NovelToon NovelToon
Aku Bukan Pelacur

Aku Bukan Pelacur

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Romansa
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Ra

Malam itu, di sebuah desa terpencil, Alea kehilangan segalanya—kedua orang tuanya meninggal dan dia kini harus hidup sendirian dalam ketakutan. Dalam pelarian dari orang-orang misterius yang mengincarnya, Alea membuat keputusan nekat: menjebak seorang pria asing bernama Faizan dengan tuduhan keji di hadapan warga desa.

Namun tuduhan itu hanyalah awal dari cerita kelam yang akan mengubah hidup mereka berdua.
Faizan, yang awalnya hanya korban fitnah, kini terperangkap dalam misteri rahasia masa lalu Alea, bahkan dari orang-orang yang tak segan menyiksa gadis itu.

Di antara fitnah, pengkhianatan, dan kebenaran yang perlahan terungkap, Faizan harus memutuskan—meninggalkan Alea, atau menyelamatkannya.

Kita simak kisahnya yuk di cerita Novel => Aku Bukan Pelacur.
By: Miss Ra.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 9

Faizan akhirnya terpaku, menatap Alea di hadapannya. Alea terduduk di lantai tangga yang dingin.

Wajah Alea merah padam, setiap sudut tubuhnya menunjukkan rasa sakit yang mendalam: bahu memar, bibir membiru, dan matanya sembab memerah. Dia memandang hampa pada sang ibu mertua.

Faizan terdiam, menelan ludah. Perbuatan kasarnya mulai menari di kepalanya. Dengan ragu, dia berusaha mendekati Alea. Suara langkahnya menggema serak di lantai rumahnya. Mendengar itu, tubuh Alea mengecil, kaki Alea meringkuk, tubuhnya gemetar semakin hebat. Seolah berjuang keras agar tetap bisa bernapas normal di tengah rasa takut yang mencengkeramnya.

“Ja-ngan...” bisik Alea lirih, suaranya tercekat oleh ketakutan yang menyesakkan dada.

Dia ingin menjauh, tapi tubuhnya terpojok tanpa ruang untuk bergerak. Ketika suara langkah itu semakin dekat, rasa takutnya memuncak. Sakit yang merambat di setiap inci tubuhnya terasa semakin nyata, terutama saat melihat sosok yang menjadi sumber penderitaannya kini berdiri tepat di hadapannya.

Alea terguncang, rasa takut menyerangnya tanpa ampun. Dalam keheningan yang mencekam, hanya satu kata yang mampu ia ucapkan dengan suara bergetar, “Ja-ngan..."

Faizan tetap berjongkok di hadapan Alea yang meringkuk ketakutan. Wajahnya menegang, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Hanya desah napas Alea yang tersengal-sengal memenuhi udara, bercampur suara isaknya yang terputus-putus.

“Tolong... jangan lagi,” suara Alea pecah, lirih, nyaris tak terdengar, namun sarat dengan rasa takut yang meremukkan hati. Kedua tangannya menggenggam tubuhnya sendiri seolah itu satu-satunya perlindungan yang tersisa di dunia ini. Dalam diam, hatinya berteriak, memohon agar semua ini berhenti—agar bayang-bayang luka dari Faizan tidak lagi kembali menghantuinya.

Setiap kali Faizan mencoba berbicara, kilasan kenangan tentang teriakannya, tentang kata-kata kasarnya yang pernah memporak-porandakan batinnya, muncul lagi di kepala Alea. Seperti kaset rusak yang terus berputar, tak henti-henti.

“Alea, tenanglah, Nak... tenang,” suara Ibu Maisaroh terdengar pelan, penuh harap. Tapi kata-kata itu tidak sampai ke hati Alea. Tubuhnya justru semakin mengecil, gemetar hebat, seperti binatang kecil yang terpojok tanpa jalan keluar.

Faizan akhirnya berdiri, tangannya terangkat perlahan, niatnya seolah ingin memberikan ketenangan. Namun bagi Alea, tangan itu bukanlah tanda damai. Bayangan rasa sakit begitu pekat menutup pikirannya. Yang dia lihat bukanlah uluran tangan untuk menenangkan, tapi ancaman yang bisa saja menghantam lagi kapan saja.

Perasaan takut itu kembali menyeret Alea ke jurang trauma. Dengan sisa tenaga yang ada, ia hanya mampu menggeleng pelan, tatapannya memohon agar Faizan pergi meninggalkannya sendiri.

Namun, Faizan justru melakukan hal sebaliknya. Ia meraih kedua bahu Alea, membuat tubuh gadis itu bereaksi spontan. Seketika, rasa takut yang begitu mencekam menyelimuti dirinya, menghentikan setiap tarikan napas. Dunia Alea seolah mengerucut menjadi kegelapan. Dengan satu hembusan napas terakhir, matanya terpejam rapat. Tubuhnya terkulai tak berdaya, sementara kedua tangannya melemas, tanda bahwa ia telah pingsan begitu dalam di hadapan takdir yang tak bersahabat.

Ibu Maisaroh, yang melihat kejadian itu, bergerak cepat. Dengan wajah penuh kekhawatiran, ia memeluk tubuh Alea yang dingin. Tanpa berpikir panjang, ia segera membaringkan Alea di pangkuannya. Gerakannya begitu tergesa, penuh rasa cemas.

“Iyem! Ambilkan pakaian lengkap Alea, cepat!” suara Ibu Maisaroh pecah di udara, penuh kepanikan.

Tangannya bergetar hebat saat memakaikan pakaian itu ke tubuh Alea yang lunglai. Bekas merah dan memar tampak jelas di kulit pucat gadis itu—jejak menyakitkan dari tangan putranya sendiri. Di balik wajahnya yang tampak berusaha tegar, hati Ibu Maisaroh hancur berantakan. Setiap helaan napasnya terasa sesak, seolah menahan jeritan yang ingin pecah kapan saja.

“Siapkan mobil! Sekarang juga!” serunya dengan suara serak, nyaris tak keluar dari tenggorokannya, kepada Faizan.

Di teras, Fandi yang tengah bersandar santai sontak terlonjak. Matanya membelalak ketika melihat Faizan menggendong Alea yang pingsan tak berdaya. Tanpa bertanya apa pun, Fandi langsung meloncat dari kursinya, berlari kencang menembus pintu, menuju mobil di halaman. Detik itu juga, rumah seakan dipenuhi ketegangan yang menyesakkan.

Fandi menyalakan mesin mobil dengan tangan bergetar. Suara mesin meraung, memecah keheningan malam yang sesak. Faizan dengan langkah lebar membawa Alea ke dalam mobil, wajahnya pucat pasi, seperti dihantui rasa bersalah yang tak terhingga.

Ibu Maisaroh ikut naik ke kursi belakang, mendekap tubuh Alea erat-erat. Air matanya menetes membasahi pipi Alea yang dingin.

“Cepat, Fandi! Cepat!” suara Ibu Maisaroh bergetar, memecah keheningan di antara mereka.

Mobil melaju kencang, menembus jalanan sepi. Lampu-lampu kota yang redup berkelebat di jendela, seolah ikut menyaksikan kepanikan yang menyesakkan di dalam mobil itu. Faizan hanya bisa terdiam di samping Fandi, kedua tangannya terkepal erat di pangkuannya. Ia tak berani menoleh ke belakang, tak mau melihat tubuh Alea yang terkulai di pangkuan ibunya.

Sesampainya di rumah sakit, Fandi menghentikan mobil dengan rem mendadak. Beberapa petugas medis berlari menghampiri begitu melihat Faizan menggendong seorang gadis yang tak sadarkan diri.

“Cepat, bawa ke UGD!” salah satu perawat berteriak.

Tubuh Alea segera dipindahkan ke atas ranjang dorong. Ibu Maisaroh mengikuti langkah para petugas medis dengan tergesa, wajahnya pucat penuh cemas. Sementara itu, Faizan hanya bisa berdiri mematung di depan ruang UGD.

Pintu ruang UGD tertutup rapat, menyisakan kecemasan yang menusuk dada. Suasana rumah sakit terasa hening, hanya suara langkah perawat yang sesekali lewat memecah kesunyian malam.

Ibu Maisaroh memandang jam dinding. Jarum panjang dan pendek sama-sama menunjuk ke angka dua belas, menandakan sudah hampir lewat pukul satu dini hari. Dengan hati berat, ia akhirnya memutuskan untuk pulang lebih dulu. Wajahnya terlihat lelah, namun tatapannya masih dipenuhi kekhawatiran sebelum langkahnya perlahan meninggalkan rumah sakit.

Faizan terus duduk terpaku di kursi koridor. Matanya yang sayu tak lepas dari pintu ruang perawatan Alea. Gelisah dan lelah bercampur menjadi satu, menekan dadanya hingga rasanya hampir meledak. Kesunyian rumah sakit hanya memperparah riuh pikiran yang berputar di kepalanya. Hanya dia dan Tuhan yang tahu betapa berat penyesalan dan ketakutan yang menghantam dirinya malam ini.

“Keadaan pasien sangat lemah. Dia perlu dirawat selama beberapa hari,” suara dokter akhirnya terdengar, memecah kebisuan yang mencekam.

“Kami juga akan memanggil dokter spesialis. Sepertinya pasien mengalami sesuatu yang membuatnya trauma. Sampai sekarang, dia belum juga sadar,” jelas dokter itu dengan nada serius.

Ucapan dokter terus terngiang di kepala Faizan. Meski diizinkan untuk masuk melihat kondisi Alea, Faiz tetap terpaku di luar pintu. Bukannya masuk, ia justru memilih duduk diam di koridor sepanjang malam, pikirannya kacau, hatinya diliputi rasa takut dan penyesalan.

 ---

Malam pun berlalu.

“Makanlah dulu. Kamu sudah melewatkan sarapan. Nanti yang ada, kamu ikut sakit,” ucap Fandi sambil menyerahkan kotak makanan yang baru saja ia bawa untuk Faizan.

Namun Faizan hanya menatapnya sekilas. Bukannya menerima, pria itu justru bersuara lirih, matanya kosong menatap ke arah lain.

“Apa saja jadwal meeting hari ini?” tanyanya pelan, seolah urusan pekerjaan masih menghantui pikirannya di tengah kekacauan yang sedang terjadi.

Fandi memejamkan mata sejenak, menahan emosi yang mulai memuncak. Lalu, dengan suara yang bergetar karena marah, ia berkata,

“Apa harus menunggu dia meninggal dulu baru kamu menyesal? Aku kira diam-mu semalaman itu karena penyesalan. Tapi ternyata... kamu masih saja seperti ini, Faiz.”

Nada kecewa Fandi terdengar jelas. Ia benar-benar tak habis pikir dengan sahabat sekaligus bosnya itu.

Sejak semalam, Fandi mendengar langsung penjelasan dokter tentang kondisi Alea. Ia melihat sendiri bagaimana gadis itu terbaring lemah, tubuhnya penuh memar, wajahnya pucat tak berdaya. Ia memang tahu Alea telah memfitnah Faizan, tapi itu sama sekali bukan alasan untuk menyiksanya hingga separah ini.

“Dia sudah bermain-main denganku. Dan inilah akibatnya,” ujar Faizan dingin, tatapannya tajam menusuk kosong. “Dia sudah berani masuk ke kehidupanku dengan cara sehina itu.”

Kata-kata itu membuat Fandi terdiam. Ia menatap Faizan tak percaya. Semalam, pria ini terlihat menyesal—atau setidaknya begitu yang ia kira. Tapi pagi ini, ucapannya justru terdengar seperti seseorang yang sama sekali tidak memiliki rasa bersalah.

...----------------...

Bersambung...

1
Jumi🍉
Istri kabur dia santai-santai aja tuh,,,kayak gak ada keinginan sama seklai buat memperbaiki rumah tangganya, lepas dari mantan Nadia datang Nayla.../Sleep/
septiana: ntah kapan dia mau sadarnya
total 4 replies
Helwa Mahara
buatlah faizan menyesal atas kepergian istrinya dan buat dia bucin ka
Jumi🍉
Sama Nayla rada betah ya tinggal di hotel bareng yang notabennya hanya orang lain, padahal bisa aja tuh tanggung jawab gak musti tinggal bareng...🙄keputusan Alea buat menjauh udah tempat tuh gak dibutuhin juga sama Faizan selama ini.😅
septiana
sampai kapan kamu akan bersikap seperti itu Faiz sama istri mu🤔
Miss Ra: /Facepalm//Joyful//Facepalm//Joyful/
total 3 replies
Jumi🍉
Nayla kamu jangan berani-berani ngusik rumah tangga Faizan apalagi ada niatan jadi pelakor, istrinya aja seperti bayangan apalagi kamu mungkin hanya dianggap angin sekelibat langsung hilang, yang ada di otaknya hanya pekerjaan...😅🤣
Miss Ra: /Facepalm//Facepalm//Joyful//Joyful/
total 1 replies
Jumi🍉
Mending Alea kamu pergi jauh dari kehidupan Faizan, kamu dianggapnya bagaikan bayangan yang tak terlihat, tuh Faiz hidupnya cuma tentang pekerjaan. Tapi bila nanti ada perempuan masuk dalam kehidupannya baru kamu balas caci maki balik tuh Faiz...😤
Jumi🍉
Kalau kamu bisa sejahat itu memperlakukan istrimu dan bahkan ibumu, berarti dengan wanita lain harusnya kamu bisa jauh lebih jahat lagi termasuk nanti mantanmu...😆Hidup aja kamu sendirian hingga akhir ajal menjemput...🤣
Miss Ra: /Facepalm//Joyful/
total 1 replies
Anonymous
😍😍
Anonymous
😍😍….
Dhafitha Fitha Fitha
udah Alea hbis ni kamu pergi aja dari sana apa juga yg m di pertahankan biar dia punya penyesalan
septiana
suatu saat kau akan mendapatkan balasan dari apa yg kamu perbuat Faiz.. dan disaat penyesalan itu datang Alea sudah tidak menginginkan mu lagi.
Jumi🍉
Bingung aku tuh mau komen apa lagi buat Faiz saking menyebalkan jadi orang...🤬😤
Milla
lanjut min
Miss Ra: siaaapp
total 1 replies
Milla
next min
Dhafitha Fitha Fitha
Fandi Jdi setan 😈😈😈
Miss Ra: /Grin//Joyful/
total 1 replies
Jumi🍉
Dengan mantan punya banyak waktu untuk bicara berbanding terbalik buat istri diam seribu bahasa,,,/Curse/Alea mending cepat bawa ruqyah tuh suamimu biar jin ditubuhnya pada hilang sampai ulat keket gamon juga ikut terhempas...🤣
Miss Ra: /Joyful//Joyful//Joyful/
total 3 replies
septiana
ego mu setinggi langit Faiz,kau akan menyesal setelah nanti Alea jauh darimu.. teruslah berbuat dingin pada Alea sampai nanti alea lelah dan ga ingin kembali padamu lagi
Jumi🍉
Kepala batu banget si Faiz, kaya orang hidup segan mati tak mau definisi orang gak punya tujuan...😩kompasnya rusak kali makanya tersesat di masa lalu aja...🤭
Jumi🍉: Habisnya bikin sebel banget tuh Faiz...😆
total 2 replies
Jumi🍉
Tahu rasanya dilukai tapi tanpa sadar kamu juga membuat luka untuk Alea selama ini...😪
Dhafitha Fitha Fitha
AQ benci masa lalu kl smpek nongol lg
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!