Sulastri tak menyangka kalau dia akan jadi korban pemerkosaan oleh pria yang tak dia kenal, dia sampai hamil dan dihakimi oleh warga karena merasa kalau Sulastri merupakan wanita pembawa sial. Sulastri meninggal dunia dan menjadi kuntilanak.
Wanita yang menjadi kuntilanak itu datang kembali untuk membalas dendam kepada orang-orang yang dulu membunuhnya, dia juga terus gentayangan karena mencari siapa yang sudah merenggut kesuciannya.
Jangan lupa follow Mak Othor biar gak ketinggalan up-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BD Bab 21
Johan dan juga Wandi menatap kuburan Wisnu, mereka tidak menyangka kalau Wisnu akan menyusul Gunawan dengan cepat. Kematian sahabat mereka itu dirasa benar-benar sangat janggal, karena milik pria itu rusak dan perutnya juga bolong.
Isi perut pria itu sampai keluar, usus Wisnu terburai. Semua orang yang melihat jenazah pria itu merasa tidak tega dengan keadaannya yang seperti itu. Mereka sungguh tidak menyangka kalau Wisnu akan meninggal dalam keadaan yang begitu tragis.
"Jo, ngerasa nggak sih kalau kita lagi diincar?" tanya Wandi yang mulai resah.
"Merasa sih, tapi sumpah aku tak menyangka kalau dengan kejadian waktu itu bisa membuat kedua teman kita mati." Johan mengusap air matanya yang mengalir di kedua pipinya.
"Mungkin sekarang kedua teman kita yang meninggal, besok giliran kita berdua."
"Hus! Jangan ngaco ah, semoga saja cuma mereka berdua yang diincar. Kita nggak, kan' Gunawan yang ngebet banget sama Lastri."
Johan masih ingin hidup lama di dunia ini, dia belum siap untuk mati. Dia masih ingin menikmati hidup ini, dia masih ingin menikah dan merasakan yang namanya memiliki keluarga itu seperti apa.
"Kita semua saat itu tergoda sama Lastri, nggak usah numbalin Gunawan." Wandi mendorong jidat Johan.
Walaupun Wandi juga dengan yang namanya kematian, tetapi saat ini jiwanya dituntut untuk bertanggung jawab. Jika saja Sulastri masih hidup, dia pasti akan bersujud di kaki wanita itu. Dia akan meminta maaf.
"Iya sih, bodinya aduhai banget dia. Kalau masalah kecantikan yang menang neng Dea, tapi kalau masalah bodi, pasti pemenangnya adalah Lastri."
"Sudahlah, lebih baik kita tobat aja. Gak usah mikirin yang aneh-aneh lagi, Siapa tahu kalau dengan tobat dan mendoakan arwah Lastri, kita akan dimaafkan."
"Setuju," ujar Johan.
Keduanya akhirnya pulang dari kuburan, karena memang di sana sudah sangat sepi sekali. Walaupun matahari masih terik, tetapi tidak ada orang yang mau berlama-lama di kuburan. Setelah tadi pagi pemakaman selesai, tentunya semua warga langsung pulang ke rumah masing-masing.
Jika kedua pemuda itu memutuskan untuk pulang, berbeda dengan Salman yang saat ini berada di rumah sakit. Pria itu berada di rumah sakit yang ada di kota, dia kini sedang melakukan pemeriksaan terhadap kesehatan istrinya.
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok? Kenapa tidak ada perkembangan ya? Padahal awalnya hanya stroke ringan, kenapa sekarang malah tidak bisa bicara sama sekali? Bahkan, kalau di dudukan di kursi roda saja dia mengeluh kesakitan."
Salman menceritakan perkembangan istrinya saat ini, dokter yang baru saja memeriksa kondisi kesehatan Sinta langsung bersuara.
"Seharusnya kondisi kesehatannya sudah lebih baik, apalagi saya memberikan obat yang paling bagus. Apa selama ini obatnya teratur diminum?"
"Ya, Dok. Selalu teratur, ini bahkan sudah mau habis. Mau minta obat lagi," jawab Salman.
"Boleh, saya akan meresepkan obatnya kembali."
Dokter meresepkan obat untuk Sinta, setelah mendapatkan resep dari dokter, Salman mengantri di depan apotek. Dia dengan sabar menunggu sampai mendapatkan obatnya.
"Kok obatnya agak lain ya dengan yang kemarin?"
Saat Salman menerima obat dari dokter, dia merasa kalau obat yang diberikan oleh dokter sekarang berbeda dengan yang diberikan saat berobat waktu sebelum dia pergi ke kampung.
Karena memang saat pemeriksaan istrinya bulan lalu, yang menemaninya adalah Syahdan. Sedangkan dirinya sibuk menjual aset berharga miliknya, dia sibuk menangani kebangkrutannya walaupun tidak bisa.
"Apa aku tanya ke dokter saja ya? Takutnya salah meresepkan obat," ujar Salman.
Salman mendorong istrinya yang didudukkan di kursi roda, kemudian dia menemui dokter untuk menanyakan tentang obat itu. Setelah bertemu dengan dokter, Salman begitu kaget karena obat yang diberikan oleh Syahdan itu merupakan obat pelumpuh saraf.
"Kok bisa sih Dok? Apa nggak salah cek?"
"Nggak, Pak. Ini memang obat pelumpuh saraf, tapi seingat saya dulu, saya tidak memberikan obat pelumpuh saraf. Karena kalau saya melakukan hal itu, artinya saya melanggar sumpah sebagai dokter."
Dokter mengambil catatan berobat milik Sinta, kemudian dia memperlihatkannya kepada Salman. Di sana tentunya ada diagnosa penyakit Sinta, di sana juga ada obat yang dia resepkan kepada Sinta.
"Astagfirullah! Apa mungkin Syahdan ingin membuat istri saya semakin lumpuh? Tapi, apa motifnya? Karena selama ini saya selalu berbuat baik terhadap dia," ujar Salman dengan perasaan campur aduk.
"Diselidiki saja dulu, Pak. Jangan gegabah dalam bertindak, percuma juga kalau kita tidak punya bukti tapi langsung melabrak. Yang ada nanti kita yang dipenjara," ujar Dokter.
"Ya, Dok. Saya akan melakukan penyelidikan untuk hal ini," ujar Salman.
Salman memutuskan untuk pulang, sepanjang perjalanan dia terus saja berpikir dengan begitu keras. Dari mana awalnya dia harus menyelidiki Syahdan.
"Ya Allah, tolong berikan aku petunjuk."
***
Retensinya kurang, BESTie. Aku akan pantau selama 3 hari, kalau gak naik berarti kisah Lastri akan aku hapus ya🥰
ternyata begitu ceritanya... dasar laki-laki...
jahat pula...
kalo ada udaku geplek pala abg syahdan 🤣
syahdan ini udah termakan omongan ibunya.. kasihan juga sih.. nggak tau apa-apa, malah dimanfaatkan ibunya..