Berawal dari seorang Pelukis jalanan yang mengagumi diam-diam objek lukisannya, adalah seorang perempuan cantik yang ternyata memiliki kisah cinta yang rumit, dan pernah dinodai oleh mantan tunangannya hingga dia depresi dan nyaris bunuh diri.
Takdir mendekatkan keduanya, hingga Fandy Radistra memutuskan menikahi Cyra Ramanda.
Akankah pernikahan kilat mereka menumbuhkan benih cinta di antara keduanya? Ikuti kelanjutan cerita dua pribadi yang saling bertolak belakang ini!.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9.
Fandy masih menggendong Cyra menuju kamar, tapi tadi saat di tangga Cyra memintanya di gendong sampai kamar mandi.
Fandy menyanggupinya, dan kini keduanya sudah sampai di depan pintu kamar mandi.
Fandy sebelum menurunkan tubuh Cyra sempat berbisik lirih, “Abang boleh ikutan mandi bareng kamu enggak?”
Cyra terkejut mendengar dan sempat tersipu malu. “Apaan sih Bang? Tidak ada ya kita mandi barengan sekarang. Tapi tak tahu deh besok atau dilain hari,” jawab Cyra ambigu.
“Oh... kalau hari ini belum boleh ya berarti? Setelah hari ini baru boleh gitu?” goda Fandy lagi.
Cyra sempat mengangguk lalu menggeleng, terus mengangguk lagi kepalanya. “Ihh... Abang kok gitu, pokoknya tidak hari ini ya.”
Fandy tidak menggoda lagi, hanya tersenyum. Dia mengelus sayang kepala Cyra dan mencium keningnya baru dia turunkan Cyra kemudian.
“Selamat mandi istri cantikku, yang bersih dan wangi ya mandinya,” ucapnya lagi.
“Iya suamiku… siap,” jawab singkat Cyra dan bergegas masuk ke kamar mandi.
Sambil menunggu Cyra mandi, Fandy memutuskan menuangkan idenya yang saat ini tiba-tiba muncul ke dalam buku sketsanya.
Fandy masih teringat beberapa momen manis dan lucu kala Cyra yang tadi kesal padanya ataupun saat dirinya menggendong Cyra, semuanya Fandy lukiskan cepat-cepat di buku sketsa sebelum istrinya selesai mandi.
Jemarinya bergerak lincah, menggambar semua momen yang terjadi antara dia dan Cyra juga saat makan bersama mama dan papa.
Fandy tidak ingin melewatkan satu momen pun. Apa yang ada di benaknya kini, semuanya dia tuangkan dalam karya lukisan.
“Selagi Cyra mandi, aku harus segera menyelesaikan semua lukisan spontan ini. Penyelesaian akhirnya nanti saja dikerjakan di rumahku,” batin Fandy.
Tepat setengah jam berlalu, lukisannya selesai dibuatnya bersamaan Cyra selesai juga mandinya. Fandy sudah merapikan buku sketsa dan pensilnya, lalu disimpan kembali di tas punggung favoritnya.
“Bang Fandy gantian mandi ya, aku udah selesai ini,” tegur Cyra saat keluar kamar mandi melihat suaminya sibuk dengan ponselnya.
“Iya Cyra, ini aku mau langsung mandi kok.”
Fandy yang sudah bersiap mandi dengan celana pendek dan kaos yang dia siapkan sebelumnya, meski tadi sehabis melukis dia bermain games sebentar di ponselnya.
Saat Fandy berjalan melewati Cyra, dirinya menghirup wangi sampo dan sabun mandi yang masih melekat di tubuh istrinya itu.
“Kamu harum banget Cyra, boleh peluk cium sebentar enggak?” goda Fandy saat berada di depan Cyra.
Cyra sempat terkejut dan tersipu malu atas perlakuan suaminya ini. “Apaan sih Bang? Katanya mau mandi, kok malah minta peluk cium segala,” protesnya meski dalam hati dia ingin teriak senang.
“Boleh enggak nih? Abang gemes soalnya, kalau dekat kamu bawaannya ingin peluk cium terus deh,” gombalnya.
Cyra menunduk tapi menganggukkan kepalanya, tidak berani menatap suaminya karena merasa malu.
“Asyik... dibolehin ternyata,” tanpa malu-malu Fandy langsung menarik tubuh Cyra masuk ke pelukannya.
Dalam pelukannya itu, Fandy menghirup dalam-dalam aroma tubuh Cyra. Dari mulai rambut, area leher hingga bahunya.
Puas rasanya menghirup aroma khas tubuh istrinya, Fandy lalu mengecup mesra kening dan seluruh wajah Cyra.
“Cup… cup, makin ke sini kamu semakin cantik Cyra dan wangi tubuhmu ini sangat menenangkan bagiku,” puji Fandy tulus sambil memeluknya erat.
Cyra merasa bahagia dengan perlakuan suaminya ini, dirinya merasa dihargai dan disayangi dengan tulus.
Cyra balas memeluk Fandy tak kalah eratnya, dia juga menghirup aroma tubuh suaminya meski belum mandi tapi tubuh Fandy tidak bau sama sekali.
“Abang juga tampan, ini tubuhmu juga masih wangi meski belum mandi,” ucap Cyra sambil menciumi bahu Fandy.
“Hmm… masa sih? Perasaan bau asem deh,” elaknya seakan tidak percaya dengan ucapan Cyra tadi.
“Beneran Abang, aku enggak bohong kok.”
Keduanya masih betah berdiri sambil berpelukan di dekat ranjang, belum ada yang ingin melepaskan lebih dulu. Mereka masih ingin menikmati momen ini.
Fandy lalu melepaskan pelukannya sesaat, ditatapnya lama wajah cantik Cyra. Diusap lembut kedua pipinya Cyra.
Perlahan Fandy mencium keningnya, turun ke mata, lalu hidung, kedua pipi pun tak luput diciumnya mesra. Cyra hanya menutup matanya, seolah pasrah menerima.
Saat di bibir Cyra, jemari Fandy meraba lembut bagian atas lebih dulu lalu dia lanjut meraba bibir bawah istri cantiknya ini. Mata Cyra masih terpejam, seolah menanti gerakan Fandy selanjutnya.
Fandy mengecup mesra bibir tipis Cyra, dia rasakan kembali manis bibir Cyra seperti buah ceri. Rasanya seakan bikin nagih.
Cup!
Cup!
Cup!
Fandy kecup tiga kali bibir Cyra itu, setelah mengecupnya Fandy langsung melumatnya mesra. Bibir keduanya kini saling berpagutan seirama, tidak ada yang mendominasi. Kedua bibir mereka saling bertaut, seolah menikmati rasa yang ada.
Mereka berciuman mesra dengan tubuh saling memeluk erat satu sama lain, sempat berhenti sejenak untuk mengambil napas lalu bibir keduanya kembali berpagutan dengan indahnya.
Ciuman mereka berlangsung cukup lama, lima belas menit kemudian Fandy menghentikan ciumannya.
Keningnya dan kening Cyra saling menempel. “Makasih ya istriku, aku menyayangimu.”
“Sama-sama Abang, aku juga menyayangimu,” balas Cyra sambil tersipu malu tidak berani menatap balik Fandy.
“Abang lanjut mandi dulu ya, jika malam makin larut dan Cyra sudah tidak merasa sakit lagi, Abang ingin kita mengulanginya lagi. Itupun jika kamu tidak keberatan,” ucap Fandy dengan masih memeluk Cyra.
Cyra tidak menjawab ajakan Fandy, tapi merespon dengan kepalanya mengangguk-angguk dalam pelukan Fandy seolah menyetujuinya.
Pelukan hangat keduanya sudah terlepas dan Fandy bergegas mandi. Cyra beranjak ke meja rias, mengeringkan rambutnya yang basah dengan hair dryer. Dilanjutkan dengan perawatan wajah, lengan dan kakinya dengan koleksi lotion mahalnya.
Pantas saja tubuh Cyra terlihat cantik, anggun dan sangat terawat. Dirinya sangat menjaga betul penampilannya, makanan yang dikonsumsi hingga pola hidup sehat agar terlihat tetap cantik, sehat dan bugar.
***
Kini keduanya sudah duduk santai bersandar di kepala ranjang. Sepertinya mereka berdua ingin pillow talk sebelum tidur.
Kepala Cyra bersandar manja di bahu kiri Fandy, tangan Fandy menggenggam mesra tangan Cyra. Diusap-usap sayang kedua tangan istrinya ini, tak lupa sesekali dikecupnya mesra tangan Cyra.
“Cyra... Abang minta maaf ya. Menikahimu dengan kilat, sederhana cuma akad dan tanpa adanya resepsi,” kata Fandy mengawali obrolan intim mereka.
“Mungkin nanti, jika Abang ada rezeki lebih lagi. Kita adakan resepsi sesuai mimpi atau keinginanmu sejak dulu,” tambah Fandy.
Cyra hanya menggeleng kepalanya. "Tidak apa Abang, pernikahan kita yang sederhana ini bagiku sudah cukup. Untuk resepsi, sampai saat ini aku belum memikirkan ataupun menginginkan sama sekali,” bantahnya jelas.
“Bagiku yang penting, kamu tetap seperti ini. Menyayangi dan menghargaiku dengan tulus. Aku ingin pernikahan kita ini bisa bertahan lama Bang, hingga maut memisahkan,” tambah Cyra.
Fandy menganggukkan kepalanya seolah mengerti. “Abang tidak ingin berjanji muluk-muluk, tapi akan aku tunjukkan dan buktikan padamu seiring berjalannya waktu.”
“Tolong ingatkan aku ya, jika nanti fokusku beralih atau kamu merasa aku telah berubah. Jangan tinggalkan aku, tetap genggam tanganku ini Cyra dan berada di sisiku selalu.”
“Aku butuh kamu, dan hanya kamu seorang yang aku ingin miliki dan dampingi seumur hidupku,” kata Fandy sambil mencium mesra dan lama di kening Cyra.
Cyra memejamkan matanya, seolah meresapi luahan hati suaminya dan meyakinkan dirinya untuk mempercayai ucapan Fandy ini.
“Cyra juga enggak mau banyak janji Abang, aku juga mau kita saling percaya, saling mendukung dan pastinya saling menyayangi sampai kapanpun.”
“Abang juga jangan tinggalin aku, jangan bikin aku sedih dan kecewa lagi ya. Bang Fandy bagai rumah yang nyaman untukku saat ini.”
“Iya, Cyra. Aku akan berusaha yang terbaik untukmu, untuk pernikahan kita. Aku sayang padamu istri cantikku.”
“Cyra juga akan berusaha menjadi istri dan pasangan yang baik untuk Abang. Aku juga sayang padamu suami tampanku.”