Kintania Raqilla Alexander

Flashback On.

Di dalam rumah megah keluarga Alexander, seluruh anggota keluarga berkumpul di ruang keluarga yang luas dan elegan. Lampu gantung kristal memancarkan cahaya lembut, sementara aroma bunga segar menyebar di udara, menciptakan suasana hangat dan nyaman khas keluarga terpandang.

"Qilla," nyonya Bella memanggil dengan nada hangat dan penuh perhatian, suaranya lembut dan menenangkan.

Gadis manis itu mengalihkan pandangannya dari novel yang dibaca, menutup buku itu dengan rapi dan meletakkannya di pangkuannya. "Iya, Bu?" jawabnya dengan senyum manis.

"Segera mandi dan kenakan gaun yang sudah ibu siapkan di kamarmu. Kita akan makan malam bersama malam ini," kata nyonya Bella dengan senyum hangat.

Dengan senyum ceria, Qilla mengangguk, dia berfikir bahwa acara makan malam itu mungkin adalah kejutan untuk menyambut kembalinya sang papa yang telah lama pergi mengurus bisnis keluarga di luar negeri.

Gaun hitam sederhana yang dipilih nyonya Bella sangat pas di tubuh Qilla, menonjolkan kesan anggun dan sopan yang sempurna untuk acara makan malam bersama. Potongan leher berbentuk hati dan lengan balon yang mengembang memberikan sentuhan klasik dan elegan.

Sementara berlian-berlian kecil di bagian dada menambah kilau halus yang memikat. Rok yang mengembang menyapu lantai dengan anggun membuat setiap langkah Qilla terlihat seperti seorang princess. Wajah polosnya yang dihiasi senyum malu-malu memancarkan pesona alami yang tak bisa diabaikan.

...****************...

Saat tiba di restoran tempat favorit kedua orang tuanya, Qilla merasa sedikit heran saat melihat meja VIP yang telah dipesan untuk keluarga mereka memiliki tiga kursi kosong. Padahal, keluarganya hanya terdiri dari Papa, Ibu, dan dirinya sendiri.

"Kenapa ada tiga kursi kosong, ya?" Qilla penasaran dengan tiga kursi kosong di meja VIP, tapi gadis itu memilih untuk tidak bertanya. Yang jelas, dia sangat senang bisa makan malam bersama keluarganya, terlebih saat melihat banyak hidangan favoritnya sudah tersaji di depan mata.

Tiba-tiba, pintu ruangan VIP terbuka, dan tiga orang memasuki ruangan dengan aura yang elegan.

"Maaf, kami sedikit terlambat," ujar seorang pria dewasa dengan suara yang halus dan sopan. Mereka terdiri dari sepasang suami istri yang terlihat harmonis dan seorang pria muda yang langsung mengisi kursi-kursi kosong yang membuat Qilla semakin penasaran tentang identitas mereka.

Qilla menunduk sedikit, memberikan senyum ramah kepada para tamu. Gadis itu masih belum memahami situasi dengan jelas, pikirannya masih berputar tanpa kesimpulan yang pasti tentang kehadiran para tamu tersebut.

Nyonya Bella menyambut dengan hangat, "Selamat datang, nyonya Lesyah dan tuan Jayden. Kami juga baru saja tiba, jadi tidak perlu khawatir tentang keterlambatan." Suaranya lembut dan penuh keakraban, membuat suasana terasa lebih santai.

Nyonya Lesyah membalas dengan senyum hangat. "Terima kasih, nyonya Bella."

Makan malam pun dimulai dengan suasana yang tenang dan penuh etika, sebagaimana layaknya acara formal. Qilla yang memiliki selera makan yang baik, awalnya sangat menikmati setiap suapan.

Hingga....

"Jadi, bagaimana kalau kita langsung membahas soal perjodohan ini?" tanya tuan Kai Damian Alexander, papa Qilla yang terlihat begitu tenang. Mendengar kata perjodohan, Qilla langsung terdiam, garpu di tangannya nyaris terlepas karena terkejut.

"Apa... perjodohan?" Qilla mengulangi kata itu dengan suara yang hampir tak terdengar, seolah dirinya tidak percaya apa yang baru saja didengar.

Selera makan Qilla lenyap seketika. Dengan gerakan perlahan, Qilla menoleh ke arah pria yang kini duduk berhadapan dengannya, yang kini disebut sebagai calon suaminya. Pandangannya penuh dengan campuran rasa penasaran, sedih, dan ketidakpercayaan.

"Kami telah banyak mendengar tentang Qilla dari tuan Kai, dan saya terkesan dengan anak kalian. Dia sangat cantik dan sopan. Saya sangat ingin menjadikannya menantu keluarga Bartles, dan saya yakin, putra kami tidak akan menyesal menjadikannya istri," kata nyonya Lesyah dengan nada bangga, senyumnya melebar memancarkan kepuasan melihat calon menantu pilihannya.

"Qilla memang anak yang luar biasa, bukan hanya cantik dan sopan, tapi juga memiliki prestasi yang membanggakan. Kami sangat terkesan dengan potensinya," tambah tuan Jayden, memberikan pujian yang tulus.

"Bagaimana kalau kamu dan Brian berbicara berdua saja dulu? Kalian perlu mengenal satu sama lain lebih dekat," usul tuan Jayden dengan nada yang lembut.

Qilla hanya menunduk, dadanya terasa sesak. Gadis itu ingin mengatakan tidak, ingin menolak perjodohan itu, tapi kata-katanya terhalang di lidah. Pandangannya perlahan terangkat, menatap pria yang sejak tadi duduk diam tanpa sepatah kata pun.

Brian Jayden Bartles, pria berusia delapan belas tahun, dikenal sebagai yang sangat cerdas dan memiliki banyak prestasi. Namun, sifatnya yang dingin dan tidak banyak bicara membuatnya tampak seperti sosok yang sulit didekati. Brian adalah sosok yang sangat dikagumi dan dicintai oleh banyak kaum wanita. Dia sangat terkenal di kota mereka, tidak hanya karena prestasinya sebagai kapten basket yang selalu membawa timnya meraih juara pertama di berbagai pertandingan nasional dan internasional, tetapi juga karena wajahnya yang sangat tampan. Kombinasi antara ketampanan fisik dan prestasi gemilang ini membuatnya memiliki banyak penggemar.

Hubungan antara orang tuan Brian dan tuan Kai sudah terjalin sejak lama, keduanya memiliki hubungan persahabatan yang erat dan juga menjalin kerja sama bisnis yang kuat dengan keluarga Alexander.

Pria itu menatap Qilla dengan tatapan datar, wajahnya yang tenang namun dingin tanpa sedikit pun ekspresi, membuat Qilla merasa seperti berada di ruang yang hampa. Tidak ada senyum, tidak ada anggukan, bahkan tidak ada sapaan yang menyambut. Hanya tatapan yang menusuk membuat Qilla begitu takut dan asing. Tatapan itu terasa seperti pisau yang mengiris hatinya, membuatnya ingin menangis.