zahratunnisa, gadis berparas ayu yang sedang menempuh pendidikan di Dubai sebuah musibah menimpanya, hingga akhirnya terdampar di amerika.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ewie_srt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sembilan
Wanita tua baik itu, hanya menunjukkan dimana putri itu duduk, zahra dan adiba berjalan menuju ke arah tempat sayyida tadi menunjukkan, zahra hanya melihat putri itu dari belakang, sebab beliau duduk menghadap ke arah jendela besar.
"assalamualaikum" salam zahra sopan, begitu ia berada di samping wanita itu.
Wanita itu menoleh cepat, senyumnya terlihat sopan.
"waalaikumussalam, silahkan duduk"
Zahra mengangguk sopan, wanita di depannya ini terlihat sangat cantik, celak tebal yang ia pakai membuat matanya terlihat besar dan bercahaya, kulitnya yang putih kemerahan, dengan hidungnya yang luar biasa mancung. Satu frasa untuk putri itu 'sangat cantik'
Zahra duduk di depan wanita cantik itu, dengan adiba mengambil posisi di sebelah kanannya.
"kamu zahra?" tanya putri itu langsung tanpa basa-basi dengan bahasa inggris yang cukup lancar,
"ya.." angguk zahra cepat,
"kamu sudah bisa menduga siapa saya kan?"
Zahra mengangguk lagi,
"anda istri pangeran ommar"
Wanita cantik itu mengangguk tipis, senyum manisnya terlihat indah di wajahnya, namun entah mengapa zahra merasa terintimidasi dengan senyum itu.
"saya hanya penasaran, wanita bagaimana yang membuat suami saya jatuh cinta.."
"deghhhh..." jantung zahra serasa hampir copot, apakah emang tipe manusia di negara arab ini tak suka basa-basi. Jujur zahra syok melihat sikap yang terlalu blak-blakan ini.
"kamu cantik zahra!, dan ternyata tipe suami saya adalah wanita mungil dan imut seperti kamu"
"maaf putri.." sela zahra cepat, namun wanita itu menggeleng cepat dan tersenyum manis,
"panggil saja saya latifa, saya istri pertama ommar,
Jangan terlalu kaku zahra, mana tahu kamu akan jadi adik maduku, istri ketiga ommar"
"ohh..tidak" geleng zahra cepat,
"anda salah paham putri!, saya dan pangeran ommar tidak memiliki hubungan apapun"
"saya tahu!, tapi suami saya menyukaimu zahra, dan baru kali ini ia benar-benar menyukai wanita, makanya saya penasaran seperti apa dirimu sehingga membuat gunung es itu mencair, sekarang dia lebih sering tersenyum dan saya yakin itu karena kamu" jelas putri itu dengan santai dan tenang. Wajah wanita cantik itu tidak terlihat sedang marah, ataupun menyindir zahra.
"saya malah senang mendengar ommar jatuh cinta, dengan begitu dia menjadi lebih ramah kepadaku dan amira..." wanita itu terdiam sesaat, matanya menatap zahra sangat dalam.
"amira istri kedua ommar.." sambungnya lagi
"kami ini sepupu ommar, zahra. Saya sepupu dari pihak ayahnya, dan amira sepupu dari pihak ibunya"
Zahra hanya terdiam, mendengar semua penjelasan putri latifa, entah mengapa hatinya merasakan satu kepedihan dari cerita wanita yang zahra duga berusia sekitar 30 tahun itu.
"ommar tidak pernah menyentuh kami sejak menikah.." bisiknya lirih, wanita itu menunduk menatap kakinya yang tertutup sepatu berhak tinggi itu.
"dulu aku sempat menduga kalau dia tidak menyukai wanita, sampai aku dengar dia jatuh cinta pada gadis asing dari Indonesia, ternyata ia menyukai wanita, hanya tak menyukai kami"
Suara itu terdengar pilu di telinga zahra, adiba yang duduk disisinya pun ikut merasakan kepedihan itu.
"tapi yang anehnya, mendadak ommar rajin berkunjung, dia menjadi lebih sering tersenyum, wajah tampannya selalu berbinar belakangan ini, tentu itu membuatku penasaran, zahra!, aku tanya padanya, apa yang membuatnya terlihat bahagia beberapa minggu terakhir ini, dia hanya menjawab bahwa hatinya sedang menanti seseorang"
"putri..." panggil zahra lirih, sungguh ia bingung dan tak tau apa yang harus ia katakan, zahra tahu hati wanita di hadapannya ini pasti merasakan sakit yang luar biasa mendengar ucapan suaminya.
"zahra, saya senang jika kamu mau menerima lamaran ommar, saya mendukungnya" zahra menatap tak percaya, mulutnya sampai ternganga.
"melihat wajah ommar berbinar bahagia ketika mengingatmu, membuat saya turut bahagia untuknya.."
"tapi saya tidak bisa menerima lamaran pangeran ommar, putri latifa" sahut zahra cepat, otaknya mendadak lemot membayangkan kesabaran luar biasa yang dimiliki wanita cantik ini, bisa-bisanya ia dengan santainya menyetujui rencana poligami suaminya.
"kenapa..?" mata besar berwarna kehijauan itu menatap penuh tanya, kernyitan di keningnya terlihat menebal.
"apakah ommar tidak mendekati kriteriamu?"
Zahra menggeleng pelan,
"karena saya tidak bisa merampas milik orang lain putri, dan saya juga tidak siap untuk di madu dengan siapapun"
Putri latifa menatap heran, namun ada kekaguman di wajah cantiknya itu. Bagaimana bisa ada wanita yang memiliki prinsip seperti zahra, tidak tergiur melihat kekayaan dan ketampanan seorang ommar.
"padahal saya tidak masalah, dan saya siap membimbingmu zahra, untuk menjadi istri yang baik untuk ommar. tapi jujur aku kagum padamu, kamu gadis yang keren" pujinya tulus, senyumnya yang manis membuat zahra simpati pada wanita itu.
"aku membayangkan jika kamu jadi adik maduku, kamu pasti jauh lebih pengertian ketimbang amira.."
"amira?" seru adiba tiba-tiba, membuat zahra dan putri latifa menoleh ke arah gadis tunisia itu bersamaan.
Putri latifa mengangguk, walau adiba tak lagi bertanya, gadis tunisia itu terdiam malu, karena seruannya tadi membuat putri latifa menoleh ke arahnya.
"amira sangat mencintai ommar, ia ingin ommar hanya menjadi miliknya, beberapa kali gadis itu datang kerumahku hanya untuk mengajakku berdebat...."jelasnya dengan tawa yang terdengar miris, ada rasa kesal di tawa itu.
"amira selalu mengatakan kalau aku mengguna-gunai ommar agar selalu kerumahku, tapi aku hanya bisa diam menghadapi kegilaan gadis itu" sambungnya masih dengan wajah yang sulit untuk zahra pahami.
"semoga kamu tidak ketemu dia zahra, tapi seandainya dia datang menjumpaimu, jelaskan saja seperti ini, dan kamu jangan terpancing dia yah, emosi gadis itu cukup labil"
Zahra menelan salivanya yang terasa bagaikan duri di tenggorokannya, susah payah zahra menelan ludahnya yang tercekat itu.
Tak mampu rasanya zahra membayangkan bertemu dengan istri kedua ommar, bagaimanapun ia harus segera menyelesaikan urusannya dengan ommar.
Zahra benar-benar tak mau terjebak dalam kehidupan yang rumit, dan terjebak dalam kehidupan yang sangat zahra hindari.
Berbagi suami, sungguh itu bukanlah hal yang bisa ia tangani dengan baik, apalagi memiliki madu seperti amira. Sungguh zahra tidak siap dan tidak ingin.
Bersambung..