Ana yang baru masuk ke tempat kerja baru, terpikat dengan Aris, pemuda yang tampan, baik, rajin bekerja dan sopan. Sempat pacaran selama setahun sebelum mereka menikah.
Di tahun kedua pernikahan mereka, karakter Aris berubah dan semakin lama semakin buruk dan jahat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Frans Lizzie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 - Di kamar Aris
Ana mendorong pintu kamar Aris dan masuk. Ana berusaha sebaik mungkin bisa bersikap sewajarnya. Terus terang ini adalah, kali pertama dalam hidupnya, memasuki kamar seorang pemuda seorang diri. Pada suatu malam menjelang jam 12. Di saat semua sudah sepi karena sudah jam istirahat.
“Silahkan.” Aris mengikuti dari belakang dan langsung menutup pintunya rapat-rapat. “Maaf aku tutup pintunya ya. Aku tak ingin tidur barengan nyamuk.”
“Ah iya….tentu saja.” Ana tertawa kecil sambil menutupi rasa canggungnya.
Kamar Aris 2 kali lipat lebih luas. Ada fasilitas AC, karena ia sudah selevel manajer. Ada springbed berukuran queen dengan sprei berwarna biru muda. Kamarnya bersih dan cukup rapi. Namun sama sekali tidak ada pernak pernik yang personal atau mencolok.
Semua sangat standard dan simpel. Satu kursi di depan meja yang diatasnya tergeletak beberapa peralatan engineering seperti obeng, multi meter dan bor.
Sungguh kamar seorang cowok lajang yang berprofesi engineering. Itu saja.
Ana berdiri canggung di samping meja. Ia bingung harus melakukan apa atau mengucapkan apa pada saat seperti itu.
“Kenapa berdiri terus?” Aris membuka lemari dan mengeluarkan kaos singlet putih dan celana pendek. “Duduklah di mana kamu mau, di bed atau di kursi. Oh ya, badanmu habis digigit nyamuk ya…”
Aris berjalan mendekati meja. “Aku punya balsem untuk meredakan gatal-gatal. Aku tak punya minyak kayu putih. Seharusnya bawa dari kamar Ana ya.”
Karena Aris menarik kursi di depan meja menyamping menjauhi Ana, otomatis Ana mundur mendekati tempat tidur Aris.
Aris membuka laci yang ada di bawah meja dan mengeluarkan tube balsem yang biasa dijual d toko kelontong.
“Olesi ini dulu untuk atasi gatalnya. Jangan terus-terusan digaruk seperti itu.”
“Oh iya. Makasih.”
“Aku mandi sebentar ya. Tidak enak tidur jika badan kotor.”
“Oh, iya Mas.” Ana yang merasa tidak nyaman karena terasa terlalu kaku mencoba mencairkan suasana dengan menambahkan, “Aku juga belum mandi, Mas. Apa sebaiknya aku mandi saja ya sambil menunggu bau obat nyamuk nya berkurang.”
Aris segera memotong lembut, “Kalau Ana tak masalah lah. Masih wangi kok badan Ana. Kan Ana ada di dalam kantor terus yang ber-AC. Kalau aku kan sering bekerja di luar ruangan tanpa AC jadi berkeringat.”
“Oh baiklah.”
Aris keluar dari kamarnya.
Pintu segera tertutup kembali.
Ana terpana memandang pintu yang tertutup.
Ana merenungi bagaimana cepatnya perubahan dalam hidupnya sejak menginjakkan kaki di Batam. Dari seorang wanita yang sedikit dipingit menjadi wanita yang bebas berinteraksi dengan lawan jenis tanpa aturan dan batasan.
Memang selain memang didikan ibunya yang sangat keras dan protektif, ada juga trauma dari dalam dirinya sendiri menyaksikan kehancuran rumah tangga orang tua.
Situasi kelam dan murung selalu meliputi rumah Ana yang tinggal bersama ibunya yang janda setelah ditinggal pergi ayah Ana.
Namun suasana baru, wajah-wajah baru yang ia temui di Batam ini membuatnya mempunyai cara pandang baru dalam hidup.
Mungkin seharusnya memang ia mulai menikmati masa muda, mengetahui bagaimana rasanya jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan lawan jenis.
Ana duduk di tepi tempat tidur itu sambil membiarkan pikirannya melayang-layang, memikirkan perjalanan hidupnya sedari kecil, hingga tumbuh dewasa, sambil berusaha merawat luka-luka hatinya sendiri.
Bagaimana pun perceraian orangtuanya pasti akan membuat hati anak hancur.
Tangan yang tadi digunakan untuk mengambil sedikit balsem untuk gatal gigitan nyamuk terasa hangat. Tanpa sadar tangannya bergerak memijit tengkuk dan pundaknya yang memang terasa tegang akibat kerja keras sejak siang tadi.
“Sakit ya lehernya?”
Ana terlompat kaget. Aris sudah berdiri di depannya.
“Oh maaf. Aku bikin kaget ya.”
“Mas Aris..,” seru Ana sambil memegang dadanya. “Aku tak dengar tadi pas Mas Aris masuk kamar.”
Aris hanya tersenyum. “Kamu melamun sih. Kenapa leher Ana terasa pegal-pegal ya?”
Ana jadi tergagap. “K-kayaknya ak-ku a-gak masuk angin. Aku melewatkan sarapan dan makan siang. Mr. Duncan memberi kerjaan secara mendadak. Sampai tidak sempat makan sama sekali.”
Aris yang habis mandi dengan rambutnya yang masih lembab…. Aris yang mengenakan kaos singlet putih dan celana pendek membuat penampilannya menjadi berbeda.
Dengan outfit Aris saat ini…., membuat banyak kulitnya yang terpampang. Kulitnya yang berwarna krem dan bersih memikat.
Apalagi ketika tubuh berotot laki-laki itu semakin mendekat. Dada Ana semakin berdebar keras. Baru kali ini selama hidupnya berada di satu ruangan dengan seorang pria dewasa muda dengan wajah dan tubuh yang menarik.
“Kamu terlihat tak tenang Ana.” Aris sudah duduk di sisi Ana. “Tak sempat makan sampai malam itu tidak baik.”
Aris mengulurkan tangan mengambil balsem dari tangan Ana. “Berbalik lah biar aku urut leher dan pundakmu.”
“Eeehhhh…?!”
“Tak usah malu denganku, Ana,” suara Aris serasa membius Ana. “Aku pijit agar Ana tidak sakit ya. Aku ini pintar pijat lho. Banyak udah orang-orang hotel yang sakit setelah aku pijit jadi enakan.”
Ana ternganga mendengar cerita pria menarik ini. “Ooohhh, iya?”
“Iya beneran. Sini aku buktikan.”
Dengan kata-kata itu Aris membuka tutup balsem lalu dengan gerakan lambat dan berhati-hati mulai menekan-nekan leher Ana. Seakan-akan itu sudah pekerjaan rutin baginya setiap hari.
Ana menahan nafasnya karena terlalu takjub dengan pengalaman barunya ini.
Sebetulnya itu sesuatu yang tabu, tidak pantas jika disesuaikan dari didikan orang tuanya. Disentuh oleh seorang pria yang bukan keluarganya, berdua saja dalam ruangan cukup kecil pada jam 12 malam.
Oh, jika saja ibu atau pihak keluarganya ada yang tahu kejadian ini. Wah, dunia akan kiamat. Membayangkan saja hati Ana sudah menciut ngeri.
Gerakan tangan Aris yang menekan-nekan di beberapa bagian leher membuat Ana mulai terasa nyaman.
“Balsemnya tidak kepanasan kan?” tanya Aris dengan penuh perhatian.
“Ehmm, tid-dak,” gagap Ana.
Pijatan Aris memang sangat enak, dengan cepat otot-ototnya menjadi rileks dan rasa nyaman mulai merayap.
“Mr. Duncan benar-benar ng-push kamu untuk kerja keras ya.” Suara lembut Aris serasa menghipnotis. “Otot-otot mu tegang semua. Ini sampai kulitmu memerah lho.” Tangan Aris bergerak naik turun dan memutar di sepanjang jenjang leher Ana.
Sangat nyaman, …terlalu nyaman sampai Ana tak mampu mengeluarkan kata keberatan ketika tangan Aris semakin masuk untuk juga mulai memijat bahunya.
Ana hanya setengah sadar saja ketika tali bra nya sudah dijatuhkan ke samping lengannya. Ohhh, tubuhnya terasa sangat rileks. Tentu akan sangat amat nikmat tidur beristirahat saat tubuhnya dipijat seperti ini.
“Ana,” panggil Aris lembut. Suaranya seperti nada-nada pengantar tidur.
“Aku longgarkan dulu blouse-mu ya agar aku bisa memijat area pundak dan punggungmu. Nanti biar enak nanti Ana tidur. Besok sudah kembali segar dan fit lagi.”
“Ehm.” Ana mengangguk-anggukkan kepalanya.