Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Axel terkejut dan buru-buru mematikan ponselnya. Jantungnya berdegup kencang saat ia menoleh ke segala arah, mencari tempat bersembunyi yang cukup aman agar tidak ketahuan. Namun, belum sempat ia bergerak jauh, suara langkah kaki terdengar samar, mendekat dengan cepat.
"Siapa di sana?" seru Irfan tiba-tiba. Ia mengerutkan keningnya dengan mata yang menyapu sekeliling dengan waspada. Tapi, tidak ada siapa-siapa di sana.
"Siapa, Fan?" tanya gadis itu yang kini berdiri di sampingnya. Namun, ia juga tidak melihat siapapun selain mereka berdua. "Kenapa tidak ada siapa-siapa? Aku jelas dengar suara tadi," ujarnya.
"Ya, aku juga mendengarnya," sahut Irfan.
Wajah gadis itu terlihat panik. "Lalu, apa yang harus kita lakukan, Fan? Bagaimana jika orang itu melihat kita dan ... "
Irfan menempelkan jarinya di bibir gadis itu agar berhenti berbicara. Lalu, ia tersenyum, menenangkannya sambil memegang kedua bahu gadis itu. "Tenang, oke? Aku akan cari tahu siapa orang itu. Sekarang kau pergi dulu. Nanti malam aku akan menjemput."
Gadis itu mengangguk patuh, lalu memberi Irfan ciuman singkat sebelum berbalik dan pergi.
Setelah gadis itu tidak terlihat, Irfan kembali menoleh ke sekeliling untuk memastikan semuanya aman, lalu bergegas meninggalkan tempat itu.
Beberapa saat kemudian, Axel muncul dari balik semak-semak. Nafasnya terengah-engah, matanya masih terpaku ke arah Irfan menghilang.
"Huft ... untung aja tidak ketahuan," gumamnya lega. Ia merogoh sakunya, mengambil ponsel, dan segera membuka video yang tadi sempat ia rekam.
Namun, sebelum ia sempat melihat lebih jauh, tiba-tiba sebuah tangan merebut ponselnya dengan kasar.
"Eh ... !"
Ponselnya langsung dibanting dan hancur berkeping-keping.
PYAR!
Axel menatap ponselnya dalam diam. Lalu, perlahan mengangkat kepalanya dan tatapannya bertemu dengan Irfan, yang kini berdiri di hadapannya dengan dada naik turun, dan sorot mata tajam, penuh amarah.
Namun Axel tidak mundur. Wajahnya tenang, meski dadanya ikut bergemuruh. Bukan karena takut, tapi karena menahan dorongan untuk melawan.
"Berani sekali kau mengintip," desis Irfan, suaranya rendah, namun tajam. "Kau melihat semuanya, hah? Kau merekamnya?" Irfan menyeringai, menatap Axel, lalu beralih pada ponsel yang sudah hancur.
"Kau pasti mau melaporkan ku ke kepala sekolah dengan menggunakan ponsel itu sebagai bukti, bukan? Tapi sayang, ponselnya sudah hancur." Irfan menginjak ponsel itu dengan mata tajam yang menatap Axel.
Axel mengangkat alis, lalu tersenyum tipis. "Aku hanya tidak menyangka jika di sekolah ini ada siswa yang mempunyai perilaku buruk seperti mu. Dan, ya ... Aku memang akan melaporkan mu pada kepala sekolah."
Irfan mengepalkan tangannya. Dia mencengkeram kerah baju Axel dan mendorongnya keras hingga punggung Axel terbentur dinding. "KAU PIKIR, KAU SIAPA, HAH? APA KAU TIDAK TAHU SIAPA AKU?" bentak Irfan.
Axel hanya diam. Kedua tangannya mengepal, siap menghajar Irfan. Namun, ia mencoba menahannya karena tidak ingin membuat masalah, apalagi sampai identitasnya terbongkar.
Bisa-bisa, Elsa akan mengusirnya dari rumah, dan dia tidak mempunyai kesempatan untuk bisa dekat dengan gadis itu lagi.
Dia juga tidak akan melaporkan tindakan tercela yang sudah Irfan lakukan, meskipun ia bisa dengan mudah melakukannya. Karena, jika Irfan di keluarkan dari sekolah, tidak menjamin Elsa akan mengakhiri hubungan mereka. Apalagi, satu-satunya bukti yang Axel punya sudah hancur.
"Aku peringatkan, jangan macam-macam denganku. Atau ... Kau akan menerima akibatnya." Irfan melepas cengkeramannya dengan kasar dan pergi dari sana.
Axel merapikan kembali bajunya, menatap punggung Irfan yang semakin menjauh. "Kau beruntung hari ini, Irfan. Tapi, aku tidak bisa menjamin kau selamat lain kali," gumam Axel dengan tatapan tajam. Namun, sedetik kemudian dia mendesah panjang. "Aish, sial! Ponsel ku!" Axel mengambil ponselnya yang sudah tidak berbentuk. Di dalam nya, tidak hanya berisi video Irfan dan gadis itu, tapi semua pekerjaan nya ada di sana.
"Jika bukan karena ingin mendapatkan Elsa, aku sudah menghajar mu, sialan!" umpat Axel. Tapi, kemudian ia menyeringai licik. "Tidak! Masih ada cara lain untuk membalasnya."
...****************...
Jam pelajaran kembali di mulai. Namun, tiba-tiba ada pengumuman, panggilan atas nama Irfan agar datang ke ruang kepala sekolah.
Semua teman sekelasnya, sedikit terkejut mendengar hal itu. Irfan, sudah biasa di panggil guru karena tindakannya yang semena-mena. Tapi, ini kepala sekolah?
Irfan, di minta menghadap kepala sekolah. Tentu, semua siswa penasaran dengan kesalahan yang Irfan lakukan, sampai-sampai kepala sekolah sendiri yang bertindak.
Sedangkan Irfan sendiri sudah bisa menebak, apa yang terjadi? Hanya saja, ia tidak menyangka jika tukang kebun itu tidak takut dengan ancamannya.
"Awas, kau. Setelah ini, aku pasti akan memberimu pelajaran," batin Irfan, geram. Dia menggebrak meja, berdiri dengan kasar sehingga kursi yang ia duduki terjatuh. Lalu, ia berjalan keluar kelas, menuju ruang kepala sekolah.
TOK! TOK! TOK!
Irfan membuka pintu, dan benar saja ada Axel di sana. "Dasar tukang kebun sialan," geram Irfan dalam hati. Dia masuk dengan langkah pelan, namun tatapannya yang tajam tidak lepas dari Axel.
"Ada apa anda memanggil ku, pak?" tanya Irfan.
Pak Beni meletakkan ponsel yang sudah tidak berbentuk di meja, tepat di depan Irfan dan Axel. "Bisa kau jelaskan ini?"
Irfan tersenyum sinis, lalu beralih menatap Axel. "Jadi, kau melaporkan ku pada kepala sekolah hanya karena ponsel murahan ini? Jika kau ingin aku mengganti nya, kenapa tidak bilang dari awal, hah?"
"Irfan! Bicara yang sopan!" sentak Pak Beni.
Axel memberi kode melalui kedipan agar Pak Beni tidak terbawa emosi. Karena sejak awal, ia sudah meminta Kepala sekolah untuk merahasiakan identitasnya.
"Pak, untuk apa bicara sopan dengan tukang kebun ini? Aku merusak ponsel murahan itu karena kesalahannya juga. Jadi ... "
"Ganti!" potong Axel cepat. "Kau sangat kaya, bukan? Aku rasa, hanya mengganti ponsel murahan itu, tidak berat untuk mu."
Irfan berdecih kasar. Dia mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang Cash sebanyak satu juta dan melempar, tepat di wajah Axel.
"Ini ambil!"
Pak Beni begitu murka dengan tindakan Irfan. Dia kembali menggebrak meja, dan berdiri menunjuk Irfan. "JAGA SIKAPMU, IRFAN! ATAU AKU AKAN ... "
"Sudahlah, pak. Tidak masalah," sela Axel, masih terlihat tenang dan santai. Lalu, ia beralih ke arah Irfan. "Uang itu tidak akan cukup," ucapnya.
"Tidak cukup? Memangnya, berapa harga ponsel murahan mu itu, hah?"
"Cek saja," ujar Axel.
Irfan tersenyum sinis. Dia mengambil ponsel Axel, dan mencari nama merk ponsel tersebut. Tapi, begitu ia menemukannya, ia nampak terkejut. Bahkan, ia mengusap kedua matanya dan kembali membacanya.
"Tidak mungkin," gumam Irfan, tidak percaya. Dia mengambil ponselnya, mengecek harga ponsel milik Axel.
"APA? 39 JUTA?" pekik Irfan.
"Ya, itu benar. Dan aku ingin Cash," seringai Axel.
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....