Sebuah kisah tentang seorang wanita bernama Rumondang yang memilih menganut ilmu hitam untuk membalas dendam dan memiliki kekayaan.
Berawal dari sebuah kekecewaan dan penderitaan yang begitu berat, membuat ia harus terjerumus dalam lembah hitam untuk bersekutu dengan sesuatu yang sangat mengerikan.
Ia menempuh jalan sesat dengan memilih memelihara sesosok makhluk mengerikan yang berasal dari daerah suku Batak, Sumatera Utara, yang disebut dengan Begu Ganjang. dimana sosok makhluk ini semakin akan memanjang keatas jika semakin dilihat dan siapa yang bertemu dengannya, maka kematian yang akan ia dapatkan...
Apakah Begu Ganjang? dan apakah Rumondang dapat mencapai tujuannya?
Begu Ganjang, suara yang memanggil dalam kegelapan. Membawa kematian yang sangat mengerikan, teror yang tidak berkesudahan.
Bagaimana kisah selanjutnya, ikuti novel ini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyakit aneh
Ambolas terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa sangat sakit. Bagian lehernya serasa seperti dicekik, dan terdapat luka lebam yang membiru.
Ia mendapati dirinya didalam rumah. Bukankah malam tadi sedang berada dikota? Lalu bagaimana ia dapat pulang?
Sesat ia bergidik ngeri karena mengingat pertemuannya dengan sosok yang mengerikan dan mencoba membunuhnya. Ia meyakini jika itu adalah Begu Ganjang.
Ia merasakan dadanya sangat sesak dan sakit, seolah saluran oksigen menyumbatnya. Pria itu beranjak bangkit dengan langkah terseok. Lalu mencoba memanggil Rumondang, dan ia dikejutkan jika suaranya menghilang.
Pria itu sangat syok. Bagaimana mungkin ia dapat bisu dengan mendadak?
Ambolas ingin mengambil air minum, tenggorokannya sangat kering. Ia berjalan tertatih dengan nafasnya yang sangat sesak menuju dapur.
Ia melihat kompor tampak rapih. Sepertinya Rumondang tidak memasak hari ini, atau mungkin sejak beberapa hari.
"Kemana si Mondang? Kenapa dia tidak memasak?" gumam Ambolas, sebab ia tidak dapat berbicara, karena suaranya yang hilamg mendadak.
Ia menghampiri tudung saji, lau menyingkapnya. Ia menghela nafas dengan perasaan kecewa, dimana tidak ada apapun yang tersedia. Biasanya setiap pagi Rumondang sudah memasak sebelum berangkat kekebun. Tetapi kali ini sepertinya wanita itu sudah melupakan semua kebiasaannya.
:Apakah dia pergi kekebun?" humamnya lirih dalam hati. Ia merasakan perutnya sangat lapar dan juga haus.
Sesaat ia melihat ada beberapa buah singkong yang tergeletak diatas lantai dapur, mungkin ia bisa memakannya dengan.cara dibakar untuk mengganjal perutnya lapar.
Ia menuju dispenser, lalu menuang air kedalam gelas dan mulai meneguknya.
Saat pria itu ingin membuka mulutnya, rahangnya terasa sangat sakit, sulit dibuka lebar, hingga membuatnua membuka sedikit saja dan meneguknya.
Saat air mengalir ke tenggorokannya, tiba-tiba saja rasa sakit dan perih menyerangnya. Bahkan air yang hendak ia telan kembali keluar.
Praaaank
Gelas terlepas dari genggamannya dan pecahannya berhamburan dilantai.
Ambolas tersentak kaget. Tenggorokannya bukan cuma sakit dan perih, tetapi juga terasa panas seperti rasa terbakar.
Jantungnya berdegub lebih kencang, dan ia memegangi tenggorokannya yang bahkan menelan air liurnya saja membuat ia harus mengejang kesakitan.
Wajahnya memerah, dadanya semakin sesak dengan rasa sakit seperti terkena cabai dalam jumlah yang cukup banyak.
Rasa sakit yang dideritanya membuat ia tidak dapat menahan keseimbangan tubuhnya, dan akhirnya limbung ke lantai, sembari terus memegangi tenggorokannya yang semakin panas dan pedas.
Saat bersamaan, ia memuntahkan cabai rawit dengan jumlah yang cukup banyak.
Cabai-cabai itu bersalut darah segar yang memiliki tekstur lebih pekat.
Huuuuuek
Kembali ia memuntahkan cabai, dan kali ini dibarengi oleh darah kental berbentuk hati yang kenyal.
Ambolas tersentak kaget dengan nafasnya yang semakin terasa berat. Belum sempat mendapatkan jeda, kini jantungnya terasa berdenyut, seolah ada yang sedang menekannya dengan benda yang tajam, mirip seperti kuku panjang yang meruncing.
Keringat dingin mulai bercucuran, dan wajahnya memerah menahan sakit yang tak berkesudahan.
Ditengah keputusasaannya, terdengar suara langkah kaki yang terdengar sangat cepat, seolah sedang terburu-buru dan memasuki kamar Rumondang.
Ia mencoba bersuara, namun hanya sia-sia. Pria itu berharap jika saja yang memasuki kamar Rimondang menuju dapur, maka ia akan melihatnya dan menolongnya.
Tak berselang lama, langkah itu kembali keluar dan menuju pintu depan. Harapan Ambolas seperti sirna, ia mencoba menggeser bangku kosong dan menjatihkannya.
Braaaak
Suara bising didapur membuat langkah kaki itu terhenti. Lalu kembali berbalik dan menuju dapur, sepertinya ia tertarik dengan suara ribut tersebut.
Saat langkahnya terhenti diambang pintu, ia dikejutkan oleh penampakan Ambolas yang terlihat sekarat dan tak berdaya.
"Aha do to Amang!" pekiknya dengan perasaan yang kacau. Meskipun pria itu orangtua yang laknat, tetapi melihat kondisinya yang sangat miris membuat hatinya tak tega.
Ia meletakkan tas dipundaknya dan mencoba menghampiri Ambolas yang terlihat senang saat melihat sosok yang datang itu adalah Ture.
Ya, hanya itu satu-satunya boru yang dapat ia andalkan.
Ambolas ingin mengatakan sesuatu, tetapi suaranya tercekat ditenggorokan.
Gadis itu pulang ke rumah untuk mengambil pakaiannya dan juga buku pelajarannya. Sebab Rumondang akan memindahakannya sekolah le kota yang mana jarak rumah baru mereka ke sekolah yang lebih dekat.
Akan tetapi, melihat kondisi sang Bapak yang sangat parah membuat hatinya iba. Entahlah, ikatan darah antara anak dan ayah lebih kental melekat didalam diri sang gadis.
Ture membantu menegakkan tubuh bapaknya, lalu memapahnya. Sekilas ia melirik muntahan cabai rawit yang bersalut darah kental mengotori lantai dapur.
Ia membawa pria itu menuju kamar inangnya. Sudah sangat lama sekali pria itu tak memasukinya dan tidur disana, sebab terlalu sibuk dengan urusannya bersama Dorma.
"Kenapa Bapak jadi begini? Ini pasti kebanyakan minum alkohol! Pakaian bapak bau alkohol!" gerutu sang gadis, sembari mengendus aroma yang sangat memualkan baginya.
Ia membaringkan pria tersebut diatas ranjang, lalu mengganti pakaian sang Bapak yang kotor oleh cairan pekat darah tersebut.
Ture terlihat berfikir keras karena sang bapak sepertinya tidak dapat berbicara. Setiap kali ia menanyakan sesuatu, hanya menggerakkan mulutnya dengan gerakan yang tidak jelas.
Setelah selesai mengganti pakaian Bapaknya, ia kembali ke dapur dan membersihkan pecahan kaca yang berhamburan dilantai.
Saat ia ingin mengepel lantai karena muntahan darah tersebut, ia dikejutkan oleh jumlah cabai rawit yang diperkirakannya kurang lebih sebanyak tiga kilo.
"Kenapa pula bapak muntah cabai sebanyak ini? Apa yang makan cabainya Bapak?" gumamnya dengan nada bingung.
Ia membersihkannya dengan beribu pertanyaan yang belum terjawabkan, sebab sang Amang tak dapat diajak bicara untuk saat ini.
Setelah membersihkan semuanya, ia sepertinya membatalkan untuk pindah sekolah, mungkin ia tetap sekolah disini, dan merawat bapaknya, rasa tak.tega hadir dihatinya. Sejahat apapun Ambolas, ia tetap bapaknya.
Ia menanak nasi, lalu menuju halaman belakang dapur. Ia memetik cabai, dan mengambil kacang panjang yang ditanam oleh inangnya. Wanita yang melahirkannya itu memang sangat serasi berkebun. Apa saja yang ditanamnya akan tumbuh dan berbuah.
Kalau orang tua zaman baholak menyebut orang yang memiliki tangan dingin dalam menanam apapun lahirnya saat gelap, antara malam sampai ke jam enam subuh, kalau yang lahir kesiangan apalagi kesorean, cocoknya dagang atau pun pengusaha, kantoran, atau juga boleh jadi penulis. Itupun kalau para reader percaya..
Ia mulai mesak bening sayur kacang panjang yang dicampur kol, karena dalam fikirannya, orang yang sedang sakit pasti suka makan yang berkuah.
Setelah memasak, ia berniat untuk memanggil seorang tenaga kesehatan untuk memeriksa bapaknya.
Saat sedang memasak, ia mendengar ponselnya berdering, lalu meraih ponsel yang ada didalam tasnya, dan melihat satu nama 'Inang'.
Ia menggeser tombol hijau. "Aha do Inang?"
"Kamu dimana?" tanyanya dengan nada penuh selidik.
Deeegh
Jantung Ture seakan ingin lepas. Sebab ia pulang ke rumah tanpa memberitahu, sebab Rumondang sudah melarangnya dengan keras agar tidak kembali ke rumah lama mereka.
berarti JK Harta Kekayaannya ikutan Musnah ,, Rumondang kembali jd Kismin lagi donk yaa ,, kembali ke Kehidupan Awal lg 🤔🤔😱😱
semoga jg Perkampungan yg td nya Mati kembali Hidup lagi dg banyak nya Masyarakat yg kembali ke Kampung Halaman nya lagi 🤗🤗🤗
Semangat Datu Silaban ,,, Kamu psti bisa Mengembalikan Tondi nya Ture lg ke Jasad nya ,, Aku menaruh Harapan Besar pada Mu , Datu 🥳🥳😘😘
Agam nya Selamat dr si Begu nya ,,, tapi Ture nya malah sdh tak berdaya ,, mna sdh di Cekik nya ,,, apakah Ture selamat , kak ❓❓🤔🤔
knp pula tu Tas yg berisi ramuan nya mlh jatuh dn hilang entaah kmna 😤🥺🥺
sumpah Loch aku deg degan bgt bacanya 😱😱
Takut jg si Agam mati di tangan si Begu 🙈🙈🙈
pdhal mereka baru menyatakan perasaan nya masing-masing Loch ,,, masa mo berpisah alam 😔🥺
ahahayyy tp kek mana dgn wrg desa yaaa kira2 akan ngamuk g ya
ogn nyebur aja dehh 🤣🤣🤣
kekasih hati yg blm terungkap secara lisan 🤣🤣🤣
ayo ture pasti berhasil doa tulus seorang anak demi keselamatan ibunya pasti didengar Rumondang berhasil memutus perjanjian pas diujung ture tercekik