NovelToon NovelToon
Garis Darah Pemburu Iblis

Garis Darah Pemburu Iblis

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Cinta Terlarang / Iblis / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:650
Nilai: 5
Nama Author: Aria Monteza

Saat gerbang Nether kembali terbuka, Kate Velnaria seorang Ksatria Cahaya terkuat Overworld, kehilangan segalanya. Kekuatan Arcanenya hancur di tangan Damian, pangeran dari kegelapan. Ia kembali dalam keadaan hidup-hidup, tetapi dunia yang dulu dikenalnya perlahan berubah menjadi asing. Arcane-nya menghilang, dan dalam bayang-bayang malam Damian selalu muncul. Bukan untuk membunuh, tetapi untuk memilikinya.
Ada sesuatu dalam diri Kate yang membangkitkan obsesi sang pangeran, sebuah rahasia yang bahkan dirinya sendiri tidak memahaminya. Di antara dunia yang retak, peperangan yang mengintai, dan bisikan kekuatan asing di dalam dirinya, Kate mulai mempertanyakan siapa dirinya sesungguhnya dan mengapa hatinya bergetar setiap kali Damian mendekat.
Masa lalu yang terkubur mulai menyeruak, membawa aroma darah, cinta, dan pengkhianatan. Saat kebenaran terungkap, Kate harus memilih antara melawan takdir yang membelenggunya atau menyerahkan dirinya pada kegelapan yang memanggil dengan manis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aria Monteza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9. Misi pertama

Beberapa hari setelah insiden duel dengan Lyra, suasana di antara tim Orion mulai mereda. Kate tetap berlatih keras, menjaga jarak agar terhindar dari konflik, sementara Orion tampak semakin sering memperhatikan perkembangan gadis itu diam-diam.

Suatu pagi di ruang pertemuan utama kastil, Orion berkumpul bersama timnya, Lyra, Jasper, Danzzle, dan Kate. Di hadapan mereka, seorang utusan Tetua berdiri sambil membacakan surat perintah resmi.

"Dalam tiga hari terakhir, desa pesisir Elmridge melaporkan kemunculan makhluk Nether di sekitar pantai mereka," suara sang utusan menggema di ruang batu itu. "Misi kalian adalah menyelidiki sumber kemunculan makhluk itu, melindungi penduduk, dan jika perlu menghapus ancaman tersebut."

Orion mengangguk serius mendengar tugas yang akan mereka jalankan.

"Misi ini tingkat dua," tambah sang utusan, "bukan sekadar patroli. Kalian harus berhati-hati. Ada indikasi makhluk yang muncul memiliki tingkat agresif yang tidak biasa."

Setelah sang utusan pergi, Orion menatap timnya satu per satu.

"Ini akan menjadi misi pertama kita setelah formasi baru," kata Orion, dengan tatapan sesaat kepada Kate.

Lyra tampak ingin membantah, tetapi Orion mengangkat tangannya, memotong sebelum gadis itu bisa berbicara.

"Kita semua akan turun tangan. Tidak ada pengecualian."

Danzzle menyeringai tipis, berusaha mengurangi ketegangan. "Yah, anggap saja ini perjalanan menyenangkan ke pantai," katanya bercanda.

Jasper hanya mengangguk singkat, tenang seperti biasa. Kate diam, hatinya berdebar. Ia tahu, ini bukan sekadar misi biasa. Menghadapi makhluk Nether berarti berhadapan dengan energi gelap yang berkaitan erat dengan asal mula luka di dalam dirinya. Namun ia juga tahu, ini saatnya untuk menunjukkan bahwa ia pantas berada di sini.

***

Keesokan paginya, tim Orion berangkat. Mereka bergerak cepat, menunggangi kuda menuju desa pesisir yang terletak beberapa hari perjalanan dari kastil. Selama perjalanan, Kate memperhatikan interaksi di antara anggota tim. Lyra tetap menjaga jarak darinya, Jasper bersikap profesional, dan Danzzle sering kali mencoba mencairkan suasana dengan obrolan ringan. Orion seperti biasa, lebih banyak diam, pikirannya tampak sibuk dengan strategi.

Ketika malam turun, mereka berkemah di tepi hutan sebelum mencapai Elmridge. Di dekat api unggun, Orion menjelaskan rencana yang sudah seharian ada dipikirannya.

"Kita akan membagi tugas. Jasper dan Lyra menyisir perbatasan desa. Aku dan Danzzle akan mengawasi dari tengah. Kate..." Orion menoleh padanya. "Kau juga ikut bersamaku."

Kate mengangguk tenang, walaupun di dalam hatinya ada rasa gugup aneh. Sudah cukup lama ia tidak pernah terjun dalam misi, ini pertama kalinya ia kembali dengan tim yang berbeda. Itu membuatnya merasa canggung.

Setelah rencana disusun dan makan malam sederhana dibagikan, suasana menjadi lebih santai. Jasper mulai membersihkan senjatanya, Danzzle mengutak-atik botol ramuan kecil, sementara Lyra duduk menyendiri dengan ekspresi lelah tapi waspada.

Kate yang merasa tak nyaman hanya diam, perlahan mengambil seruling emas yang tergantung di ikat pinggangnya. Ia meniupnya perlahan, membiarkan alunan lembut mengalir ke udara malam. Nada-nada melayang di antara pohon-pohon, bercampur dengan suara api yang berderak. Lagu yang dimainkan Kate terdengar sederhana, tetapi memancarkan kehangatan yang mendalam. Seperti suara angin yang membelai dedaunan.

Tanpa disadari, obrolan pelan di sekitar api unggun mulai mereda. Jasper mendongak dari senjatanya, Danzzle tersenyum kecil sambil mendengarkan, dan bahkan Lyra yang semula acuh, sempat menoleh sekilas ke arah Kate.

Orion yang duduk di sisi lain api memperhatikan Kate dari balik kepulan asap. Ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu. Bukan hanya permainan musiknya yang indah, melainkan ketenangan dan ketulusan yang terpancar dalam setiap nada. Sejenak semua ketegangan seakan menghilang, dibawa pergi oleh alunan seruling emas itu. Saat lagu berakhir, Kate menurunkan serulingnya dengan tenang dan hanya tersenyum tipis, seolah ingin menghilang kembali ke dalam bayangan malam.

"Terima kasih," gumam Danzzle pelan, memecah keheningan.

Kate hanya mengangguk, tak banyak berkata-kata. Orion akhirnya berdiri dan mengumumkan bahwa mereka perlu bergantian berjaga malam itu. Perjalanan masih panjang, dan apa yang menanti di Elmridge kemungkinan besar jauh lebih berat dari sekadar kelelahan.

Malam itu, di antara nyala api yang perlahan meredup dan langit bertabur bintang, ketegangan yang selama ini menjerat tim Orion mulai sedikit mengendur. Semua berkat sebuah lagu dari seruling emas seorang gadis yang tak pernah mereka benar-benar pahami.

***

Perjalanan kembali diteruskan keesokan harinya. Hingga sesampainya di Desa Elmridge mereka disambut dengan pemandangan suram yang langsung menyesakkan dada.

Jalanan yang seharusnya dipenuhi suara riang anak-anak kini kosong dan sunyi. Rumah-rumah kecil berjejer rapat di sepanjang pesisir, jendela-jendelanya tertutup rapat, beberapa bahkan dipaku dari luar dengan papan kayu seadanya. Asap tipis mengepul dari cerobong-cerobong, menandakan adanya kehidupan di dalam, tetapi tak seorang pun tampak berani keluar.

Pantai yang biasanya menjadi denyut nadi desa itu kini tertutup kabut kelabu. Debur ombak terdengar berat, seolah ikut membawa kesedihan dari lautan. Ketakutan terasa seperti kabut itu sendiri, merayap, menyesakkan, dan sulit dihindari.

Penduduk yang mereka jumpai, sebagian besar nelayan dan keluarganya, menatap dengan mata lelah dan penuh kecemasan. Wajah-wajah itu menua jauh lebih cepat dari usia mereka, dihiasi kerutan kekhawatiran yang mendalam. Beberapa anak kecil mengintip dari balik tirai compang-camping, tatapan mereka kosong, seolah sudah terlalu sering melihat mimpi buruk.

Kepala desa seorang pria tua bernama Harold, berjalan terpincang menghampiri mereka. Kaki kanannya dibalut kain kusam, dan ia menahan napas setiap kali melangkah, seakan rasa sakit telah menjadi bagian dari dirinya. Saat berbicara, suaranya tergesa-gesa dan penuh tekanan, seperti seseorang yang takut waktu mereka sudah hampir habis.

"Mula-mula hanya bayangan di tepi air," kata Harold, suaranya parau. "Tapi kemudian, hewan-hewan mulai menghilang. Ayam, kambing, bahkan anjing-anjing kami." Ia mengusap wajahnya yang dipenuhi garis kelelahan. "Lalu suara-suara aneh mulai terdengar di malam hari dan kemarin malam, salah satu pemuda kami diserang."

Wajah Harold mengeras, dan suaranya bergetar saat melanjutkan, "Dia nyaris tewas kalau saja tidak berhasil kabur ke rumahnya. Tubuhnya penuh cakaran, seolah-olah makhluk itu mencoba mengulitinya hidup-hidup."

Orion melangkah maju, nada suaranya tetap tenang meski matanya mengeras. "Apakah ada yang melihat wujud makhluk itu?"

Harold menggeleng putus asa. "Kabut terlalu tebal. Kadang kami melihat sesuatu bergerak tampak tinggi, gelap, membungkuk aneh. Tapi mereka bilang, yang paling menyeramkan bukan penampakannya..." Ia menelan ludah, matanya menerawang. "Melainkan raungannya. Suara itu bukan dari manusia, dan bukan dari hewan biasa. Seperti sesuatu yang datang dari dasar neraka."

Di sekeliling mereka, penduduk mulai berkumpul, tetap menjaga jarak seolah takut bahkan kepada ksatria-ksatria yang baru datang ini. Wajah-wajah itu penuh harapan putus asa, menggantungkan keselamatan mereka pada tim Orion.

Kate merasakan dada sesak, melihat betapa dalamnya penderitaan desa ini. Tangannya tanpa sadar mengepal di sisi tubuhnya. Orion mengangguk pelan, matanya menyapu seluruh desa yang seakan ditelan rasa putus asa itu.

"Kami akan mulai patroli malam ini," kata Orion, suaranya seperti baja di tengah badai. "Kami berjanji akan melindungi desa ini."

Harold hanya bisa mengangguk, matanya berkaca-kaca, seakan baru saja diberi satu-satunya pelampung di tengah lautan kegelapan. Untuk pertama kalinya dalam beberapa pekan, ada secercah harapan yang berani menyalakan cahayanya di tengah kabut.

***

Saat malam tiba dan kabut menebal, tim Orion mulai bergerak dalam formasi. Kate berjalan di sisi Orion, matanya tajam meneliti sekitar. Udara malam terasa berat, aroma asin laut bercampur dengan sesuatu yang lebih tajam seperti bau busuk khas makhluk Nether.

Setiap langkah mereka menginjak pasir basah terasa menegangkan, seolah bumi sendiri menahan napas. Namun berbeda dari sebelumnya, Kate bisa merasakan sesuatu yang lebih dalam. Sebuah kehadiran mengerikan yang mengendap-endap di antara kabut, mengawasi mereka, menunggu.

Meskipun makhluk itu belum menampakkan diri, naluri Kate berteriak keras. Makhluk itu terlalu kuat. Dalam kondisi arcanenya yang belum pulih sempurna, memaksakan diri bertarung hanya akan merepotkan timnya. Kate kemudian melirik ke arah Orion, mengumpulkan keberanian.

"Orion," bisik Kate pelan, suaranya hampir tenggelam oleh desir angin, "izinkan aku berjaga di menara pengawas itu."

Ia menunjuk sebuah menara sederhana dari kayu tua, dibangun oleh penduduk desa sebagai titik pantau darurat. Orion mengernyit dan menimbang, sebelum akhirnya mengangguk pendek. Dia cukup bijak untuk tidak mempertanyakan keputusan yang bisa membantu menjaga ritme tempur tim.

Kate segera berlari ke menara itu. Di bawah perlindungan kabut, ia mengeluarkan seruling emasnya. Bukan seruling biasa. Seruling itu adalah artefak magis, yang hanya bisa digunakan oleh ksatria berelemen mental, dan Kate meski dikenal dengan elemen cahayanya, juga memiliki darah elemen mental mengalir dalam dirinya. Seruling ini memungkinkan dia untuk mengalirkan energi mental ke dalam alunan musik, memberikan dukungan dari kejauhan tanpa harus langsung terjun ke dalam pertempuran.

Kate menempelkan seruling ke bibirnya, jari-jarinya lincah menyusuri lubang-lubang kecil itu. Nada pertama mengalun, lembut dan bergema di antara kabut. Suara itu nyaris tak terdengar oleh telinga biasa, tapi bagi teman satu timnya itu adalah bisikan kekuatan. Nada-nada itu memperkuat konsentrasi mereka, mempercepat regenerasi stamina, dan menjaga mental mereka tetap jernih di bawah tekanan Nether.

Sementara itu, di garis pantai. Mereka baru berjalan beberapa puluh langkah dari tepi air ketika angin mendesis, membawa serta suara raungan rendah dari kejauhan. Semua berhenti serempak. Dari balik kabut, perlahan-lahan, sosok-sosok mengerikan mulai bermunculan.

Bukan satu. Melainkan beberapa. Makhluk Nether dengan tubuh bagaikan asap hitam pekat, mulut ternganga penuh gigi runcing yang bersinar licin di bawah cahaya bulan samar. Cakar-cakar panjang mereka meneteskan cairan gelap, menodai pasir dengan noda yang tampak membusuk seketika.

Orion mengangkat tangannya, memberi isyarat. "Formasi bertahan," katanya tegas, suaranya sekeras baja.

Jasper dan Lyra segera bergerak, membentuk sayap perlindungan, sedangkan Danzzle berdiri di belakang, siap memberikan dukungan penyembuhan.

Di atas menara Kate terus memainkan serulingnya, setiap nada mengalirkan kekuatan ke dalam dada rekan-rekannya. Meski tidak menghunuskan pedang atau meluncurkan sihir, ia bertarung dengan caranya sendiri. Dan saat makhluk-makhluk itu meluncur maju dari dalam kabut, suara seruling emas itu terdengar sedikit lebih keras. Seperti janji sunyi bahwa Kate ada bersama mereka, menahan ketakutan dan kehancuran.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!