Nolan seorang sarjana fisioterapi yg memiliki mimpi menjadi seperti ayahnya seorang dokter hebat yg berhasil menyelamatkan banyak nyawa.
Tetapi dalam prosesnya banyak masalah muncul hingga akhirnya Nolan kehilangan kedua orang tuanya dan harus berjuang bertahan hidup bersama adiknya.
Disaat situasi yg putus asa, orang yg tidak pernah terpikirkan olehnya datang dan memberi secercah harapan.
Sebuah jalan baru yg memungkinkan Nolan untuk mengubah kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenjagaMalam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Penjaga malam
Hujan turun sejak sore, membasahi atap rumah kontrakan kecil dua lantai yang setengahnya telah diubah menjadi ruang praktik fisioterapi sederhana. Plakat kayu bertuliskan “Mahaputra Fisio Center” tergantung miring di dinding depan, sebagian hurufnya telah pudar, seolah ikut lelah bersama pemiliknya.
Nolan Mahaputra duduk sendirian di ruang praktik, memandangi berkas-berkas yang tak lagi ada artinya. Meja kayunya penuh dengan tagihan—listrik, air, sewa rumah, bahkan sisa cicilan alat terapi yang belum lunas. Tak satu pun pasien datang hari ini. Seperti kemarin. Dan kemarin dulu.
"Ini bukan salahmu, Ayah..." gumamnya lirih, menatap foto usang di meja—seorang pria paruh baya berkacamata dengan senyum tenang, menggenggam tangan seorang wanita elegan dengan tatapan lembut.
Mereka. Dokter pasangan suami istri paling dihormati di tempatnya dulu magang. Dan sekarang... hanya kenangan yang kabur.
Kematian mereka dua tahun lalu—katanya karena kecelakaan—masih menusuk seperti pisau berkarat. Terlalu banyak yang janggal. Terlalu banyak yang hilang. Termasuk surat warisan dan semua aset. Dalam semalam, nama keluarga mereka berubah dari “teladan” menjadi “terbebani utang.”
Klinik ini pun berdiri dari sisa pinjaman kecil dan tekad yang mulai retak.
Dan kekasih yang dulu bersumpah akan mendampingi, pergi begitu saja. Tak ada pesan. Tak ada alasan. Meninggalkan lubang yang bahkan lebih dingin dari malam hujan ini.
“Huh...” Nolan mengusap wajah. Rasanya lelah. Lebih dari sekadar fisik. Hati yang penuh luka tak bisa dipijat seperti otot. Tidak ada terapi untuk kehilangan.
Suara pintu depan berderit.
Langkah masuk pelan. Basah. Berat.
Nolan bangkit. "Maaf, sudah tutup—"
“Masih sama... seperti dulu,” suara itu serak, tenang, dan penuh nostalgia.
Di ambang pintu berdiri pria dengan jaket hitam basah, tubuhnya bulat dengan perut buncit, mengenakan topi malam bertuliskan "SECURITY". Nolan menatap tajam sesaat, lalu matanya membesar.
“Pak Yana...?”
Pria itu tersenyum tipis. “Lama nggak ketemu, Lan.”
Nolan cepat menghampiri, membantu melepas jaket hujan pria itu. “Penjaga malam di kampus... dan teman Ayah.”
“Masih inget juga,” kata Pak Yana sambil duduk di kursi ruang tunggu. Wajahnya tak banyak berubah—hanya sedikit lebih lelah dari terakhir Nolan melihatnya.
"Ayahmu orang hebat," katanya pelan. "Tapi orang hebat pun kadang nggak bisa menang lawan takdir."
Nolan terdiam. Perkataannya menghantam langsung ke dada.
“Aku ke sini bukan cuma buat nostalgia,” lanjut Pak Yana. “Aku mau menawarkan pekerjaan.”
Nolan tersenyum kecut. “Saya bahkan nggak bisa mempertahankan pekerjaan saya sendiri, Pak. Klinik ini tinggal nunggu waktu.”
“Justru karena itu,” kata Pak Yana, membuka tas kecil dari kulit usang dan mengeluarkan jam saku tua berwarna hitam pekat, dengan ukiran simbol mata dan bulan sabit.
“Jadi penjaga malam,” katanya singkat, “di tempat lain.”
Nolan mematung. "Maksudnya?"
“Tempat yang bukan dunia ini. Tapi sangat nyata.”
Nolan menghela napas, mengira ini semacam guyonan spiritual atau lelucon. “Pak... saya lagi nggak mood bercanda.”
Pak Yana berdiri dan menyerahkan jam itu ke tangannya. “Jam ini akan berdetak saat waktunya tiba. Kalau kau setuju... jabat tanganku.”
Entah karena lelah, hampa, atau setengah gila, Nolan mengangkat tangannya.
Tangan mereka bertemu.
Dunia langsung terdiam.
Hujan berhenti di udara. Lampu klinik berkedip satu kali, lalu padam. Nolan terpaku. Tak bisa bicara. Tak bisa bergerak.
Suara Pak Yana terdengar dari arah yang tak terlihat.
"Selamat datang di tugas malam terakhirmu, Nolan..."
"Mulai hari ini... kau adalah Penjaga Malam."
[Sistem Terhubung: Sistem Penjaga Malam Diaktifkan]
[Sinkronisasi Dunia 2: Dimulai...]
Matanya terbuka.
Langit ungu.
Udara hangat.
Dan suara tangisan bayi… dua bayi.
Tapi hanya satu yang berada dalam pelukan ibunya.
Dan yang lain...
adalah dirinya.
Diselimuti bayangan.
Tersembunyi dari dunia.
Namun ditakdirkan untuk melindunginya.
Arthur Leywin… saudaraku.