disini. Lusa adalah acara ulang tahunku. Saya harap kalian berdua bisa datang bersama. Sebenarnya undangan sudah saya kirim pada Juwita tapi saya harap Kama juga bisa ikut bergabung malam lusa."
"Tentu. Kami akan datang."
"Baik. Sepertinya saya sudah harus kembali ke temen teman saya disana." Tunjuk Selena ke arah teman temannya yang duduk di meja lain. "Bye. Sampai jumpa malam lusa."
"Bye Selena." Jawab Juwita dan Kama yang hanya memberi anggukan disertai senyuman.
"Sepertinya kita berdua punya agenda lain malam lusa. Tidak keberatan untuk hadir bersama Kama?"
"Tentu. Saya punya banyak waktu malam lusa." Jawab Kama dengan pasti. Mereka berdua melanjutkan acara makan yang tertunda sebelumnya.
****
Sudah seminggu Kama berada di Amerika. Setiap harinya Kama dan Nirmala akan saling berkabar lewat pesan dan sering juga melakukan panggilan video.
Namun ketika waktu malam Kama sudah berada di penthouse miliknya sudah beberapa kali Kama menghubungi Nirmala namun tidak ada sambungan yang terjawab.
Pesan yang di kirim Kama juga dibalas dengan jeda waktu yang lama. Percakapan keduanya terjeda sehingga membuat Kama dan Nirmala tidak bisa saling berkomunikasi dengan intens.
Kama lebih suka melakukan panggilan telepon atau panggilan video karena lebih mudah dan lebih cepat mendapat respon dari obrolan mereka.
Namun malam ini Kama dilanda kekecewaan karena Nirmala tidak sedang berada dikantor karena ada acara pernikahan klien miliknya yang Nirmala handle.
Jadilah Kama malam itu tidak ditemani Nirmala.
Esoknya pagi pagi sekali Kama kembali menghubungi Nirmala. Seharusnya Nirmala sudah berada dirumah karena sudah petang menuju malam.
Di deringan pertama panggilan Kama terjawab.
"Kamu lama banget jawab telpon aku." Gerutu Kama.
"Aku baru sampe apartemen sayang. Kamu habis gym ya." Tanya Nirmala melihat pakaian serta penampilan Kama yang berkeringat.
"Hmm. Semalam gak bisa tidur karena semalam gak lihat kamu." Wajah Kama datar saat berkata begitu.
"Lebai banget sih. Masak cuman gitu aja kamu jadi sok sok an salahin aku. Pasti kamu kecapean kerja makanya tidur gak nyenyak sayang." Nirmala menjelaskan dengan lembut.
"Ck. Capek aku itu obatnya kamu. Jadi kalau di telpon cepetan jawab nanti aku kembali semangat lagi." Terang Kama sambil tersenyum.
"Iya iya. Udah ah teleponannya aku mau mandi dulu nanti kita sambung lagi. Gerah banget aku seharian ini ngadain acara dari pagi pagi banget. Aku butuh berendam sekarang."
"Jangan dimatikan sayang." Cegah Kama.
"Terus mandinya gimana sayang."
"Kita mandi bareng aja sayang." Jawab Kama bersemangat.
"Gimana mau mandi bareng sih. Kamu disana aku disini." Nirmala menjawab dengan jengkel.
"Ya mandi bareng sayang. Tinggal taruh handphone di dekat kamu." Terang Kama yang sudah berdiri dari duduknya menuju kamar mandi.
"Al. Jangan aneh aneh deh."
"Boleh ya sayang. Aku udah siap nih." Kama menunjukkan bathtub miliknya yang sedang ia isi air. "Sayangg. Ayo."
Nirmala menarik nafas panjang. Percuma juga mematikan handphone miliknya. Nirmala yakin jika ia matikan sepihak panggilan video maka Kama akan merajuk dan akan meneror Nirmala tiada henti.
Keduanya sudah sama sama melepas pakaian masing masing dan memasuki bathtub.
"Ahh.. segar sekali. Enak banget punggung aku dipijat." Kama mendengar hela nafas lega dari Nirmala yang menikmati pijatan didalam bathtub miliknya. Kama tahu bathtub Nirmala memiliki teknologi membuat gelembung dan sistem pijat.
Nirmala tidak memperhatikan Kama yang memandang dirinya dengan tatapan lapar. Nirmala menutup mata menikmati pijatan dari bathtub miliknya.
Mendengar hela nafas dan melihat keadaan Nirmala yang bersandar didalam bathtub ditutupi busa yang menutupi tubuh Nirmala membuat nafas Kama memburu diliputi hasrat. Pemandangan Nirmala membuat Kama tidak berkedip. Walau mereka sedang berbeda tempat namun Kama dapat mengingat setiap jengkal tubuh Nirmala diingatannya walau sekarang tubuh itu tertutup busa sabun.
Tangan Kama sudah merambat kebagian tubuhnya yang menegang. Hela nafas Kama memberat.
"Sayaaang.." desah Kama yang menarik perhatian Nirmala.
"Kamu lagi..." Nirmala tidak melanjutkan bertanya. Ia bisa melihat Kama sudah dalam mode berhasrat.
"Sayaang, aku mau lihat kamu sentuh diri kamu." Harusnya Nirmala tahu ujungnya akan seperti ini.