Sebuah masa lalu terkadang tidak ingin berhenti mengejar, membuat kehidupan seseorang berhenti sejenak dan tenggelam dalam sebuah luka.
Lituhayu terjebak dalam masa lalu itu. Masa lalu yang dibawa oleh Dewangga Aryasatya, hingga membuat gadis itu tenggelam dalam sebuah luka yang cukup dalam.
Waktu terus bergulir, tapi masa lalu itu tidak pernah hilang, bayangnya terus saja mengiringi setiap langkah hidupnya.
Tapi, hanya waktu juga bisa menyadarkan seseorang jika semua sudah berakhir dan harus ada bagian baru yang harus di tulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Bella
Tak terasa sudah minggu Alana menjadi mahasiswi magang. Dia mulai terbiasa dengan suasana kantor, tapi dia juga mulai punya kebiasaan seperti orang kantor lainnya yaitu minum kopi dan kadang melupakan makan siang.
"Al, kamu suka nge-gym?" tanya Mbak Yuli yang sedang program diet. Tubuh tambunnya mulai membuat semua bajunya terasa mengecil.
"Nggak, Mbak. Aku juga nggak diet. Hanya sesekali nemenin bude jalan pagi." ucap Alana.
"Tapi body kamu membentuk, bagus." Kalimat Yuli membuat Alana terkikik, gadis itu tidak pernah merasa begitu.
Sebenarnya, Yuli tidak berbohong. Dari awal dia memperhatikan tubuh Alana, meskipun gadis itu terkesan tidak menonjolkan tubuh wanita. Tapi postur tinggi 166 cm dengan bagian yang menonjol di setiap lekukannya membuat gadis itu terkesan seksi.
"Eh, ngobrolin apa sih?" Mala yang duduk di kubikel sebelah menggeser kursinya mendekat ke arah Alana dan Yuli.
"Biasa sesama wanita!" jawab Yuli.
" Apaan sih?" Mala malah semakin mendesak.
" Ini, aku kira Alana ikut Gym.Tapi ternyata nggak! Padahal bodinya bagus, pulen git?" jelas Yuli membuat Alana kembali terkikik. Pulen, seperti adonan saja, pikirnya.
" Aku malah penasaran dia perawatan di klinik mana?" timpal Mala yang dari awal sudah memperhatikan Alana.
"Dimana, Al?" tanya Yuli juga penasaran.
"Nggak ada yang perawatan di klinik, Mbak. Uang saku saja pas-pasan, kok." jawab Alana, uang sakunya tak bisa membuatnya perawatan di klinik kecantikan.
" Lagian kulitku juga nggak yang putih gitu." lanjut Alana, kulitnya standart orang Jawa.
"Kulitmu dasarnya emang kuning Langsat, tapi kayak kenyal dan segar itu Lo, bikin aku suka." balas Mala.
" Selera para bule!" lirih Malah sambil mengeringkan genit membuat Alana memutar bola matanya.
Tapi suara pesan di ponsel Alana berbunyi, membuat gadis itu segera membuka pesannya.
'Sayang, aku nggak bisa jemput ya! Ini masih di kampus.'
Pesan dari Dewa membuat Alana langsung menjawab ' Iya'
" Sudah dijemput, Al?" tanya Yuli.
" Aku nggak di jemput, Mbak. Mas Dewa lagi ada acara di kampus." jawab Alana.
" Cie-cie yang pacarnya pak dosen!" goda Mala.
" Tapi pacarmu ganteng Lo, Al. Beda dengan dosen-dosen lainnya." Puji Mala membuat Alana tersenyum.
" Alana juga cantik, manis. Oh ya, ikut mobilku aja, Al. Bisa nyetir, kan?" timpal Yuli.
" Bilang saja muji Alana agar mau nyetirin, Mbak." seloroh Mala yang kemudian memilih untuk menggeser kursi di kubikelnya. Dia pun ikut membereskan mejanya untuk segera pulang.
Alana dan Yuli segera keluar dari kantor berjalan menuju mobil Avanza putih keluaran terbaru. Wanita bertubuh tambun itu segera menyerahkan kunci mobil pada gadis bertubuh semampai itu.
" Kelihatannya Big Bos, datang!" gumam Yuli saat melihat mobil sedan yang berbelok ke tempat parkir.
" Gimana, Mbak?" tanya Alana yang masih berdiri membuka pintu mobil bagian kemudi.
" Sepertinya bukan kunjungan resmi. Mungkin mau ketemu Pak Dahlan saja." jawab Yuli yang sudah faham kegiatan di kantornya.
" Ya sudah, Ayo kita pulang!" ajak Alana yang ingin segera meninggalkan kantornya.
Alana melajukan mobil Avanza putih dengan tenang. Sebenarnya, saat di rumah dia biasa mengantarkan mamanya setiap kali ini pergi dan kebetulan papanya sedang repot.
###
Waktu bergulir dengan cepat. Hubungannya dengan Dewa juga sudah membaik, meski jarang ketemu dengan kesibukan masing-masing. Tapi komunikasi tetaplah lancar.
Dewa memang bukan tipe orang yang aneh-aneh, dia juga tergolong pria yang baik. Mungkin itulah yang membuat Alana jatuh hati dan percaya pada pria itu.
Hari ini Alana pulang lebih awal dari biasanya. Dia pun memutuskan untuk segera keluar dari kantor. Dia akan membeli beberapa keperluan yang dibutuhkan.
Alana segera memesan taxi, gadis itu tidak ingin membuang waktu agar tidak terlambat sampai rumah.
Tak lama, taxi berhenti tepat di sebuah swalayan yang tidak terlalu besar. Dia hanya akan membeli pembalut dan seprintilan kebutuhan pribadi lainnya.
Alana berjalan memasuki swalayan dengan membawa keranjang, dia mendekat ke bagian kebutuhan wanita dan rumah tangga.
Saat dia sibuk mengambil beberapa barang, tubuhnya bersenggolan dengan seseorang.
" Eh , maaf!" ucap Alana.
"Hae, Alana." Gadis berkulit putih itu pun menyapa.
Kini Bella berdiri tepat di depan Alana hingga Alana bisa melihat jelas detail wajah gadis yang pernah dicintai Dewa. Cantik, berkulit putih dengan wajah glowingnya, bagi Alana kecantikan Bella cukup membuat cemburu wanita.
Sesaat Alana terkesiap, hingga akhirnya tersadar, " Hae, juga. " sambut Alana dengan membalas senyum tipis dari bibirnya.
" Sendiri?" lanjut Bella. Terlihat Bella lebih santai dari pada Alana.
" Iya."
" Oh ya, akhir-akhir ini Dewa sulit dihubungi. Apa kamu melarangnya bertemu denganku?" Bella kembali berbicara tanpa menatap Alana, gadis itu terkesan santai dengan mengambil beberapa barang dari rak dan mengumpulkannya di keranjang.
"Aku tidak pernah melarang Mas Dewa. Aku Tidak berhak melarang Mas Dewa." jawab Alana.
Alana terlihat tegang, berbeda dengan Bella yang sudah terbiasa masuk dalam sebuah konflik.
" Ohhh, aku kira kamu melarangnya. Mungkin dia lagi sibuk ya!" sambut Bella sambil tersenyum.
Alana tak menyambung, dia pun mempercepat gerakannya untuk mengakhiri belanja.
" Ehmmm... memang seharusnya kamu tidak pernah melarangnya. Biar bagaimanapun kita pernah melalui banyak hal yang indah bersama."
Mendengar kalimat Bella, Alana hanya mendesah. Dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Sekeras apapun kamu berusaha, tetap saja tidak akan menghapus jejak istimewa antar aku dan Dewa." lanjut Bella. Kali ini gadis itu menghentikan gerakannya. Menatap Alana hingga gadis itu berhenti dan balik menatapnya.
" Apapun itu kenyataannya jejak itu hanya sebuah bayangan. Mari kita berfikir lebih baik agar tidak terbawa halusinasi masa lalu." jawab Alana berusaha menenangkan hatinya.
"Oh ya, aku berharap kalian berdua bukan tipe orang yang bisa menjilat ludah sendiri! Sesuatu yang sudah dibuang tidak seharusnya di rasakan lagi." lanjut Alana.
Alana memang sulit meredam emosi. Bisa terlihat dari suara gadis itu, jika Alana sangat marah. Tapi kalimat terakhirnya mampu menyakiti hati Bella.
" Maaf aku duluan ,Mbak!" ucap Alana yang disambut senyum kaku Bella.
Dalam hati Bella semakin geram, dia tidak akan rela gadis itu memiliki Dewa sepenuhnya meskipun mereka pacaran.