“Menikahlah denganku, Kang!”
“Apa untungnya untukku?”
“Kegadisanku, aku dengar Kang Saga suka 'perawan' kan? Akang bisa dapatkan itu, tapi syaratnya kita nikah dulu.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan Menyakitkan
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Satya.
"Berhenti buat aku malu, A. Kamu udah punya istri. Harusnya kamu rawat dia, rawat calon anak kalian."
"Neng...."
"Jangan sentuh aku. Aku jijik sama kamu. Kalau Laras hamil, itu artinya kamu selingkuh kan sama Laras? Stress kamu, A! Padahal, aku tahu dari Ibu kalau Laras sahabatnya Teh Nara."
Setelah mengatakan itu, Nanda pergi meninggalkan Satya. Meninggalkan pria yang kini hanya bisa menunduk dengan kedua tangan mengepal hebat.
"Ini semua gara-gara kamu, Laras. Semuanya gara-gara kamu."
... ...
Sementara itu….
Naura baru saja selesai berdandan ulang setelah insiden memalukan dengan suaminya yang langsung ia usir dari kamar.
“Ya Allah, Kang Saga! Kenapa tangannya bisa nyelonong ke situ sih?!”
Wulan tertawa sepanjang mereka berjalan ke luar kamar. Tadinya Naura tidak mau menceritakan hal ini, tapi karena wajahnya memerah seperti kepiting rebus, Wulan terus menggodanya dan memintanya untuk bicara.
“Udah, Ra. Namanya juga laki-laki, kaget.”
“Kagetnya kok reflex-nya nekan? Dia pikir ini apa? Busa cuci piring!”
Wulan malah semakin ngakak. Dia tahu sahabatnya ini sangat bar-bar, dia paling anti ditindas sekalipun oleh orang tua. Tapi Sagara .... "Haha. Lucu njir, kenapa enggak dilanjut sih. Kata orang enak lho, apalagi Kang Saga, beuhhhhh."
"Wulannn ...." Naura merengek. "Udah ih, malu tahu."
"Tapi mau kan? Iya kan?" Wulan menujuk wajahnya dengan jahil. Sontak, wajah Naura kembali memerah.
"Au ah." Naura berpaling sambil menahan senyum.
“Lan!”
“Huh!”
"Aku kebelet pipis. Ayo temenin!”
“Yaudah, ayo!”
Mereka turun ke kamar mandi bawah, tapi sepertinya di sana penuh.
“Masih ada orang, Ra.”
“Ya ampun… yaudah naik lagi deh,” keluh Naura.
Mereka naik ke lantai atas. Dengan Wulan yang membantu mengangkat gaun Naura. Suasananya lengang karena tamu lebih banyak berkumpul di bawah.
Namun begitu mereka hendak menuju ke kamar mandi. Naura tiba-tiba menghentikan langkahnya.
“Lan, denger nggak?”
Di balik dinding dekat ujung lorong, terdengar suara perempuan menangis tertahan. Naura dan Wulan menahan napas.
Suara itu lirih, tapi jelas. Keduanya juga menemukan dua orang yang berdiri di area living room di lantai dua.
“Mas… maafin aku. Aku nggak menikah sama kamu waktu itu karena Papa ngancam mau bunuh Mas Saga.”
Naura langsung mematung. Sementara Wulan, dia menoleh ke arah Naura dan memegang lengannya erat.
“Tiffany, sudahlah. Kamu harus pulang ke Jakarta. Ini pernikahanku. Kamu jangan datang dan buat masalah.”
Namun Tiffany malah semakin tersedu.
“Tapi Mas, kita masih bisa pacaran kan? Sampai aku bisa bujuk Papa? Mas Saga nikah sama Naura cuma buat tameng kan? Kita saling mencintai, Mas. Aku tahu itu.”
Wajah Naura langsung mengeras dan Wulan membelalak, “Apa ....”
Spontan Naura menutup mulut Wulan.
“Jangan bersuara.”
Mereka mengintip sedikit. Saat itu, mereka melihat Tiffany berdiri terlalu dekat dengan Sagara, bahkan sambil memegang lengannya.
“Tiffany, kamu yang batalin pernikahan kita. Pergilah!”
Sagara hendak meninggalkan dia Tapi Tiffany justru menahan leher kemeja Sagara dan mencium bibirnya.
Dari tempatnya berdiri, Naura merasakan jantungnya seakan direnggut keluar. Tangannya gemetar dan lututnya mendadak lemas.
Untuk beberapa saat, hanya beberapa saat Sagara membalas ciuman Tiffany, bahkan dia menarik pinggang ramping perempuan itu, membuat Naura yang melihat semuanya tersenyum miris. Tapi, ketika Tiffany hendak memperdalam ciumannya, Sagara mendorongnya menjauh dengan cepat.
Dengan napas terengah, Tiffany menangis lagi. Ia menatap Sagara berlinang air mata.
“Aku tahu, Mas! Aku tahu semuanya! Aku yang bilang ke Pak Tarman buat ....”
“Diam! Jangan sebut itu di sini Tiffany, kamu ....”
“Aku yang nyuruh dia celakain Naura di sungai!” teriak Tiffany histeris.
“Kenapa Mas nggak laporin aku ke polisi? Kenapa Mas cuma diem?!” Tiffany terkekeh kecil. “Istri desa kamu enggak tahu kan? Dia enggak tahu kalau kamu tahu aku melakukannya, Mas?"
Bak ditikam pisau tajam, dada Naura terasa sangat nyeri dan sesak. Pikiran Naura seperti akan meledak.
Sungai, Serangan itu. Nyawanya hampir hilang. Semuanya karena perempuan ini?
“Ra?” panggil Wulan. Dia hendak bicara lagi tapi Naura mengangkat tangan dan menarik tangan Wulan untuk pergi dari sana. “Ra ... Kenapa? Apa yang wanita itu bilang? Kamu tenggelam di sungai? Kapan? Ra ... Kita harus temuin mereka, kita ...."
Wulan langsung berhenti bicara saat mata Naura yang biasanya lembut kini menatapnya tajam.
Kapan sih Sagara berterus terang n terbuka ma Naura..kayak main petak umpet mulu ga kelar²
truus Nau jgn mrh dulu tu saga lgi jujur tu ma gundik nya lok dia GK cinta fany