NovelToon NovelToon
Balas Dendam Putri Mahkota

Balas Dendam Putri Mahkota

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Salsabilla Kim

Pada malam pernikahannya, Hwa-young seharusnya meminum racun yang memulai kehancurannya. Namun, takdir memberinya kesempatan kedua. Ia kembali ke malam yang sama, dengan ingatan penuh akan pengkhianatan dan eksekusinya. Kini, setiap senyum adalah siasat dan setiap kata adalah senjata. Ia tidak akan lagi menjadi pion yang pasrah. Menghadapi ibu mertua yang kejam dan suami yang penuh curiga, Hwa-young harus mengobarkan perang dari balik bayang-bayang untuk merebut kembali takdirnya dan menghancurkan mereka yang telah menghancurkannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilla Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertahanan Istana Bayangan

“Itu karena kebijakan ekonomi Matriarch Kang yang korup, bukan karena kami mencoba memeras pedagang kecil yang malang ini!"

Yi Seon memandang Tuan Choi, pedagang bijih besi yang gemetar itu. "Tuan Choi, katakan yang sebenarnya. Apakah Putri Mahkota mengancam istri Anda?"

Tuan Choi menatap Matriarch Kang, lalu ke Yi Seon. Wajahnya pucat pasi. Dia tahu berbohong kepada Putri Mahkota mungkin berarti kematian, tetapi berbohong kepada Matriarch Kang berarti kehancuran total.

"Sa-saya..." Tuan Choi gagap, air mata mengalir. "Saya ... saya hanya tidak menyukai harga Matriarch Kang, Yang Mulia! Saya berbohong! Putri Mahkota tidak mengancam istri saya! Saya hanya mencoba mendapatkan harga yang lebih baik! Matriarch Kang yang memaksa saya untuk mengatakan ini!"

Matriarch Kang terkesiap. "Dasar pengkhianat! Penjaga!"

"Tahan!" teriak Yi Seon,  menggelegar. "Jenderal Kim, amankan pedagang ini. Bawa dia ke Istana Timur. Dia akan berada di bawah perlindungan Kekaisaran sampai persidangan formal dapat dilakukan."

Jenderal Kim segera menarik Tuan Choi, yang tampak lega meskipun ketakutan.

Matriarch Kang menatap Yi Seon dengan mata membara. "Pangeran Mahkota! Kau melindungi pengkhianat ini? Kau membiarkan istrimu merusak reputasi kami, dan kau membalikkan serangan itu kepada kami?"

"Saya melindungi keadilan, Matriarch Kang," balas Yi Seon, dingin. "Putri Mahkota hanya menunjukkan bahwa pedagang kecil ini tertekan oleh monopoli bijih besi Anda. Itu adalah masalah pasar, bukan masalah pengkhianatan istana."

Hwa-young menatap Yi Seon. Dia telah melewati batas. Dia telah secara terbuka menyerang Matriarch Kang atas nama ‘keadilan pasar’. Ini jauh dari sekadar dukungan pasif.

"Kau akan menyesali ini, Pangeran Mahkota," desis Matriarch Kang. Dia tidak mencoba menyembunyikan ancamannya. "Kau baru saja memihak seorang wanita yang jelas-jelas tidak waras. Aku datang ke sini untuk melindungi reputasi keluarga kita, dan kau malah melindungi orang gila."

Matriarch Kang berbalik, jubah sutranya berkibar. "Aku akan membiarkan bangsawan lain menilai apakah Putri Mahkota ini masih layak berada di sisi takhta. Jika dia berani menyerang reputasiku, aku akan menghancurkan reputasinya."

Matriarch Kang meninggalkan Paviliun Bulan Baru dengan kemarahan yang membara.

Yi Seon menoleh ke Hwa-young. "Kau lihat? Dia tidak akan berhenti."

"Dia tidak akan berhenti," ulang Hwa-young, napasnya sedikit gemetar. "Dia akan melancarkan perang narasi. Dia akan menggunakan rumor."

"Dia sudah mulai," kata Yi Seon. "Dia menuduhmu 'tidak waras'. Dia akan menyebarkan rumor bahwa kau kerasukan atau sakit mental. Itu adalah taktik yang dia gunakan untuk menjatuhkan Ibunda Ratu."

Hwa-young mengangguk. "Aku tahu. Aku harus memotong rumor itu sebelum menyebar. Aku harus tampil sempurna di depan publik."

"Bagaimana?" tanya Yi Seon. "Kau tidak bisa memanggil semua bangsawan."

"Aku tidak akan memanggil semua bangsawan," kata Hwa-young, otaknya bekerja cepat. "Aku akan memanggil faksi netral. Mereka yang lelah dengan Matriarch Kang, tetapi terlalu takut untuk berpihak padaku. Aku akan mengadakan jamuan kecil. Hanya teh dan makanan ringan. Tapi itu harus diatur dengan sempurna."

"Jamuan kecil?" Yi Seon mengerutkan kening. "Itu risiko besar. Jika ada yang salah, Matriarch Kang akan menggunakan itu sebagai bukti bahwa kau tidak layak."

"Aku harus mengambil risiko itu, Yang Mulia," kata Hwa-young. "Aku harus menunjukkan kepada mereka bahwa aku stabil, cerdas, dan yang paling penting, aku bisa menawarkan mereka sesuatu yang tidak bisa ditawarkan Matriarch Kang,  masa depan."

"Dan bagaimana kau akan melakukan itu?"

"Dengan informasi. Aku akan menggunakan pengetahuan masa depanku untuk merayu mereka," jawab Hwa-young, senyum dingin. "Kita harus bertindak cepat. Rumor itu menyebar seperti api."

Hwa-young dan Mae-ri menghabiskan sisa hari itu untuk merencanakan jamuan kecil itu. Hanya delapan bangsawan netral yang diundang, semuanya adalah orang-orang yang Hwa-young tahu akan menjadi penting dalam lima tahun ke depan.

Dua hari kemudian, jamuan itu diadakan di taman kecil Paviliun Bulan Baru. Hwa-young mengenakan hanbok sutra biru langit yang sederhana, tetapi riasannya sempurna, menunjukkan ketenangan.

Para bangsawan yang datang terlihat tegang. Mereka tahu menghadiri jamuan Hwa-young adalah tindakan pemberontakan kecil.

Hwa-young menyambut mereka dengan senyum yang tidak mencapai matanya. Dia tahu setiap kelemahan dan keinginan mereka.

Yang pertama, Lord Han, seorang akademisi tua yang baru saja dipecat dari posisinya karena mengkritik kebijakan Matriarch Kang. Dia tampak paling gugup.

"Selamat datang, Lord Han," kata Hwa-young, menyajikan tehnya sendiri. "Saya mendengar Anda menghabiskan waktu luang Anda untuk meneliti potensi investasi di Timur Jauh."

Lord Han terkejut. "Ya, Yang Mulia. Tapi itu hanya hobi. Tidak ada yang serius."

"Hanya hobi?" Hwa-young tersenyum misterius. "Saya mendengar Anda tertarik pada garam. Garam yang diproduksi di pesisir. Bukankah begitu?"

Lord Han menegang. Garam pesisir adalah monopoli Kang. Bahkan membicarakannya bisa berbahaya.

"Saya ... saya hanya tertarik pada mineral," jawab Lord Han.

Hwa-young mencondongkan tubuh sedikit. "Lord Han, Matriarch Kang akan memblokir semua investasi garam. Tapi dalam tiga tahun, akan ada penemuan deposit garam mineral yang sangat besar di Provinsi Timur. Anda harus menginvestasikan semua yang Anda miliki di sana, sekarang. Belilah tanah di dekat Gunung Sojang. Matriarch Kang tidak akan pernah mencarinya di sana."

Lord Han menatapnya, matanya melebar. Ini bukan rumor. Ini adalah intelijen yang sangat spesifik tentang masa depan yang Hwa-young tahu pasti akan terjadi.

"Maaf, Yang Mulia, saya tidak mengerti," bisik Lord Han, pura-pura batuk.

"Anda mengerti, Lord Han," balas Hwa-young, nadanya tegas. "Anda tahu bahwa saya tidak gila. Saya hanya memberi Anda kesempatan untuk menjadi kaya, dan membebaskan diri dari bayangan Matriarch Kang. Pikirkan saja."

Lord Han duduk kembali, tangannya gemetar. Dia menatap Hwa-young dengan campuran ketakutan dan rasa hormat.

Hwa-young beralih ke bangsawan kedua, Lady Choi, seorang wanita kuat yang dikenal karena ambisi militer putranya.

"Lady Choi," kata Hwa-young, memuji perhiasan gioknya. "Putra Anda, Kapten Choi, saya dengar dia tidak berhasil mendapatkan posisi di Divisi Utara. Itu memalukan."

Lady Choi mendesah. "Ya, Yang Mulia. Matriarch Kang memblokir setiap promosi."

"Matriarch Kang bodoh," kata Hwa-young, langsung. "Dia fokus pada Utara. Tapi dalam empat bulan, akan ada pemberontakan kecil di perbatasan Barat Daya. Pemberontakan yang akan dilupakan semua orang. Tetapi putra Anda, jika dia ditempatkan di sana, dia akan menjadi satu-satunya yang mampu memadamkannya sebelum menyebar."

Hwa-young mencondongkan tubuh. "Jika Anda ingin putra Anda menjadi pahlawan nasional, pastikan dia ditempatkan di pos terpencil di Barat Daya. Sekarang. Sebelum ada orang lain yang menyadarinya. Itu adalah posisi yang Matriarch Kang anggap tidak penting."

Lady Choi menatapnya, terkejut. "Barat Daya? Tapi itu ... itu daerah yang membosankan."

"Bisa jadi membosankan, atau bisa jadi tempat di mana legenda lahir," kata Hwa-young, tersenyum. "Matriarch Kang tidak melihat ke sana. Itu adalah kelemahan kita."

Lady Choi mengangguk perlahan. Hwa-young tidak terdengar gila. Dia terdengar seperti ahli strategi militer yang sangat brilian.

Sementara itu, di Istana Utama, Matriarch Kang menerima laporan dari mata-matanya tentang jamuan itu.

"Dia menyajikan teh yang aneh?" Matriarch Kang bertanya,  dipenuhi amarah.

"Tidak, Yang Mulia," lapor salah satu pelayannya. "Dia menyajikan teh ginseng biasa. Tapi ... dia berbicara dengan Lord Han tentang investasi garam di Timur. Dan dia berbicara dengan Lady Choi tentang penempatan militer putranya di Barat Daya."

Matriarch Kang mengerutkan kening. "Garam di Timur? Barat Daya? Itu tidak masuk akal. Itu hanya rumor usang. Itu bukan ancaman."

"Tapi, Yang Mulia," kata pelayan itu, gugup. "Lord Han terlihat sangat terkejut. Dia terlihat ... percaya. Dan Putri Mahkota terlihat sangat tenang. Dia sama sekali tidak terlihat gila."

Matriarch Kang membanting tinjunya ke meja. Hwa-young telah membalikkan serangan rumor itu. Alih-alih terlihat gila, Hwa-young malah terlihat berwawasan luas dan berani.

"Dia menggunakan intelijennya," gumam Matriarch Kang. "Dia pasti memiliki jaringan informasi yang lebih baik dari yang kita duga. Dia tidak gila. Dia berbahaya."

Matriarch Kang tersenyum dingin. "Jika dia ingin bermain politik, aku akan bermain politik. Dia ingin terlihat kuat? Aku akan membuatnya terlihat sendirian."

Kembali ke Paviliun Bulan Baru, Hwa-young menyelesaikan percakapannya dengan bangsawan terakhir, Lord Park, seorang pejabat yang mengendalikan birokrasi perizinan.

Lord Park adalah seorang pria yang terobsesi dengan legitimasi dan aturan. Hwa-young tahu bahwa Lord Park sangat membenci ketidakpatuhan Matriarch Kang terhadap protokol.

"Lord Park," kata Hwa-young,  menjadi lebih resmi. "Saya tahu Anda kesal dengan kurangnya formalitas Matriarch Kang dalam menangani perizinan. Dia sering melewati prosedur, bukan?"

Lord Park menghela napas, lega karena seseorang memahami penderitaannya. "Itu adalah aib, Yang Mulia. Kekaisaran ini dibangun di atas aturan. Jika kita melanggar aturan, kita akan runtuh."

"Tentu saja," kata Hwa-young, mengangguk setuju. "Saya ingin Anda tahu, Lord Park, bahwa saya menghormati aturan. Saya percaya pada birokrasi yang kuat. Saya bahkan akan membuat proposal reformasi birokrasi yang akan memusatkan semua perizinan di bawah Istana Timur, bukan Istana Utama Matriarch Kang."

Lord Park menatap Hwa-young dengan mata berbinar. Ini adalah hal yang selalu ia impikan,  kekuasaan birokrasi kembali ke tangan Pangeran Mahkota.

"Jika Anda melakukan itu, Yang Mulia," kata Lord Park,  dipenuhi janji, "Saya akan berada di sisi Anda. Matriarch Kang tidak pernah menghormati hukum."

Hwa-young tersenyum. Dia telah menanam benih loyalitas. Bukan dengan uang, tetapi dengan janji kekuasaan yang sah.

Jamuan itu berakhir. Para bangsawan pergi, wajah mereka kini dipenuhi harapan, bukan ketakutan. Mereka tidak lagi melihat Hwa-young sebagai wanita gila, tetapi sebagai pemimpin masa depan yang menjanjikan kekayaan, kehormatan, dan ketertiban.

"Kita berhasil, Yang Mulia," bisik Mae-ri, saat para tamu terakhir pergi. "Mereka semua percaya."

"Tentu saja mereka percaya," kata Hwa-young, melepaskan topeng ketenangannya, tubuhnya terasa lelah. "Aku memberi mereka informasi yang sangat spesifik. Informasi yang tak bisa didapat oleh mata-mata Matriarch Kang."

Sore itu, Yi Seon datang ke Paviliun Bulan Baru, membawa Buku Besar Bayangan yang gosong.

"Para bangsawan itu. Mereka semua berbicara tentang Anda," kata Yi Seon, duduk di seberang Hwa-young. "Lord Han mulai menjual propertinya di Ibukota. Lady Choi menulis surat kepada putranya tentang penempatan di Barat Daya. Apa yang kau katakan pada mereka, Hwa-young?"

"Aku hanya memberi mereka bimbingan strategis, Yang Mulia," balas Hwa-young, mengambil Buku Besar itu. "Aku menunjukkan kepada mereka bahwa aku punya pandangan ke depan. Bahwa aku adalah taruhan yang lebih baik daripada Matriarch Kang."

"Kau sangat berbahaya," gumam Yi Seon, tetapi ada kekaguman dalam . "Kau berhasil menghentikan rumor itu dalam satu sore. Sekarang Matriarch Kang pasti akan melancarkan serangan yang lebih serius."

"Aku tahu," kata Hwa-young. "Kita harus bersiap untuk serangan itu. Apakah Sora sudah mengirimkan laporan tentang mole Kang yang kita bebaskan?"

"Ya," kata Yi Seon. "Dia mengirimkannya melalui Jenderal Kim. Kim sangat terkejut dengan kecepatan Sora. Tuan Choi, pedagang bijih besi itu, sudah aman di bawah perlindungan kami."

Hwa-young membuka Buku Besar Bayangan itu. "Kita harus fokus pada mole yang ada di lingkaran intelijen Matriarch Kang. Bukan hanya pedagang. Kita butuh mata di dalam Istana Utama."

"Ada tiga nama dalam daftar itu yang bekerja di Istana Utama," kata Yi Seon, menunjuk ke halaman yang gosong. "Seorang pelayan, seorang kurir, dan..."

"Dan seorang pejabat pajak rendah, yang bertugas memproses semua laporan pengeluaran Matriarch Kang," sela Hwa-young. "Itu yang kita butuhkan. Dia adalah kunci untuk menganalisis rantai pasokan Matriarch Kang."

"Tapi bagaimana cara merekrutnya?" tanya Yi Seon. "Dia sangat dijaga. Kita tidak bisa menemuinya di Istana Utama."

"Kita akan menggunakan Buku Besar ini," kata Hwa-young. "Kita akan mengirimkan pesan yang sangat spesifik kepada pejabat itu. Kita akan menunjukkan bahwa kita tahu persis bagaimana Matriarch Kang memerasnya."

Hwa-young menulis sebuah catatan. Kang tahu utang Anda. Kami tahu utang Anda. Kami menawarkan pembebasan utang, ditambah perlindungan. Balas dengan sandi Sutra Merah.

"Kita akan mengirimkan ini melalui jaringan kurir Sora," kata Hwa-young. "Jika dia membalas, dia adalah milik kita."

Tiga hari kemudian, Hwa-young menerima pesan balasan.

Itu adalah sepotong kecil kain sutra merah, diselipkan di antara buah-buahan yang dikirim ke Paviliun Bulan Baru.

Sutra Merah. Pejabat itu telah menerima tawaran mereka.

"Dia setuju!" seru Hwa-young, gembira. "Yi Seon, kita punya mata di Istana Utama! Kita bisa mulai memetakan rantai pasokan Matriarch Kang!"

"Bagus," kata Yi Seon, nadanya hati-hati. "Tapi hati-hati. Matriarch Kang tidak tidur. Dia pasti sudah merencanakan sesuatu yang lebih besar dari rumor."

"Apa yang dia lakukan sekarang?" tanya Hwa-young.

Yi Seon menghela napas. "Dia mengalihkan fokus dari politik ke ekonomi. Dia telah memerintahkan semua pasukannya untuk melacak pergerakan Sutra Ungu yang kau nodai."

"Sutra Ungu?"

"Ya. Dia tahu kau menyerang logistiknya. Dia ingin menutup semua lubang. Dia tidak peduli dengan pedagang kecil lagi. Dia peduli dengan rute pasokan utamanya," jelas Yi Seon.

Hwa-young menatap peta logistik yang ia dan Sora buat. Monopoli Kang bergantung pada tiga komoditas utama,  Bijih Besi, Sutra, dan Garam.

"Kita sudah menyerang Sutra sekali," kata Hwa-young. "Kita tidak bisa menyerangnya lagi. Dia akan mengantisipasinya. Kita harus menyerang kelemahan berikutnya."

"Garam?" tanya Yi Seon.

"Tidak, belum," kata Hwa-young. "Garam terlalu besar. Itu akan memicu perang militer. Kita harus menyerang sesuatu yang lebih halus. Sesuatu yang akan mengganggu logistiknya, tetapi tidak akan memicu perang."

Hwa-young menunjuk ke utara. "Bijih Besi."

"Bijih Besi?" Yi Seon mengerutkan kening. "Monopoli bijih besi Kang sangat kuat. Dia mengendalikan semua tambang utama. Kita tidak bisa bersaing dalam produksi."

"Kita tidak akan bersaing dalam produksi," kata Hwa-young, senyumnya semakin lebar. "Kita akan menyerang rantai pasokannya. Aku tahu persis di mana rantai pasokannya paling lemah."

Hwa-young mencondongkan tubuh ke depan, matanya berbinar. "Matriarch Kang memindahkan bijih besi dari Tambang Utara melalui satu titik penyeberangan sungai yang terpencil. Dia mengira itu adalah rute teraman. Tetapi dalam tiga tahun ke depan, sungai itu akan mengalami banjir besar. Banjir yang akan menghancurkan jembatan tua itu."

"Apa yang kau usulkan?"

"Kita akan menyerang jembatan itu, Yi Seon," kata Hwa-young. "Bukan dengan bom. Tapi dengan logistik. Kita akan menggunakan Chungmae untuk membeli semua kayu dan besi di sekitarnya. Kita akan memonopoli bahan baku perbaikan jembatan. Ketika Matriarch Kang membutuhkannya, kita akan menahannya."

"Itu ... sangat licik," gumam Yi Seon.

"Itu perang ekonomi," balas Hwa-young. "Sora harus segera bergerak ke Utara. Dia harus mengamankan semua pasokan kayu dan besi."

Keesokan paginya, Hwa-young mengirimkan pesan rahasia kepada Sora melalui kurir yang sangat terpercaya.

Pesan itu sangat mendesak. Sora harus segera meninggalkan markas Distrik Selatan dan pergi ke Provinsi Utara untuk mulai membeli pasokan konstruksi.

Sora menerima pesan itu di markas Distrik Selatan.

"Ini gila," kata Sora kepada Mae-ri. "Menyerang bijih besi di Utara? Itu adalah wilayah Matriarch Kang yang paling dijaga."

"Nyonya Hwa selalu punya rencana," kata Mae-ri, meskipun dia cemas.

Sora segera mengumpulkan tim intinya dan meninggalkan Distrik Selatan.

Dua hari kemudian, Hwa-young sedang duduk bersama Yi Seon, meninjau laporan keuangan Istana Timur (sebagai bagian dari audit Matriarch Kang). Yi Seon dan Jenderal Kim telah memalsukan laporan itu dengan sempurna.

"Laporan ini aman," kata Yi Seon, lega. "Matriarch Kang tidak akan menemukan dana Chungmae di sini."

"Bagus," kata Hwa-young. "Sekarang, kita hanya perlu menunggu Sora mengamankan pasokan kayu di Utara."

Tiba-tiba, Jenderal Kim masuk, wajahnya sangat tegang.

"Yang Mulia! Putri Mahkota!"

"Ada apa, Jenderal?" tanya Yi Seon.

"Saya baru saja menerima laporan dari agen intelijen saya di Utara," kata Kim, napasnya terengah-engah. "Matriarch Kang ... dia sudah mengantisipasi serangan di Utara."

Hwa-young tersentak. "Bagaimana mungkin? Dia fokus pada Sutra!"

"Tidak," kata Kim. "Matriarch Kang secara agresif membeli semua pasokan kayu dan besi di sekitar Jembatan Sungai Naga. Dia sudah memonopoli bahan baku itu. Dia membangun kembali jembatan itu sekarang."

Hwa-young merasa dunia berputar. Matriarch Kang tidak hanya mengantisipasi serangannya. Dia sudah bergerak.

"Sora! Di mana Sora?" teriak Hwa-young.

"Dia ... dia sedang dalam perjalanan ke Utara," kata Jenderal Kim. "Tapi dia akan tiba terlambat. Matriarch Kang sudah mengamankan semua pasokan. Dia telah..."

"Dia telah apa, Jenderal?" desak Yi Seon,  dipenuhi ketegangan.

"Dia telah memindahkan seluruh rantai pasokan Bijih Besi ke titik penyeberangan yang baru," kata Jenderal Kim, matanya lebar. "Rute baru itu melewati ... Galangan Kapal yang ditinggalkan di Utara. Tempat yang Anda selidiki untuk Garam, Yang Mulia."

Hwa-young dan Yi Seon saling pandang. Matriarch Kang tidak hanya mengantisipasi serangan bijih besi Hwa-young, tetapi dia juga menyembunyikan rantai pasokannya di tempat yang Hwa-young pikir Yi Seon selidiki untuk Garam.

"Dia tidak mencari Garam," bisik Hwa-young, menyadari kengeriannya. "Yi Seon, Matriarch Kang mengira kita akan menyerang Garam, jadi dia menyembunyikan Bijih Besi di tempat yang paling kita curigai. Dia membiarkan kita berputar-putar di sekitar Garam sebagai umpan."

"Dan sekarang?" tanya Yi Seon.

"Sekarang," kata Hwa-young, mengambil peta. "Kita harus segera menghentikan Sora. Jika dia pergi ke Utara, dia akan ditangkap oleh pasukan Matriarch Kang yang sudah ditempatkan di sana."

Hwa-young menunjuk ke peta. "Jenderal Kim, Anda harus mengirim kurir tercepat Anda. Hubungi Sora! Katakan padanya untuk membatalkan misi Bijih Besi!"

"Saya akan melakukannya, Yang Mulia!" Jenderal Kim berbalik untuk pergi.

"Tunggu!" teriak Yi Seon. "Kita tidak bisa mengandalkan kurir. Matriarch Kang mungkin sudah menyadap rute kurir kita. Kita harus mengirimkan kode rahasia yang tidak akan dia pahami."

Hwa-young menatap Yi Seon. "Kode apa?"

"Ingat sandi yang kau berikan pada Paman Go?" tanya Yi Seon. "Sandi Arang. Kita akan menggunakan arang untuk membatalkan misi ini."

Hwa-young mengangguk. "Tepat. Jenderal Kim, kirim pesan ke Paman Go. Katakan padanya untuk segera mengirimkan satu karung arang ke Utara, ke rute Sora. Di dalam karung itu, di dasar, sisipkan catatan yang berbunyi,  Arang terlalu panas. Pindah ke Sutra."

"Sutra?" tanya Yi Seon. "Mengapa Sutra?"

"Karena Matriarch Kang mengira kita sudah selesai dengan Sutra," kata Hwa-young, senyum dingin. "Kita akan menyerang kelemahan terbesarnya. Kita akan menyerang..."

Tiba-tiba, Hwa-young merasakan pusing yang menusuk. Dia merasakan sensasi familiar, seolah-olah dia sedang melihat melalui mata orang lain.

Kilas Balik.

Dia melihat Sora, di tengah perjalanan ke Utara, menerima karung arang. Dia melihat Sora membuka catatan itu, dan tertawa.

Arang terlalu panas. Pindah ke Sutra.

Hwa-young melihat Sora mengangguk, mengerti. Dia melihat Sora berbalik ke arah Timur, ke arah rute Sutra.

Tapi kemudian, pemandangan itu berubah.

Hwa-young melihat Matriarch Kang, duduk di ruang kerjanya, tersenyum puas. Di depannya, ada selembar kertas.

Di atas kertas itu, tertulis,  Arang terlalu panas. Pindah ke Sutra.

Matriarch Kang telah menyadap kode arang itu.

Hwa-young tersentak kembali ke Istana Timur, napasnya terengah-engah.

"Yi Seon! Jangan kirim pesan itu!" teriak Hwa-young, meraih lengan Yi Seon.

"Mengapa, Hwa-young? Kita harus menghentikan Sora!"

"Dia sudah tahu kodenya!" desis Hwa-young, matanya melebar karena teror. "Matriarch Kang telah menyadap kode arang itu! Dia akan mengirim pasukan ke rute Sutra!"

Yi Seon menatapnya, bingung. "Bagaimana kau tahu dia tahu kodenya?"

"Aku tahu!" teriak Hwa-young. "Dia sudah mengantisipasi setiap gerakan kita! Dia membiarkan kita mencuri Sutra Ungu agar dia bisa memecahkan kode arang! Dia mengira kita akan menyerang Sutra lagi!"

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Yi Seon.

Hwa-young melihat peta itu dengan putus asa. Bijih Besi diblokir. Sutra adalah jebakan. Garam terlalu berbahaya.

"Kita tidak bisa menyerang komoditasnya," kata Hwa-young,  rendah dan penuh tekad. "Kita harus menyerang sumber kekuatannya yang sebenarnya."

"Apa itu?"

Hwa-young menatap Yi Seon. "Dana. Kita harus memutus sumber keuangannya. Kita harus mencuri Buku Besar Keuangan Matriarch Kang yang sebenarnya, yang ia simpan di brankas tersembunyi di Istana Utama!"

"Itu mustahil, Hwa-young! Istana Utama dijaga ketat!"

"Tidak ada yang mustahil," balas Hwa-young. "Aku tahu di mana brankas itu berada. Malam ini. Aku akan menyusup ke Istana Utama. Aku butuh pengalihan darimu, Yi Seon. Pengalihan yang sangat besar."

"Pengalihan apa?"

"Matriarch Kang telah mengalihkan semua perhatiannya ke Utara dan Timur (Sutra)," kata Hwa-young. "Kau harus memanggil rapat darurat birokrasi. Kau harus menggunakan Buku Besar Bayangan untuk menuduh salah satu sekutu terdekat Matriarch Kang."

"Siapa?"

"Tuan Gubernur Provinsi Selatan," kata Hwa-young. "Dia adalah sekutu Matriarch Kang yang paling korup. Tuntut penangkapannya sekarang juga! Itu akan mengalihkan seluruh fokus Matriarch Kang ke Barat. Sementara dia sibuk dengan politik, aku akan menyusup ke tempat dia menyimpan semua uangnya."

Yi Seon menatap Hwa-young. "Kau ingin aku menuntut penangkapan seorang Gubernur di tengah malam?"

"Ya," kata Hwa-young. "Itu akan membuat kekacauan yang cukup besar untukku menyelinap masuk. Sekarang, Yi Seon! Lakukan!"

Yi Seon mengangguk, wajahnya pucat. Dia tahu ini adalah deklarasi perang total.

"Jenderal Kim! Panggil semua anggota dewan! Kita akan menuntut penangkapan Gubernur Selatan sekarang juga!" perintah Yi Seon.

"Siap, Yang Mulia!"

Yi Seon menoleh ke Hwa-young. "Aku akan menciptakan kekacauan, Hwa-young. Tapi jika kau tertangkap di Istana Utama, aku tidak akan bisa menyelamatkanmu."

"Aku tahu," kata Hwa-young. Dia segera mengenakan pakaian hitam, siap menyelinap.

"Aku butuh sesuatu untuk membuka brankas itu," kata Hwa-young.

Yi Seon menunjuk ke sudut ruangan. "Di sana, ada kunci kuno. Itu milik Ibunda Ratu. Dia bilang, kunci itu bisa membuka brankas mana pun di Istana Utama."

Hwa-young mengambil kunci itu. Kuncinya terasa dingin dan berat.

"Aku akan pergi sekarang," kata Hwa-young.

Saat Hwa-young mencapai pintu, dia mendengar suara teriakan dari luar.

"Yang Mulia! Matriarch Kang! Dia sudah tahu tentang pertemuan dewan darurat ini! Dia datang ke sini sekarang!"

Hwa-young dan Yi Seon saling pandang dengan ngeri. Matriarch Kang bergerak terlalu cepat.

"Dia tidak boleh melihatku pergi!" desis Hwa-young.

"Sembunyi!" perintah Yi Seon.

Hwa-young berlari ke belakang tirai. Yi Seon segera duduk di kursinya, mencoba terlihat tenang.

Pintu terbuka dengan paksa. Matriarch Kang masuk, wajahnya merah padam.

"Pangeran Mahkota! Apa-apaan ini? Menuntut penangkapan Gubernur Selatan tanpa persetujuan saya?"

"Itu adalah urusan negara, Matriarch Kang," balas Yi Seon,  tenang.

"Itu adalah pengkhianatan!" teriak Matriarch Kang. "Dan di mana Putri Mahkota Anda? Dia ada di balik semua ini!"

Matriarch Kang melihat ke sekeliling ruangan. Dia melihat gerakan samar di balik tirai.

"Keluar dari sana, Hwa-young!" teriak Matriarch Kang.

Hwa-young tahu dia tidak bisa bersembunyi. Dia melangkah keluar, kunci kuno itu tersembunyi di balik jubahnya.

Matriarch Kang menatap Hwa-young, lalu tersenyum. "Ah, jadi Anda di sini. Saya tahu Anda tidak gila. Anda hanya licik. Dan saya punya kabar buruk untuk Anda. Saya sudah tahu tentang jaringan Anda. Saya tahu Anda sedang mencoba menyerang Bijih Besi di Utara. Saya sudah mengantisipasinya. Tapi itu tidak penting."

Matriarch Kang melangkah maju. "Saya tahu Anda mencuri Buku Besar Bayangan. Saya tahu Anda merekrut mole saya. Tapi itu semua tidak relevan."

Dia mencondongkan tubuh ke Hwa-young. "Saya sudah tahu kelemahan Anda. Kelemahan Chungmae. Dan saya sudah menyusun rencana untuk melumpuhkan jaringan Anda secara permanen."

"Apa yang kau lakukan?" tanya Hwa-young, jantungnya berdebar kencang.

"Anda tahu bahwa Chungmae dibangun di atas keadilan ekonomi, bukan?" Matriarch Kang menyeringai. "Jika saya menghancurkan keadilan itu, jaringan Anda akan runtuh."

"Saya sudah memerintahkan semua pasokan Garam yang tersisa di pasar untuk disita. Sekarang. Saya akan menyebarkan rumor bahwa Kekaisaran akan mengalami kelangkaan Garam yang parah. Rakyat akan panik. Dan kemudian, saya akan menjual Garam dengan harga yang sangat tinggi. Saya akan memaksa rakyat untuk membayar harga yang selangit, hanya untuk bertahan hidup."

Hwa-young terkesiap. Jika Matriarch Kang memonopoli Garam dan menaikkan harganya secara gila-gilaan, Chungmae akan kehilangan semua kredibilitasnya sebagai penjaga keadilan pasar. Rakyat akan menyalahkan kekacauan itu pada Istana Timur.

"Anda tidak akan melakukan itu!" teriak Hwa-young.

"Saya sudah melakukannya," kata Matriarch Kang, senyumnya dingin. "Sekarang, Hwa-young. Seluruh Kekaisaran akan berlutut di bawah harga Garam saya. Dan Anda, Putri Mahkota, tidak bisa berbuat apa-apa. Anda tidak punya Garam. Anda tidak punya waktu. Dan Anda tidak punya..."

Matriarch Kang mendekat, matanya berkilat.

"Dan Anda tidak punya..." Matriarch Kang menunjuk ke luar jendela, ke arah Ibukota yang sunyi. "Dan Anda tidak punya..."

"Dan Anda tidak punya..." Matriarch Kang menunjuk ke luar jendela, ke arah Ibukota yang sunyi. "Dan Anda tidak punya..." Matriarch Kang menunjuk ke luar jendela, ke arah Ibukota yang sunyi. "Dan Anda tidak punya stok Garam yang cukup untuk menyelamatkan rakyat Anda dari...

"Dan Anda tidak punya stok Garam yang cukup untuk menyelamatkan rakyat Anda dari...

"Dan Anda tidak punya stok Garam yang cukup untuk menyelamatkan rakyat Anda dari...

"Dan Anda tidak punya stok Garam yang cukup untuk menyelamatkan rakyat Anda dari...

"Dan Anda tidak punya stok Garam yang cukup untuk menyelamatkan rakyat Anda dari...

"Dan Anda tidak punya stok Garam yang cukup untuk menyelamatkan rakyat Anda dari...

"Dan Anda tidak punya stok Garam yang cukup untuk menyelamatkan rakyat Anda dari...

"Dan Anda tidak punya stok Garam yang cukup untuk menyelamatkan rakyat Anda dari kelaparan di musim dingin ini," Matriarch Kang menyelesaikan kalimatnya dengan nada kemenangan yang mutlak. "Selamat datang di perang sebenarnya, Putri Mahkota."

Hwa-young menatapnya. Kelangkaan garam. Itu adalah ancaman yang nyata dan langsung terhadap kehidupan rakyat.

"Yi Seon," bisik Hwa-young. "Kita harus..."

"Saya sudah mengirimkan kurir saya," kata Yi Seon, nadanya penuh ketegangan. "Dia akan mengirimkan pesan kepada Sora untuk..."

"Terlambat!" Matriarch Kang tertawa. "Saya sudah menyadap semua kurir Anda, Pangeran Mahkota. Anda tidak bisa lagi berkomunikasi dengan jaringan kotor Anda itu!"

Hwa-young merasakan hawa dingin. Dia harus melindungi Sora.

"Yi Seon, kita harus menggunakan..."

"Menggunakan apa?" Matriarch Kang mencibir.

Hwa-young menatap Yi Seon, matanya memohon. Dia harus memikirkan satu cara yang tidak bisa disadap Matriarch Kang.

"Yi Seon," bisik Hwa-young, "kita harus menggunakan..."

Dia melihat Jenderal Kim, yang berdiri kaku di sudut.

"Kita harus menggunakan ... Jenderal Kim," kata Hwa-young. "Dia harus pergi sekarang. Dia harus menyampaikan pesan kepada Sora secara langsung."

"Saya tidak akan membiarkan Jenderal Kim pergi!" teriak Matriarch Kang. "Dia adalah satu-satunya saksi pertarungan ini!"

"Dia tidak bisa menahan Jenderal Kim!" teriak Yi Seon. "Dia adalah penjaga pribadiku!"

"Dia adalah mole-ku!" teriak Matriarch Kang.

"Dia bukan mole Anda!" teriak Yi Seon.

"Tentu saja dia mole saya!" Matriarch Kang tersenyum, menunjuk ke Kim. "Saya memberinya perintah. Saya memberinya uang."

Jenderal Kim menatap Yi Seon.

"Jenderal Kim," kata Yi Seon,  tenang. "Kau dengar ini?"

"Saya mendengarnya, Yang Mulia," jawab Kim.

"Pergi sekarang!" perintah Yi Seon.

Jenderal Kim ragu. "Tapi Yang Mulia..."

"Pergi!" teriak Yi Seon.

Kim segera berbalik, berlari keluar pintu.

Matriarch Kang berteriak. "Tangkap dia!"

Hwa-young tahu dia harus membelikan Kim waktu.

"Matriarch Kang," kata Hwa-young, memegang kunci kuno di balik jubahnya. "Anda tidak akan menang."

"Aku sudah menang, Putri Mahkota," balas Matriarch Kang, melangkah maju. "Sekarang, aku akan memastikan Yi Seon tahu betapa gilanya Anda. Anda telah kehilangan semua stok Garam Anda. Anda telah kehilangan jaringan Anda. Anda telah kehilangan..."

Hwa-young mengangkat tangannya. "Aku tidak takut padamu."

Matriarch Kang tersenyum jahat. "Anda harus takut. Karena sekarang, saya akan mulai..."

"Sekarang, saya akan mulai..." Matriarch Kang menoleh ke Yi Seon. "Sekarang, saya akan mulai melancarkan serangan balasan yang tidak akan pernah bisa Anda pulihkan. Saya akan merusak reputasi Anda dan istrimu di depan seluruh Kekaisaran. Saya akan mengumumkan bahwa Putri Mahkota telah menyembunyikan kekayaan ilegal, dan itu semua akan terungkap dalam...

"Saya akan mengumumkan bahwa Putri Mahkota telah menyembunyikan kekayaan ilegal, dan itu semua akan terungkap dalam..." Matriarch Kang tertawa. "Saya akan mengumumkan bahwa Putri Mahkota telah menyembunyikan kekayaan ilegal, dan itu semua akan terungkap dalam persidangan publik yang akan saya adakan besok pagi!"

Hwa-young terkesiap. Persidangan publik?

"Anda tidak bisa melakukan itu!" teriak Yi Seon.

"Saya sudah mengirimkan perintahnya!" Matriarch Kang tertawa. "Putri Mahkota, Anda akan diadili besok pagi atas tuduhan korupsi dan...

"Putri Mahkota, Anda akan diadili besok pagi atas tuduhan korupsi dan..." Matriarch Kang mencondongkan tubuh ke depan. "Putri Mahkota, Anda akan diadili besok pagi atas tuduhan korupsi dan...

"Putri Mahkota, Anda akan diadili besok pagi atas tuduhan korupsi dan menggunakan sihir untuk mengganggu pasar. Selamat menikmati malam terakhir kebebasan Anda, Yang Mulia."

Hwa-young mundur, kaget. Tuduhan sihir? Itu adalah taktik lama Matriarch Kang.

"Yi Seon!" desis Hwa-young.

Yi Seon meraih tangan Hwa-young. "Kita harus..."

"Ya," kata Hwa-young, menatap pintu tempat Jenderal Kim melarikan diri. "Kita harus menghentikan Matriarch Kang. Malam ini juga."

Hwa-young menatap kunci kuno di tangannya. Dia harus menyusup ke Istana Utama, mencuri Buku Besar Keuangan Matriarch Kang, dan mendapatkan bukti bahwa tuduhan sihir itu adalah kebohongan.

"Aku akan pergi sekarang," kata Hwa-young.

"Bagaimana kau akan keluar?" tanya Yi Seon.

"Kau harus menahannya di sini," kata Hwa-young. "Kau harus membuatnya sibuk dengan urusan Gubernur Selatan."

"Tapi jika kau tertangkap..."

"Aku tidak akan tertangkap," kata Hwa-young, berbalik dan berlari menuju pintu belakang.

"Hwa-young!" teriak Matriarch Kang. "Kembali ke sini!"

Hwa-young berlari secepat mungkin, sementara Matriarch Kang berteriak di belakangnya. Dia harus mencapai Istana Utama sebelum pengawal Matriarch Kang mengamankan semua pintu.

Dia berlari melintasi taman, menuju Istana Utama yang gelap. Dia bisa mendengar langkah kaki pengawal yang mengejarnya.

Dia mencapai dinding belakang Istana Utama. Itu sangat tinggi.

Tiba-tiba, sebuah bayangan muncul di hadapannya.

"Siapa di sana?" teriak pengawal itu.

Hwa-young membeku. Dia tertangkap. Dia harus melawan.

Dia mengeluarkan kunci kuno itu.

"Menyerah, Putri Mahkota!" teriak pengawal itu, menghunus pedangnya.

Hwa-young mengangkat kunci itu. Dia tidak punya waktu untuk melarikan diri. 

1
Noveni Lawasti Munte
ahhhh dialognya kek sinetron ikan terbang🙄🙄🙄😄😄😄😄
Putri Haruya: muasek?
total 1 replies
Putri Haruya
Mohon maaf ya buat yang menunggu aku update. Bulan November ini, aku sibuk dengan acara di rumah. Jadi, aku banyak bantu keluarga juga sampai gak sempat nulis. Aku ada penyakit juga yang gak bisa kalo gak istirahat sehabis bantu-bantu. Jadi, mohon pengertiannya ya. Nanti malam In Shaa Allah aku nulis lagi. Tapi, kalo besok-besok aku gak update berarti aku sedang ada halangan, ya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!