NovelToon NovelToon
Pendekar Naga Bintang

Pendekar Naga Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Misteri / Action / Fantasi / Budidaya dan Peningkatan / Anak Genius
Popularitas:45k
Nilai: 5
Nama Author: Boqin Changing

Di barat laut Kekaisaran Zhou berdiri Sekte Bukit Bintang, sekte besar aliran putih yang dikenal karena langit malamnya yang berhiaskan ribuan bintang. Di antara ribuan muridnya, ada seorang anak yatim bernama Gao Rui, murid mendiang Tetua Ciang Mu. Meski lemah dan sering dihina, hatinya jernih dan penuh kebaikan.

Namun kebaikan itu justru menjadi awal penderitaannya. Dikhianati oleh teman sendiri dan dijebak oleh kakak seperguruannya, Gao Rui hampir kehilangan nyawa setelah dilempar ke sungai. Di ambang kematian, ia diselamatkan oleh seorang pendekar misterius yang mengubah arah hidupnya.

Sejak hari itu, perjalanan Gao Rui menuju jalan sejati seorang pendekar pun dimulai. Jalan yang akan menuntunnya menembus batas antara langit dan bintang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Membuat Rumah

Gao Rui berdiri terpaku beberapa saat, masih terpesona oleh keindahan dunia aneh yang baru saja dimasukinya. Namun setelah beberapa tarikan napas, ia segera memantapkan diri. Ia menoleh ke arah gurunya dan mengepalkan kedua tangannya di depan dada.

“Guru, aku siap untuk berlatih!” katanya penuh tekad.

Boqin Changing tidak langsung menjawab. Ia menatap muridnya sekilas, lalu memalingkan pandangannya ke arah deretan pepohonan besar di kejauhan. Pohon-pohon itu menjulang puluhan meter tinggi, batangnya selebar tiga sampai empat pelukan manusia, daunnya rimbun seperti payung alam yang melindungi seluruh padang hijau ini.

Gao Rui mengikuti arah tatapan gurunya dan mengernyit heran.

“Guru? Ada sesuatu di sana?”

Boqin Changing menyipitkan mata, lalu mengangguk kecil.

“Ada sesuatu yang sangat penting untuk latihan kita.”

Mendengar itu, tubuh Gao Rui langsung menegang.

“Apa itu Guru?”

Boqin Changing melipat kedua tangannya di belakang punggung.

“Rumah.”

“Hah?”

“Kita butuh rumah.” jelas Boqin Changing dengan wajah tanpa emosi.

Gao Rui berkedip tiga kali.

“Eee… maksud Guru… rumah tempat tinggal?”

“Ya.” jawab Boqin Changing datar. “Kau tidak berharap setelah kita berlatih, kita tidur di tanah, bukan?”

Gao Rui refleks menggeleng cepat.

“Tentu tidak! B-bukan itu maksudku… hanya saja…”

Ia melihat sekelilingnya. Alam ini begitu luas dan murni. Namun selain hamparan rumput, gunung di kejauhan, dan hutan yang padat di sisi kiri mereka, tidak ada satu pun bangunan atau tanda kehidupan lainnya.

“Rumahnya… dimana?” tanya Gao Rui.

Boqin Changing mengangkat alis.

“Kau yang membuatnya.”

Udara mendadak terasa beku.

“A… aku?” Gao Rui menunjuk dirinya sendiri. “Guru ingin aku… membuat rumah?”

“Benar.”

“Rumah yang… bisa ditinggali?”

“Kalau bisa jangan yang bocor dan ambruk hanya karena ditiup angin. Lalu setidaknya ada dua kamar untukku dan dirimu.” kata Boqin Changing santai.

Mulut Gao Rui terbuka, tapi tak ada suara yang keluar. Otaknya butuh beberapa detik untuk memproses kalimat itu.

“Guru, aku tidak tahu ilmu membangun rumah.” katanya jujur. “Aku juga tidak punya alat. Kayu-kayu di hutan itu besar semua. Aku bahkan tidak punya kapak!”

“Masalahmu, bukan masalahku.” jawab Boqin Changing ringan.

“Tapi....”

“Kalau kau tidak tahu caranya, pikirkan. Jika tidak punya alat, cari solusi. Kalau kau menyerah sebelum mencoba, maka tidak perlu aku melatihmu."

Gao Rui membeku lagi. Boqin Changing lalu mengangkat tangan kanan dan sebuah kursi malas tiba-tiba muncul begitu saja dari cincin ruangnya. Terbuat dari kayu hitam halus dengan sandaran empuk, kursi itu tampak sangat nyaman.

Gao Rui menatap dengan mulut ternganga. Gurunya… punya kursi malas… untuk dipakai di pagoda ini?

Tanpa merasa bersalah sedikit pun, Boqin Changing duduk di kursi itu dengan elegan. Duduk dengan santai bahkan kembali mengeluarkan teko teh, cangkir, dan meja kecil dari cincin ruangnya. Ia menuangkan teh dengan tenang sambil memejamkan mata menikmati aroma uapnya.

“Latihan pertamamu, Bocah.” katanya tanpa membuka mata. “Buatkan kita rumah untuk tinggal.”

Gao Rui mengangkat tangan dengan gugup.

“Batas waktunya… berapa lama?”

Boqin Changing menyesap tehnya dulu, baru menjawab.

“Sebelum matahari terbenam.”

Gao Rui mendongak ke langit, matahari masih tinggi, tapi itu tetap saja gila.

“Kalau aku gagal?”

Boqin Changing menatapnya tanpa ampun.

“Kalau kau gagal… malam ini kau tidur di luar. Bersama bintang.”

Gao Rui menarik napas panjang. Ia menatap gurunya.

“Guru.”

“Hm?”

“Aku akan membangun rumah. Sekalipun aku harus mati.”

Boqin Changing mengangguk sambil menyesap tehnya.

“Jangan mati. Mayat murid menyulitkan.”

Sementara itu, Gao Rui menatap pepohonan tinggi itu dengan wajah penuh keputusasaan bercampur tekad. Dia tidak tahu caranya. Dia tidak punya alat. Dia bahkan tidak punya pengalaman membangun rumah.

Tapi ia tahu satu hal. Jika ia tidak memulai sekarang gurunya benar-benar akan membiarkannya kedinginan malam ini.

Gao Rui mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Baik. Rumah." gumamnya. "Aku harus memikirkan caranya. Aku pasti bisa."

Ia pun melangkah menuju hutan. Tanpa tahu sedikit pun apa yang harus ia lakukan.

Namun dari belakang, terdengar suara tenang gurunya.

“Oh ya, Bocah.”

Gao Rui menoleh.

“Iya, guru?”

“Jangan terlalu masuk ke dalam hutan.”

Gao Rui mematung mendengar nasehat gurunya.

“Makhluk yang ada di dalam sana,” lanjut Boqin Changing sambil menuang teh lagi, “tidak terlalu suka diganggu.”

Suara lirih, namun cukup untuk membuat bulu kuduk berdiri.

“Guru, apa ada makhluk lain di dalam hutan?”

Boqin Changing membuka satu matanya dan tersenyum tipis.

“Ikuti saja kata-kataku.”

Gao Rui menelan ludah keras-keras. Kata-kata gurunya itu tidak terlintas sebagai peringatan biasa, melainkan ancaman samar yang membuat tubuhnya dingin. Tapi ia tidak punya pilihan. Dengan langkah berat namun penuh tekad, ia melanjutkan perjalanan menuju tepi hutan.

Udara di sekitar hutan terasa berbeda. Rumput di bawah kakinya mulai memanjang dan tanah menjadi lebih lembap. Aroma tanaman dan getah kayu memenuhi udara. Di hadapannya berdiri deretan pohon raksasa yang ukurannya sangat besar.

Batang pohon terdekat begitu besar hingga ia yakin butuh lima atau enam orang dewasa untuk bisa melingkarinya dengan pelukan.

Gao Rui memandangi batang kayu itu. Lalu ia memandang kedua tangannya. Lalu kembali ke batang kayu itu lagi.

“B-Bagaimana caranya aku menebang pohon ini?”

Ia memegang batang kayu itu dan mencoba mengguncangnya, tentu saja tidak bergeming. Ia lalu melihat ke sekelilingnya, berharap menemukan pohon kecil yang mungkin bisa ia patahkan dengan kekuatan tangan.

Akan tetapi harapannya itu sia-sia. Semua pohon di sekitar sini berukuran monster.

“Kapak... kapak... kapak...” gumamnya sambil menelusuri sekitar, berharap ada pohon yang sudah tumbang atau mungkin ranting besar yang bisa ia gunakan sebagai alat.

Namun semakin lama ia berjalan, semakin dalam ia menyadari satu hal.

“Aku... benar-benar tidak tahu apa-apa soal membuat rumah.”

Ia bisa berkelahi sedikit, berburu kelinci atau memasang jerat, tapi membangun rumah? Ia bahkan tidak pernah memegang gergaji dalam hidupnya. Di sektenya, perkerjaan membuat rumah dikerjakan oleh para tukang kayu, bukan murid sekte seperti dirinya.

“Aku bahkan tidak tahu mulai dari mana...” gumamnya frustasi.

Ia jongkok di tanah, memandangi rerumputan. Melakukan tugas tanpa panduan itu seperti disuruh memindahkan gunung. Gila, mustahil, tapi gurunya mengucapkannya seolah sangat sederhana.

“Tapi kalau aku pulang tanpa kayu... guru pasti bilang aku belum berusaha.”

Ia menghela napas panjang.

“Baik. Aku tidak akan menyerah. Kalau tidak bisa menebang pohon besar... mungkin aku bisa mencari pohon yang sudah roboh.”

Gao Rui mulai berjalan menyusuri tepian hutan, berusaha tidak terlalu masuk ke dalam, ia ingat peringatan gurunya. Ia lanjut berjalan sambil sesekali melihat ke arah bayangan pohon, waspada. Setelah beberapa saat, Gao Rui menemukan sesuatu.

Batang pohon besar tumbang di tanah, ditutupi lumut dan akar patah. Kayunya masih utuh.

Wajah Gao Rui langsung bersinar.

“Bagus! Ini bisa dipakai!”

Tapi ketika mencoba mengangkatnya, ia berhenti lagi.

“Bagaimana cara... memotong bagian yang kubutuhkan?”

Ia memandang batang kayu itu lama-lama. Lalu ide bodoh muncul di kepalanya.

"Kalau kupukul terus mungkin akan pecah."

Ia pun meninju batang kayu itu.

Dug!!!

“Aaaaaaaahhhhh!! Sakit! Bodoh! Kenapa aku lakukan itu!?” Ia memeluk tangannya yang bergetar sakit. “Kayu ini keras sekali! Tentu saja keras! Kenapa aku malah memukulnya?”

Ia terduduk di tanah, memegangi kepalanya.

“Ini tidak masuk akal... bagaimana caranya tukang kayu hidup di dunia seperti ini!?”

Ia menoleh ke arah tempat gurunya duduk di kejauhan, terlihat kecil karena jarak yang jauh. Boqin Changing masih duduk santai menikmati tehnya di kursi malas.

“Sungguh... sungguh kejam...”

Ia berusaha berpikir. Tugasnya hanya membangun rumah. Ia tidak diberi aturan harus sempurna atau seberapa bagus. Yang penting ada rumah.

“Iya... iya! Rumahnya tidak harus bagus! Yang penting bisa ditinggali!”

Tapi tetap saja... ia butuh kayu. Dan kayu harus dipotong.

Ia mengamati batang kayu itu. Lalu sesuatu merayap di benaknya.

“Tunggu...” gumamnya. “Kalau tidak bisa dipotong... mungkin bisa dipatahkan?”

Ia berdiri. Mundur beberapa langkah. Menatap kayu itu. Lalu ia berlari dan mengambil kuda-kuda jurus tendangan.

Bummmmmmmm....

“Aaarrrrrgggggg!!! Kakikuuuuuuuu!”

Ia menggelosor ke tanah sambil menggulingkan badan menahan sakit.

“Ini... ini bukan surga ini neraka... Guru itu iblis...” desahnya sambil memegangi kakinya yang terasa sakit. Untuk pertama kalinya Gao Rui mengumpat gurunya.

Namun setelah mengerang cukup lama, ia terduduk lagi dan mulai berpikir.

"Aku tidak akan pulang ke sana tanpa membawa satu pun kayu..."

Gao Rui mengepalkan tinju.

"Kalau aku tidak punya bakat... aku harus pakai otak."

Ia menatap batang kayu besar itu dalam-dalam. Lalu ia tersenyum pelan.

“Aku tahu. Mungkin... ada cara.” Ia bangkit berdiri lagi kali ini dengan rencana.

1
opik
mantap
Dewi Kusuma
bagus
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Tooooooops 🍌🍒🍅🍊🍏🍈🍇
Anonymous
makin seruuuu 😍
John Travolta
jangan kendor updatenya thor
hamdan
thanks updatenya thor
Duroh
josssss 💪
Joko
go go go
Wanfaa Budi
😍😍😍😍
Mulan
josssss
y@y@
🌟💥👍🏼💥🌟
Zainal Arifin
mantaaaaaaaappppp
y@y@
👍🏾⭐👍🏻⭐👍🏾
y@y@
👍🏿👍🏼💥👍🏼👍🏿
Rinaldi Sigar
lanjut
opik
terimakasih author
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
berjaga
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
Dialog tag kan ini? Diakhiri pake koma ya thor (bukan problem besar sih, pembaca lain juga banyaknya pada gak sadar 🤭)
A 170 RI
mereka binafang suci tapi mereka lemah..yg kuat adalah gurumu
Joko
super thor 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!