NovelToon NovelToon
Merayakan Kehilangan

Merayakan Kehilangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Raft

Ini tentang gadis ambigu yang berhasil merayakan kehilangannya dengan sendu. Ditemani pilu yang tak pernah usai menyapanya dalam satu waktu.

Jadi, biarkan ia merayakannya cukup lama dan menikmatinya. Walau kebanyakan yang ia terima adalah duka, bukan bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raft, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menggapai hatimu - 9

...Aku ingin menggapai bulan yang menerangi malam....

...Tapi sepertinya itu tak akan mudah untuk kulakukan. ...

...Bagaimana kalau aku menggapai hatimu saja? ...

...Agar kuisi dengan sejuta bahagia di dalamnya. ...

***

Matahari sudah sangat gagah di atas sana. Memberi hangat kepada makhluk yang ada di bawahnya, juga mencipta cahaya yang membuat bumi terlihat hidup karenanya.

Sesekali mulutnya mengeluh kepanasan, dengan tangan yang menutup matanya agar silau itu tak mengganggu penglihatannya.

"Aku lebih suka hujan daripada panas." Ucap Rai membuat Rey yang berjalan disampingnya berdecak kencang.

"Panas atau hujan sama aja kali."

"Beda, lah! Masa sama?"

"Sama sama cuaca."

Ternyata Rey bisa bercanda juga. Walaupun garing, sih.

"Gimana kamu aja, lah!"

Rai langsung berjalan cepat meninggalkan Rey di belakang, agar bisa cepat juga duduk di bangku kantin, yang mereka sepakati untuk makan bersama atas paksaan Rai.

Rey mana mau ke tempat ramai seperti kantin ini.

Rai membenarkan kacamatanya yang melorot, dan mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin yang sedang ramai-ramainya.

"Rey, kamu duduk disana, tuh! Aku pesen makanannya. Kamu mau beli apa?" Ucap Rai setelah menemukan bangku kosong di ujung ruang, dan menunjuknya dengan tangan.

"Roti bakar coklat sama air mineral aja."

"Oke!"

Rai meregangkan ototnya sebentar sebelum berperang dengan banyaknya orang yang kelaparan. Lalu ia melipat baju tangannya sampai ke pundak dan mempererat ikat rambutnya.

"Roti bakar coklat, dan mie ayam. Aku datang!" Teriaknya menyemangati diri sendiri dan mulai berlari ke depan.

Rey yang melihat tingkah Rai hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.

Setelahnya, Rey mulai duduk di tempat yang sudah Rai tunjuk.

Tapi langkahnya tiba-tiba memelan ketika ada seorang perempuan yang duduk di tempat itu. Apa ia salah tempat? Tapi tadi tempat ini memang kosong.

Tak ada pilihan lain selain mencari tempat baru lagi.

"Kenapa gak duduk?"

Rey menatap perempuan yang duduk di tempat yang akan ia tempati sebelumnya dengan datar.

Mana sudi ia duduk di samping perempuan pembully.

"Duduk aja disini, Rey. Soalnya gak ada bangku kosong lagi."

"Daripada duduk di samping lo. Mending gue makan sambil lesehan di lantai."

Untuk itu, ia menunggu Rai dan berharap perempuan berkacamata itu cepat sampai. Ia benar-benar tidak nyaman.

Senyumnya mengembang ketika Rai mulai berjalan ke arahnya.

Rindu yang melihat itu merasa cemburu. Pasalnya baru kali ini ia melihat Rey tersenyum kepada perempuan selain Renata.

"Lho. Kok gak duduk? Kamu mau makan sambil berdiri?" Tanya Rai ketika sampai.

Padahal masih banyak ruang untuk mereka duduk dan makan.

Ayolah, Rindu tidak selebar itu.

"Makan di kelas aja."

Tapi Rai tidak mau mendengar. Ia malah menyimpan makanannya di meja yang menghadap ke arah Rindu dan menarik Rey paksa agar mau duduk sekarang juga.

"Timbang makan doang, pake harus ke kelas segala. Udah, makan!"

Dengan polosnya Rey langsung menuruti ucapan Rai. Ia pelan pelan mulai menikmati roti bakarnya.

Rai yang melihat Rindu menatap tajam ke arahnya, langsung menyikut Rey untuk menanyakan satu hal.

"Ini tuh pacar kamu?" Tanya Rai sembari menunjuk Rindu dengan garpu yang sedang ia genggam.

Dan Rey langsung menggeleng. "Bukan."

"Tapi waktu itu dia bilang kamu pacarnya."

Rindu tak bereaksi apa-apa. Padahal dalam hatinya, ia sangat malu dan ingin menyumpal mulut Rai dengan saos sambal.

"Bukan. Temen juga bukan."

Rey hanya sebatas kenal. Karena Rindu memang orang yang pasti di kenal oleh warga sekolah.

Tapi ada satu hal yang mengharuskannya dekat dengan Rindu waktu itu. Ketika ia melihat Rindu membully Lengkara hanya karena rasa cemburu. Ia benar-benar marah dan menceramahi Rindu selama satu jam lamanya.

Ia benci perundungan.

"Oh gitu, ya?" Rai sengaja mengeraskan suaranya agar terdengar oleh Rindu dengan jelas.

Walaupun malu, Rindu tidak beranjak dari sana. Ia hanya memasang wajah datar sembari memperhatikan Rey dari tempatnya.

Rey yang sadar akan hal itu menghela napas kasar. Rasanya benar-benar tidak nyaman, ketika makan ia diperhatikan cukup intens seperti sekarang.

"Lo udah 'kan makannya? Kenapa masih diem disini?"

Ketika ditatap balik oleh Rey, Rindu langsung tersenyum cukup lebar. Merasa senang mendapat pertanyaan dari sang pujaan "Udah jelas, 'kan? Gue mau liat lo."

"Tapi gue gak mau diliatin sama lo."

Tanpa memperdulikan makanannya, Rey langsung menarik tangan Rai untuk segera pergi dari sini.

"Ih, mie ayam aku belum habis!" Teriak Rai tidak terima, karena mie ayamnya baru ia makan setengah.

"Beli yang baru, makan di kelas."

Katanya beli yang baru, tapi Rey malah menariknya keluar kantin. Bagaimana, sih?

Ya sudahlah, lagi pun Rai sudah tidak lapar lagi. Ia pasrah saja ketika tubuhnya ditarik Rey untuk kembali ke kelas.

Sedangkan Rindu yang melihat itu mengeluarkan senyuman miris. Ia mati-matian untuk menjadi ketua OSIS agar Rey mau meliriknya.

Karena menurut pemikirannya, jika ia menjadi siswa pertama di sekolah. Ia bisa dengan mudah mendapatkan hati Rey.

Tapi nyatanya? Malah sebaliknya.

Rey malah semakin jauh dari jangkauannya.

***

Karena waktu istirahat masih lama, Rai menghabiskan waktunya dengan membaca novel yang ia bawa dari rumah di bangkunya. Ditemani Rey yang sibuk menulis curahan hatinya.

Mereka sibuk dengan dunianya.

Awalnya semua berjalan lancar. Mereka menikmati apa yang sedang dikerjakan. Tapi ketika Rai membaca adegan bawang, air matanya mendesak untuk keluar.

Sekarang Rai menciptakan kesibukan baru. Yaitu menghapus air matanya, dan berusaha menenangkan dirinya karena ada gejolak yang tak biasa dalam hatinya.

Rey yang terusik karena suara isakan itu menghela napas panjang. "Lo kenapa, sih? Capek gue denger lo nangis mulu."

Ditanya seperti itu, Rai malah mengeraskan isakannya. "Alena nya mati, huaaa!"

"Ck. Lo nangis cuman karena bacaan?"

Masih dengan isakannya, Rai mengangguk membenarkan.

Ketika membaca, Rai memang selalu masuk ke dalam cerita. Bahkan ia selalu menganggap jika dirinya lah pemeran utamanya. Makanya, ketika ada adegan seperti ini, ia tak bisa menahan tangisnya.

"Itu fiksi, Rai! Gak nyata, astaga!"

"Nyata, Rey! Semuanya kayak hidup di kepala aku."

"Apaan, sih. Orang mereka mati semua. Bukan mati, deh. Malah mereka gak ada."

Rai menutup bukunya dan kembali mengenakan kacamata yang sebelumnya ia lepaskan. "Mereka gak mati. Mereka hidup di imajinasi aku. Bahkan puisi buatan kamu aja hidup lho, Rey."

"Mereka mati, Rai. Termasuk puisi gue, dia mati."

Menurut Rai, bukan tulisannya yang mati. Tapi Rey sendirilah yang tak bisa memahami.

"Itu karena kamu bacanya gak pake hati."

"Tapi hati gue emang udah mati."

Dari kalimat itu, juga nada yang Rey keluarkan, sangat kentara jika Rey sedang menyimpan luka yang tak bisa dijabarkan. Atau mungkin, Rey memang sengaja menyembunyikan.

Tapi di mata Rai. Tubuh Rey memang terlihat rapuh sekarang.

"Maksud kamu mati?"

Rey kembali menulis puisi di buku bersampul abu itu. "Lupain."

Rai ingin tau kenapa hati Rey bisa mati. Dan ia ingin menghidupkannya kembali. Rai akan berusaha suatu hari nanti.

***

^^^23-Mei-2025^^^

1
Zαskzz D’Claret
mampir juga thor😁
Sky blue
Bikin kesemsem berat sama tokoh utamanya.
Febrianto Ajun
karyamu keren banget thor, aku merasa jadi bagian dari ceritanya. Lanjutkan ya!
Tít láo
Gemesinnya minta ampun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!