Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nakal
Warning!
Ah, sudahlah ... pokoknya bocil tolong di skip. Happy reading🤗
Dari kamera pengawas Mario melihat gerak- gerik Valeri, mulai dari dia bangun tidur lalu memakan sarapan yang di bawa hilda, Mario mengeryit saat melihat Valeri berlari ke arah kamar mandi. Disaat yang sama Rey muncul hingga Mario mengalihkan tatapannya.
"Kirimannya sudah datang, Tuan." Mario melihat beberapa orang masuk dengan membawa beberapa peti.
Mario bangkit, dan dengan segera Rey membuka satu persatu peti di depan Mario.
"Kau sudah hitung jumlahnya?"
"Tentu saja, Tuan. Tidak ada kekurangan. Semua kwalitas senjata seperti yang kita harapkan."
"Hm." Mario mengambil satu dan mengokangnya, memastikan senjata yang baru dia beli memang bagus.
"Tuan Juan juga mengirimkan beberapa hadiah untuk anda." beberapa wanita bergaun terbuka masuk ke dalam ruangannya.
"Aku tidak membutuhkannya." Mario bahkan tak menoleh sama sekali.
Rey mengerutkan keningnya, lalu membiarkan para gadis itu pergi dengan mengibaskan tangannya.
Tidak biasanya tuannya ini menolak pemberian rekannya.
"Kosongkan jadwalku untuk besok. Aku harus mengunjungi mertuaku." Mario masih memperhatikan senjata di depannya.
Rey mengangguk. "Baik Tuan."
Mario meraih jasnya. "Aku akan pulang. Pastikan mereka aman sampai tujuan." tatapannya kembali jatuh pada peti berisi senjata- senjata yang dia pesan.
...
Valeri sedang duduk santai di balkon dengan membaca buku saat melihat beberapa mobil masuk ke pelataran rumah, Valeri pikir itu Mario, dia bahkan berdiri dan bersiap menyambut pria itu dengan senyuman. Namun saat dia hanya melihat beberapa orang yang membawa peti dia mengerutkan keningnya.
"Apa yang mereka bawa?"
Valeri melihat mereka pergi ke arah belakang rumah lalu hilang di balik pepohonan. "Mungkin bahan makanan," gumamnya tak ingin banyak berpikir.
Valeri tak tahu peti- peti itu berisi barang berbahaya.
Tak berapa lama Valeri berdiri disana dia melihat mobil lain masuk dan saat dia melihat itu benar-benar Mario, Valeri segera keluar kamar untuk menyambut pria itu.
Valeri tersenyum dari ujung tangga saat melihat Mario memasuki rumah. "Sudah pulang?"
Mario menaiki tangga satu persatu hingga tiba di depan Valeri lalu memberikan ciuman di bibirnya. "Kau menungguku?"
Valeri mengangguk. "Maaf, tadi pagi aku bangun kesiangan," ucapnya dengan wajah bersemu.
Mario meraih pinggang Valeri dan menggiringnya ke kamar. "Tidak masalah. Aku tahu kamu lelah."
Valeri tersenyum. "Kalau begitu aku akan minta Hilda menyiapkan makan malam." Valeri berbalik dan menyingkirkan tangan Mario. Namun Mario tak membiarkannya menjauh.
"Biarkan aku memakanmu dulu," ucapnya dengan membawa Valeri ke dalam gendongannya.
Valeri membelalakan matanya saat Mario membawanya ke arah kamar, lalu membaringkannya di atas ranjang.
"Kamu pulang cepat untuk ini?" Valeri menatap pria yang kini berada di atasnya, menatapnya dengan mata tajamnya.
Valeri memandang wajah Mario yang sangat tampan. Pria tinggi dan kekar ini terlampau sempurna sebagai seorang pria. Mario pasti idaman banyak wanita.
Valeri tersenyum. Apakah dia beruntung menjadi istri Mario?
"Tentu saja. Setiap aku ingat bagaimana kamu mendesah aku ingin segera pulang." Mario mengusap pipi Valeri.
Valeri terkekeh. "Apa aku menahan kamu terlalu lama?"
Mario menyeringai. "Tidak, karena sebelumnya kita melakukannya hampir setiap hari."
Wajah Valeri semakin merona. "Benarkah?"
"Hm, kamu selalu memuaskan aku." Mario menyeringai.
Valeri sedikit mengerutkan keningnya, namun Mario tak membiarkannya berpikir lebih lama, dan melabuhkan ciuman di bibirnya.
Gerakan Mario sedikit terburu-buru, membuat Valeri sedikit terkejut. Dengan satu tarikan Mario bahkan merobek pakaiannya.
Valeri terkejut. Dengan kebrutalan Mario saat ini, namun lagi- lagi dia tak bisa berpikir berlebihan saat merasakan gairahnya mulai naik ke permukaan. Tak bisa di pungkiri meski terkesan kasar, tapi Mario juga tak menyakitinya.
Mario membalik tubuhnya hingga kini dia merasakan punggungnya di kecup menciptakan rasa geli dan nikmat bersamaan.
Valeri mendongak saat Mario menarik wajahnya agar menoleh dan mencium bibirnya. Tanpa melepas ciumannya kedua tangan Mario merambati dadanya dan meremas disana menciptakan gairah yang semakin mendesaknya.
Valeri mengeluh di sela ciumannya saat Mario menarik pinggangnya, menahannya agak tinggi, lalu mulai melesakkan tubuhnya.
Mario melepaskan ciumannya dan mulai bergerak, masih dengan menahan pinggang Valeri, sementara Valeri menelungkupkan wajahnya di kasur dengan tangan yang meremas permukaan sprei hingga kusut.
"Oh..."
Valeri merasa milik Mario menghujam sangat dalam, membuatnya merasakan kenikmatan tiada tara.
"Bagaimana rasanya, hum?" Mario menunduk untuk meraih kembali wajah Valeri.
"Ah, terlalu dalam..." Valeri mendesah.
Mario memacu dengan cepat menciptakan suara yang nyaring saat kulit paha mereka beradu. Sebelah tangannya merambat ke depan dan mengusap dan sesekali mencubit bagian labianya, membuat Vareli menggelinjang di terpa gelombang dahsyat.
"Mario!" Valeri menjeritkan namanya. Bukannya berhenti dan membiarkannya sedikit bernafas. Mario justru membalik tubuhnya dan kembali menghujamnya dengan gerakan cepat.
Saat ini Valeri bisa melihat wajah Mario memejam dengan gerakan yang tek berhenti. Wajah tampan itu penuh keringat dengan bibir yang terbuka seolah menikmati kegiatan mereka.
Tangan Valeri terangkat lalu mengusap pipi Mario. Mata Mario terbuka, dan menatapnya. Valeri tersenyum lalu memberikan kecupan di bibir Mario.
Mario menyeringai. "Mulai nakal hum?" Valeri menggigit bibirnya malu. Gerakan Mario berhenti membuat Valeri mengerutkan keningnya heran.
"Ada apa?"
"Mau mencobanya?"
"Apa?" Mario menarik diri dan membaringkan dirinya, "Kemari, naiklah!" Mario mengusapi kejantanannya yang menjulang tinggi.
Valeri menelan ludahnya kasar, lalu bangun dengan ragu. "Ayo, kamu akan menikmatinya."
Valeri bergerak mendekat dan menaiki tubuh besar Mario, sebelah tangan Mario mendorong miliknya untuk kembali melesak kedalam tubuhnya.
Oh ... bibir Valeri terbuka saat merasa Mario begitu tenggelam dalam dirinya. "Bergeraklah!" Valeri menahan tubuhnya di dada Mario lalu mulai bergerak naik turun.
"Bagaimana rasanya, hum?" Mario menyingkirkan rambutnya yang berantakan.
"Ini, ah ... luar biasa."
Mario terkekeh melihat bagaimana Valeri begitu menikmati dan mulai bergerak tanpa henti.
....
"Aku malu sekali." Valeri menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Saat ini dia duduk dengan bersandar di dada bidang Mario. Mereka masih polos dan tak mengenakan sehelai benang pun sebab baru saja selesai dengan kegiatan panas mereka.
"Kamu akan terbiasa." Mario mengusapi lengannya.
"Apa aku dulu seperti itu?" Valeri mendongak.
"Apa?"
"Binal dan nakal?"
"Ya, kamu nakal dan tidak menurut." Entah kenapa Valeri merasa perkataan Mario mengandung arti bias hingga dia mendongak.
Wajah datar Mario menatapnya. "Tapi, percayalah aku tetap menikmatinya." Valeri tersenyum dengan wajah yang masih merona, lalu kembali menyandarkan dirinya di dada Mario.
Kulit mereka yang masih lengket terasa menyatu di bawah selimut yang menutupi keduanya, namun entah kenapa Valeri merasa ini terlalu nyaman untuk di lewatkan. Jadi dia memejamkan matanya menikmati waktunya bersama Mario.
"Aku sudah mengosongkan jadwalku. Kita bisa mengunjungi makam orang tuamu, besok." Mata Valeri terbuka lalu tersenyum.
"Terimakasih."
Mario mengusap pipi Valeri, lalu turun ke bibirnya yang masih tersenyum manis. "Kamu terlalu banyak tersenyum akhir- akhir ini."
....
Kemana ini, gak ada yang komen🤭