Ini salah, ini sudah melewati batas perkerjaan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu dan mengaku
Pulang kuliah ini aku berencana untuk menelpon Om Javar untuk memberitahu soal kehamilan ku yang tak lain dan tak bukan sedang mengandung anaknya. Aku baru sampai di depan gerbang kosan setelah diantar pulang oleh Geovan dari kampus dan tentu saja aku tidak memberitahunya soal kehamilan ini.
"Aku masuk duluan ya sayang. Kamu hati-hati di jalannya."
"Iya, kalo gitu aku pamit. Sampai jumpa besok."
Kuda besi milik Geovan langsung melesat cepat dan aku langsung masuk ke dalam kosan.
"Apa nanti Om Javar bakalan percaya kalo aku hamil anak dia?"
"Gimana kalo semisalnya dia enggak mau bertanggung jawab?"
"Dan pasti Geovan akan sangat marah jika mengetahui aku mengandung anak dari ayahnya." Monolog ku dalam kamar sebelum memberanikan diri untuk menelpon Om Javar.
Sampai pada akhirnya aku memberanikan diri untuk menelponnya karena tidak ada pilihan lain.
"H-halo Om?"
"Ya, ada apa?" Ck, kenapa responnya cuek sekali sih.
"Bisa kita ketemuan? Dimana aja yang Om bisa, karena ada sesuatu yang mau aku omongin."
"Tumben kamu ngajak lelaki lain ketemuan, udah bosen sama anak saya?"
"Terserah Om mau berfikir kayak gimana, tapi aku punya sesuatu yang bener-bener harus diomongin sama Om."
"Oke kalo gitu malam ini di kafe yang kemarin kamu kunjungi. Jam 21.00 jangan terlambat, saya malam menunggu."
Apa?! Jadi dia sadar kalo aku ada di samping mejanya saat di kafe waktu itu?
"O-oh baik Om." Aku langsung menutup panggilan nya dan kembali berbaring di atas kasur, sepertinya masih sempat untuk aku tidur sampai nanti malam.
______________________________________
Aku sudah berada di kafe yang aku kunjungi kemarin dan tentu saja untuk menemui seseorang yang aku telpon tadi. Sebenarnya aku agak gugup untuk menemui lelaki itu dan memberitahu soal kehamilan ini kepadanya.
Minuman milik ku yang aku pesan tadi sudah habis setengahnya karena lama menunggu orang yang aku tunggu-tunggu.
Saat aku sedang memainkan ponsel ku, seseorang duduk di kursi seberang ku yang aku yakini adalah orang yang aku tunggu.
"Udah lama nunggu?"
"Om gak lihat minuman aku yang mau abis ini."
"Siapa tau emang kamu yang lagi haus."
"Sebenarnya itu juga gak salah sih, aku haus juga."
"Lupain masalah itu, apa yang mau kamu omongin sama saya? Uang dari saya kurang?"
"Bukan itu, uang dari Om masih ada. Tapi ada hal lain yang mau aku omongin."
"Apa?" Ucapku sambil mengerutkan keningnya.
"Aku hamil." Jawabku cepat.
"Anak saya?"
"Ya iyalah Om! Aku cuma baru sekali ngelakuinnya sama Om."
"Enggak ada yang tahu, kamu aja kerja di tempat kayak gitu."
"Semenjak kejadian malam itu aku udah enggak lagu kembali ke tempat sialan itu dan Om sendiri juga tahu kan kalo malam itu yang pertama buat aku."
"Lantas sekarang kamu mau kayak gimana? Minta pertanggungjawaban dari saya? Minta saya untuk menikahi kamu?"
Aku terdiam mendengar penuturannya, bagaimana aku bisa meminta pertanggungjawaban darinya yang tidak lain dan tidak bukan ayah dari kekasihku.
"Saya sih enggak keberatan kalo harus menikahi kamu." Sambungnya.
Ucapannya itu kembali membuat aku bungkam, tidak mungkin kan aku harus menikah dengannya? Tapi mau bagaimana lagi hal itu satu-satunya jalan agar masalah ini teratasi.
"Walaupun sebenarnya aku berat buat bilang iya, tapi mau gimanapun ini anak om dan om harus bertanggung jawab atasnya."
"Bagaimana dengan anak saya, kekasih mu?"
"Aku akan menyelesaikan hubungan ku dengannya." Ucapku penuh yakin walaupun sebenarnya aku masih sangat mencintai Geovan dan mungkin akan sangat berat untuk melepaskan nya.
"Cepat selesaikan hubungan kamu dengan dia, setelah itu baru saya akan bertanggung jawab."
"Secepat mungkin bakalan aku selesaikan."
"Ya sudah, ada hal lain yang ingin kamu omongin lagi?"
"Enggak ada, om bisa pergi sekarang."
"Saya antar kamu pulang."
"Aku bisa pulang sendiri kok."
"Tidak ada, saya yang akan antar kamu pulang."
Karena aku sudah tidak bisa lagi menolak ajakannya jadi aku hanya bisa menurut untuk diantar pulang olehnya.
Di perjalanan hanya ada keheningan yang tercipta, aku merasa canggung setelah pengakuan tadi.
"Kita mampir ke supermarket untuk membeli keperluan mu dulu." Tiba-tiba suara dia menginstrupsi ku.
"Enggak usah om, nanti biar aku aja yang cari nanti."
"Tidak ada penolakan."
lagi-lagi ucapannya tidak bisa aku bantah.
Saat ini aku sedang berjalan di sebelah Om Javar yang sedang mendorong troli belanjaan milik ku. Ada susu formula khusus untuk ibu hamil dan banyak belanjaan lainnya yang dia belikan untuk ku.
"Om kayaknya udah cukup deh segini aja, nanti kalo kurang aku bisa belanja sendiri."
"Yakin segini cukup?"
"Yakin! Aku takutnya malah nanti enggak abis dan keburu basi."
"Oh, oke kalo gitu.
Kami pun berjalan ke arah kasir dan membayar semua belanjaan yang tadi. Setelah nya dia mengantarkan ku ke kosan yang untungnya di kosan sedang sepi karena anak kos lainnya pasti sedang ada jam kuliah, jika mereka ada mungkin aku akan mendapatkan banyak pertanyaan dari mereka.
"Aku duluan ya om, makasih banyak buat belanjaannya."
"Sama-sama, apa kamu gak mau tinggal di apartemen milik saya saja? Dilihat dari luar, sepertinya di dalam sana sempit."
"Enggak perlu om, aku udah nyaman kok tinggal disini."
"Baiklah. Nanti saat sudah menikah dengan saya, kamu bisa tinggal di rumah milik saya."
Pipi ku bersemu mendengar kata 'menikah', aku tidak pernah berfikir untuk menikah dalam waktu dekat, aku sudah bertekad untuk menyelesaikan pendidikan ku dulu. Tapi apa boleh buat, semuanya sudah terjadi.
"Kalo gitu saya pulang dulu, kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk hubungi saya."
"Iya, hati-hati di jalan."
Mobil yang dia kendarai sudah berjalan jauh membelah jalanan sore ini, aku langsung memasuki kosan dengan membawa kantong belanjaan yang tadi aku dan Om Javar beli.
Sampai di kamar aku langsung membersihkan diri, setelah membersihkan diri aku langsung merapikan barang belanjaan ku tadi.
Saat tengah merapikan barang-barang tadi, tiba-tiba ada notifikasi chat yang awalnya aku kira dari Geovan tapi ternyata bukan.
'Kamu sudah makan?'
Itu isi chat dari no Om Javar, langsung saja aku balas.
"Belum, baru selesai mandi dan sekarang lagi rapihin belanjaan tadi."
'Tinggalkan dulu kegiatannya, cepat makan. Saya gak mau anak saya kekurangan gizi.'
Ada rasa aneh di dada ku ketika melihat tulisan 'anak saya' memang tidak ada yang salah sebenarnya, toh memang ini anaknya.
"Iya om, sebentar lagi aku selesai. Nanti langsung makan."
'Mau jadi istri saya kok manggilnya masih om?'
Ya ampun apalagi yang si tua bangka ini inginkan?
"Terus mau dipanggil apa dong?"
'Menurut kamu bagusnya apa?'
"Kok malah balik tanya sih?!"
'Ya udah biar saya yang nentuin, karena saya lebih tua dari kamu panggil saya Mas aja.'
"Oke kalo gitu. Udahan dulu ya Mas, aku mau selesaiin ngeberesin belanjaan tadi dulu abis itu baru makan."
Entah kemana hilangnya rasa canggung itu dan aku melupakan fakta bahwa orang yang tadi aku panggil Mas adalah ayah dari kekasihku, Geovan.