Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.
Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.
Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Seorang wanita rambut keriting membawa tas kecil dan tentengan kantong plastik, naik ke atas motor ojek yang ia tumpangi. Sepanjang perjalanan ke kontrakan, bibirnya selalu tersenyum. "Dengan bukti foto ini aku jamin, Abang akan segera menceraikan kamu Dila" batinya.
"Kamu habis dari mana Silfia?" Tanya Abdullah, pagi-pagi bukan membuat sarapan, tapi istrinya itu justru tidak ada di rumah ketika dia bangun.
"Aku mencari sarapan yang enak, Bang" Silfia segera ambil piring menata kue kesukaannya untuk sarapan. Setelah meletakkan di atas meja, ia membuat kopi untuk Abdullah.
"Kok pakai gula Sil?" Abdullah mengeluarkan kopi dari mulut ketika baru menyeruput sedikit. Karena kopi tersebut manis sekali. Sudah menikah selama empat bulan, tapi istrinya itu sama sekali belum tahu apa yang ia sukai.
"Abang ini ada-ada saja, mana ada kopi pahit" Silfia kesal apapun yang ia buat suaminya selalu mencela.
"Ada, buktinya aku selalu minum kopi pahit, kok" Abdullah menjawab lalu menggigit kue yang Silfia beli. Sebenarnya bosan juga hampir setiap pagi sarapan itu-itu saja. Padahal Abdullah ingin sekali-kali makan nasi goreng yang dimasak Silfia, walaupun tidak seenak buatan Dila. Ingat nasi goreng, Abdullah ingat Dila yang sudah tiga hari tidak pulang hatinya resah. "Kemana kamu Dila?" Batinya, seketika perutnya kenyang setiap mengingat kemana perginya Dila. Seluruh Jakarta sudah ia selusuri, tapi Dila bagai raib ditelan bumi.
"Aku berangkat Sil" Abdullah pun beranjak membiarkan kopi yang masih utuh.
"Belum juga jam tujuh Bang" protes Silfia. Ia kesal, sudah jauh-jauh naik ojek demi membeli kue, tetapi Abdullah hanya mencicipi sedikit.
"Kamu masak makanya Sil, nanti siang aku makan di rumah" Abdullah ambil tas lap top hendak berangkat, tapi tanganya di tahan Silfia.
"Sebenarnya aku mau masak, tapi belum ada stok sayuran, Bang" Silfia minta Abdullah agar mengambil mobil di rumahnya daripada nganggur. Silfia bukan hanya sekali ini meminta mobil itu, karena khawatir Dila yang pada akhirnya memiliki.
"Disini tidak ada garasi Silfia, lagian membeli sayur orang lewat juga banyak, untuk apa ke mall..." Abdullah berdecak, ia tahu istrinya itu hanya ingin bergaya ke mall menggunakan mobil.
"Orang lewat? Nggak mau lah" Silfia merengut kesal, ia pernah membeli sayur orang lewat yang ada tetangga usil bertanya ini itu.
"Memang kenapa? Dila kalau belanja ke tukang sayur, kok" Abdullah ingat Dila yang selalu membeli sayur orang lewat daripada ke pasar. "Berbeda seribu dua ribu wajar saja, itung-itung menolong orang kan, Kak" ucapan Dila itu masih terngiang di telinga Abdullah.
"Bandingkan terus, Bang! Andai saja kamu tahu bagaimana tingkah istri yang kamu banggakan itu di luar sana!" Silfia melepas kasar lengan suaminya.
"Kamu lihat Dila? Dimana Sil?" Abdullah berbinar-binar ingin segera menjemput istrinya yang selalu ia cari-cari.
Melihat perubahan wajah Abdullah yang seketika sumringah hanya karena mendengar keberadaan Dila, Silfia kecewa dan iri.
"Tidak tahu, siapa juga yang melihat Dila!" Silfia yang akan menunjukkan foto pun lebih baik mengurunkan niatnya. Biarkan saja Dila bersama pria lain agar sang suami sepenuhnya menjadi miliknya.
"Baru saja kamu bilang kelakuan Dila di luar sana, maksudnya apa?" Abdullah menatap Silfia seperti menyembunyikan sesuatu.
"Itu sih dari pemikiran aku saja sih, Bang. Aku yakin jika Dila sedang bersenang-bersenang bersama pria lain di luar sana, jika tidak, kemana coba..." Silfia memanas-manasi.
"Jangan ngawur kamu" bantah Abdullah. Pria itu berangkat ke kantor dengan motor besarnya.
Namun, belok ke arah tempat tinggalnya lebih dulu. Siapa tahu saat ini Dila sudah menunggunya di rumah. Abdullah bingung dengan dirinya sendiri, kenapa kala dekat dengan Dila, selalu memusuhi? Padahal sejatinya jika tidak bertemu seperti ini sangat kangen kepada istrinya itu. Ketika sudah mendekati kediaman nya, Abdullah mempercepat laju motor, berharap segera tiba di rumah. Dengan perasaan campur aduk antara rasa bersalah dan harapan agar Dila memberi maaf, Abdullah antusias. Ia membayangkan berpelukan mesra dengan Dila setelah saling memaafkan, hal yang belum pernah mereka lakukan selama menikah.
Blok demi blok ia lewati, hingga tiba di deretan blok X, salah satu di antaranya rumah tersebut milik Abdullah.
"Mobil siapa itu?" Abdullah melambatkan laju motor ketika dari kejauhan tampak mobil mewah di parkir di depan rumah. Ia menyipitkan mata ingin tahu lebih jelas siapa gerangan pria yang bersandar di mobil itu. Namun, tetap saja tidak nyata.
Abdullah terkejut ketika wanita yang dia nanti-nanti muncul dari dalam pagar, sedikit lebih kurus menarik koper diantar Martini.
"Dila..." gumam Abdullah sembari berlari mendekati Dila yang akan masuk ke dalam mobil.
"Tunggu!" Pekik Abdullah.
Dila, Tristan, dan Martini menoleh ke arah Abdullah. Dila tampak kaget, ingin segera masuk kendaraan. Namun, secepatnya tangan Abdullah menyambar lengan Dila.
"Dila... kamu kemana saja?" Abdullah bertanya lembut tidak seperti biasanya. Ia merasa bersalah ketika menatap mata Dila yang redup dan lelah itu.
"Lepas!" Dila berteriak menghempas tangan Abdullah. Namun, tenaga Abdullah lebih kuat.
Tristan yang melihat kejadian itu sebenarnya ingin membantu Dila, tapi ia mengamati lebih dulu seperti apa pria macam Abdullah. Jika memang Dila yang tidak benar, Tristan tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya diam memperhatikan keduanya, karena masalah internal keluarga Tristan tidak seharusnya ikut campur. Masalah seperti itu cukup Dila dan suaminya yang harus menyelesaikan.
"Dila, sekarang masuk dulu, kita selesaikan masalah kita, aku tahu kita saling mencintai" Abdullah memohon.
"Dulu memang aku mencintai kamu, tapi cinta itu sudah hilang setelah saya tahu pria macam apa dirimu!" Dila tidak mau menjadi istri kedua, ia minta cerai dan Abdullah harus mengembalikan dirinya kepada orang tuanya secara baik-baik.
"Tidak Dila, sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan kamu" tegas Abdullah yang masih menahan lengan Dila.
"Terserah kamu, tapi jangan berharap saya akan kembali!" Dila kali ini berhasil melepas tangan Abdullah, lalu masuk ke dalam mobil.
Abdullah hendak membuka pintu mobil, tapi Tristan menghalangi. Mendengar pertengkaran tadi Tristan sudah tahu seperti apa pria macam Abdullah.
"Jangan ikut campur!" Abdullah mendelik gusar.
"Saya akan ikut campur ketika ada pria egois yang ingin memiliki dua wanita sekaligus, tapi tidak bisa berbuat adil!"
Buk!
Pukulan tangan Abdullah yang akan meninju muka Tristan pun hanya mengenai koper Dila, karena Tristan angkat untuk menghalangi wajahnya. Tristan meletakkan koper menjauh dari mobil, kemudian menggulung lengan kemeja.
"Beraninya kamu menantang saya!" Abdullah mengejar Tristan. Dua pria itu ambil ancang-ancang hendak adu jotos.
"Hentikan!" Pekik seorang pria yang baru saja tiba.
...~Bersambung~...
pokoknya ditunggu banget kelanjutannya author
semngattttt
Faiz, sementara ajak Dila ke rumah orang tuamu agar Dila menemukan kebahagiaan & kedamaian dirinya & keluarganya