NovelToon NovelToon
PEDANG GENI

PEDANG GENI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Persahabatan / Raja Tentara/Dewa Perang / Pusaka Ajaib / Ilmu Kanuragan
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Fikri Anja

PEDANG GENI. seorang pemuda yang bernama Ranu baya ingin membasmi iblis di muka bumi ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9

"Ini daunnya," ucap Ranu seraya menyodorkan tumbuhan benalu yang diambilnya kepada gadis itu.

"Aku butuh 3 lembar saja, Tuan," ucap gadis tersebut sambil tersenyum manis.

"Namaku Ranu, jangan panggil tuan! Namamu siapa?"

"Namaku Arika, Tuan eh, Ranu," balas Arika malu-malu.

"Apakah daun yang kita butuhkan sudah cukup?"

Arika mengangguk dan kemudian naik ke punggung Ranu.

"Pegangan yang erat!" Kata Ranu sebelum melesat dengan kecepatan penuh.

Tidak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk sampai di Perguruan Jiwa Darah. Arika langsung menumbuk dedaunan dan meramunya dengan cekatan. Sebagian diramunya dengan air panas dan sebagian lagi untuk ditabur di atas luka Mahesa.

Setelah beberapa jam, Mahesa terbangun dari tidurnya. Dia melihat Ranu dan Arika yang menungguinya sedang berbicara satu sama lain.

"Ranu..." panggil Mahesa lirih.

Ranu bangkit dari duduknya dan mendekati Mahesa,"Kau ini bodoh sekali! Kenapa kau mempertaruhkan keselamatanmu untuk menolongku?"

Klaim

Mahesa tersenyum kecil, "Ini belum sebanding. Baru kali ini aku berkorban untukmu, tapi kau sudah sangat sering menolongku." Mahesa terbatuk kecil.

"Lain kali jangan melakukan hal bodoh seperti ini! Bagaimana pertanggung jawabanku kepada kakek Barada kalau kau mati?"

"Tenang saja, selama kau berada di dekatku, aku tidak mati semudah itu... hehehe!" Mahesa kembali terkekeh kecil.

Ranu menoleh kepada Arika yang masih duduk di kursi, "Arika, kapan Mahesa bisa sembuh?"

"Kalau luka luarnya sudah kering, dua hari ke depan seharusnya Mahesa bisa sembuh," jawab Arika.

"Jadi gadis itu yang mengobatiku?" tanya Mahesa sambil berbisik pelan kepada Ranu. Mata sedikit melirik ke arah Atika yang sedang memainkan jarinya.

"lya, dia yang mengobati lukamu," jawab Ranu berbisik pula, "Segeralah berterima kasih kepadanya! Kalau tidak diobati dia, mungkin kau sudah tewas."

"Separah itukah lukaku?" Mahesa mengerutkan dahinya.

"Sangat parah. Meski kau bisa selamat, tapi..." Ranu menghentikan ucapannya tiba-tiba.

"Tapi apa?" Mahesa dibuat penasaran dengan ucapan Ranu yang tiba-tiba terhenti.

"Tapi efek obatnya itu bisa membuat burungmu tidak akan bisa berfungsi lagi. Jadi seumur hidup mungkin hanya buat pancuran air kencing saja." Ranu berbisik di telinga Mahesa.

"Kau jangan bercanda, Ranu!" Mahesa terlihat terkejut dengan jawaban Ranu.

"Kalau kau tidak percaya, kau boleh bertanya kepadanya."

Wajah Mahesa yang awalnya ceria langsung terlihat murung. Dia tidak menyangka jika nasibnya bisa seburuk ini.

Ranu menahan tawanya begitu melihat ekspresi wajah Mahesa.

"Apa perlu aku yang bertanya kepadanya agar kau bisa mendengar sendiri jawabannya?" tanya Ranu.

Mahesa langsung meraih lengan Ranu ketika melihat Ranu hendak berdiri.

"Eeh, jangan! Apa kau mau membuatku malu?" dengus Mahesa. Kembali dia melirik ke arah Arika yang juga sedang memandang dirinya.

"Ranu, berarti percuma aku jadi laki-laki kalau senjataku tidak berfungsi?"

"Sudah pasti itu. Kau mungkin sedang mendapatkan kutukan dari Dewata karena otakmu yang kotor dan penuh nafsu!"

Wajah Ranu yang datar ketika menjawab pertanyaannya membuat Mahesa percaya dengan ucapan sahabatnya tersebut.

"Bisa juga seperti itu. Tapi bukankah seharusnya tadi pakai obat lain saja agar senjataku tidak terkena efeknya?"

"Di sini mau memakai obat apa? Itu saja tadi aku harus menggendongnya sampai jauh untuk mencari obat buatmu!"

"Menggendongnya? Di belakang apa depan?"

"Di belakang. Dia naik ke punggungku!"

"Wah, tahu begitu lebih baik aku biarkan saja ketika kau mendapat serangan. Jadi aku yang akan menggendong dia mencari obat-obatan buatmu," balas Mahesa sambil terkekeh kecil.

"Ternyata otakmu memang perlu dicuci ulang agar tidak selalu berpikiran kotor!"Mahesa tertawa lalu terbatuk kecil.

Obrolan pelan yang dilakukan Ranu dan Mahesa membuat Arika bertanya-tanya. Dia kemudian berdiri dan mendekati mereka berdua, "Kalian sedang membicarakan apa?"

"Eh, anunya anu... ah, tidak. Kami tidak bicara yang penting, hanya obrolan biasa," Mahesa tergagap ketika tiba-tiba Arika sudah berdiri di dekat mereka.

"Mahesa tadinya mau tanya kepadamu, Arika. Tapi tidak jadi, katanya," sahut Ranu.

"Mmm... memangnya mau tanya apa?" Arika mengerutkan dahinya penasaran dengan apa yang tadi mereka berdua bicarakan.

"Eh, tidak jadi. Tadinya aku mau tanya namamu saja,"

sahut Mahesa. Dia tidak ingin didahului Ranu yang suka blak-blakan kalau bicara.

"Oh, namaku Arika. Kau Mahesa, kan?" Arika tersenyum hangat kepada Mahesa. Dia menjulurkan tangannya yang langsung disambut jabat tangan Mahesa.

Nyeesss!

Bagai disiram air dingin, hati Mahesa yang serasa gersang menjadi sejuk, "Teruslah tersenyum kepadaku sebagai obat yang mengobati lukaku," ucapnya dalam hati.

"Hmmm, mulai deh pikirannya berkelana. Memang kalau sudah watak itu sulit untuk dihilangkan," gumam Ranu dalam hati. Dia hanya bisa berusaha memaklumi sifat sahabatnya itu.

Di balik sifatnya yang gampang kepincut wanita cantik, Ranu bisa menilai kalau Mahesa sebenarnya punya jiwa yang baik.

***

Dua hari kemudian, luka luar Mahesa sudah mengering benar. Mereka bertiga pun memutuskan untuk turun gunung mengantarkan Arika pulang ke rumahnya. Sedangkan 6 gadis lainnya sudah pulang terlebih dahulu kemarin.

Seharian kemarin, Ranu mengubek seluruh bagian komplek perguruan itu untuk mencari harta benda yang bisa mereka bawa. Selain untuk dibuat bekal mereka berdua, juga dibagikan kepada yang membutuhkan.

"Kau bisa naik kuda?" tanya Ranu kepada Atika.

Gadis itu menganggukkan kepalanya, "Aku sering disuruh ayah mencari dedaunan untuk ramuan obat. Jadi naik kuda adalah hal biasa buatku," jawab Arika dengan riang.

Mahesa terlihat cemberut begitu mengetahui kalau Arika bisa berkuda. Padahal dia berharap kalau dia dan Atika bisa naik kuda berdua. Dia sudah membayangkan bakal dipeluk dari belakang oleh gadis cantik itu.

"Ayo kita berangkat sekarang!" ajak Ranu.

Mahesa dan Arika mengangguk dan lalu berjalan di belakang Ranu yang sudah terlebih dahulu melangkahkan kakinya.

Selepas keluar dari Perguruan Jiwa Darah, mereka bertiga memacu kudanya lumayan cepat agar segera sampai di kaki gunung. Namun begitu tiba di padang rumput tempat Ranu dan Mahesa tempo hari beristirahat, Ranu menghentikan laju kudanya karena melihat pintu gerbang yang sangat besar dan mewah.

Mahesa mendekati Ranu yang masih tercengang melihat gerbang tersebut.

"Ada apa, Ranu? kau seperti sedang melihat sesuatu?"

Ranu tidak langsung menjawab pertanyaan Mahesa. Dia hanya memberi kode agar Mahesa melihat ke arah yang dilihatnya.

"Aku tidak melihat apa-apa di sana," kata Mahesa kebingungan.

"Di sana ada gerbang yang kapan hari diceritakan oleh lelaki tua yang kita temui di tempat makan. Aku harus masuk ke sana untuk mencari petunjuk tentang pusaka ketiga itu" jawab Ranu. Dia kemudian melompat dari kudanya di ikuti Mahesa yang juga melompat turun.

Mereka berdua berjalan mendekati Arika yang masih di atas kudanya.

"Apa kau berani pulang sendiri?"tanya Ranu kepada Arika yang disambut gelengan kepala gadis itu.

Ranu memijit keningnya sambil berpikir," Baiklah, kau pulang dulu bersama Mahesa. Aku masih ada keperluan penting di tempat ini. Nanti setelah urusanku di sini selesai, aku akan menyusul Mahesa ke rumahmu."

Wajah Mahesa langsung berseri-seri. Setidaknya dia masih diberi kesempatan oleh Ranu untuk berduaan dengan Arika.

Meskipun kecewa karena Ranu tidak ikut ke rumahnya, tapi Arika tidak menunjukkannya kepada pemuda itu. Dia lalu melompat turun dari kudanya dan mengambil sebuah ranting lalu berjongkok di samping Ranu

Sambil membuat gambar di tanah dengan ranting yang dipegangnya, Arika memberikan arahan kepada Ranu jalan menuju rumahnya. Ranu sesekali bertanya jika ada yang tidak dipahaminya.

"Baiklah, aku sudah paham. Kalian berangkatlah dulu. Sebisa mungkin hindari pertarungan. Luka dalammu belum pulih benar," Ranu memandang Mahesa yang berada di depannya.

1
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 👍
Was pray
ya jelas dicurigai kan kamu dan suropati jelas2 orang asing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!