Ketika sedang dihadapkan pada situasi yang sangat sulit, Farida Agustin harus rela terikat pernikahan kontrak dengan seorang pria beristri bernama Rama Arsalan.
Bagaimanakah kehidupan keduanya kelak? Akankah menumbuhkan buih-buih cinta di antara keduanya atau justru berakhir sesuai kontrak yang ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Sakit
Di tengah malam Farida tak bisa memejamkan matanya. Dia masih syok saat mendengar langsung cerita dari mulut Rama tadi. Dibalik sifatnya yang tegas, rupanya Rama juga sama seperti orang pada umumnya, yang akan terlihat sisi rapuh ketika bersama orang terdekatnya.
"Aku nggak nyangka, laki-laki seperti Tuan Rama saja bisa dikhianati apalagi orang yang hidup pas-pasan, tapi gayanya kayak sultan," gumam Farida.
Tak berapa lama, rasa kantuk mulai menyerang. Farida pun mulai merebahkan tubuhnya di samping Rama yang sudah tertidur lelap.
Namun, baru beberapa jam Farida memejamkan mata, dia kembali terjaga saat mendengar rintihan Rama. Dia pun berinisiatif memeluk suaminya itu, tetapi tiba-tiba dia langsung terbangun ketika merasakan hembusan napas yang terasa panas mengenai wajahnya.
"Ya Allah, panas sekali badannya," gumam Farida setelah menyentuh kening Rama.
Akhirnya, Farida beranjak menuju dapur mengambil air hangat yang akan digunakan untuk mengompres Rama. Sekembalinya dari dapur, dia kemudian melangkah menuju lemari lalu mengambil sebuah handuk kecil.
Tanpa menunggu lama, Farida segera mengompres dahi Rama agar demamnya mereda. Sembari menunggu handuk kecilnya dingin, dia kembali keluar kamar hendak mengambil obat penurun panas yang disimpan di kotak obat.
"Tuan, minum obat dulu." Farida menepuk pelan pipi Rama agar bangun. Rama yang merasakan sentuhan itu perlahan membuka matanya.
Farida membimbing Rama untuk duduk lalu meminum obatnya. Setelah obat diminum, dia membantu Rama untuk berbaring lagi agar bisa kembali beristirahat. Mau tak mau, malam ini dia harus begadang karena kompres yang perlu diganti ketika sudah dingin.
Sembari duduk bersandar di ranjang, Farida iseng membuka ponselnya kemudian mengetik sesuatu di kolom pencarian di internet, cara cepat meredakan demam. Usai hasil pencarian muncul, dia lantas membacanya satu per satu hingga fokusnya terhenti pada cara yang terakhir.
"Skin to skin?" Farida menatap Rama yang sudah tidur lalu beralih menatap ponselnya kembali.
"Apa iya, harus pakai cara ini? Nanti malah dikiranya aku yang cari kesempatan, tapi capek juga kalau harus begadang sampai pagi," ucap Farida yang dilanda bimbang.
Setelah berpikir dan mengumpulkan keberanian, dia pun memutuskan melakukan cara tadi.
"Masa bodo mau dikatain apa juga, asalkan malam ini aku bisa istirahat."
Perlahan Farida melepaskan seluruh kancing baju Rama hingga memerlihatkan bagian depan tubuhnya. Begitu pun dengan Farida yang mulai melepaskan seluruh kancing baju tidurnya lalu merengkuh tubuh Rama agar menempel padanya tanpa ada penghalang di tubuh keduanya.
**
Sementara itu, di tempat lain. Lebih tepatnya di sebuah kamar hotel, Nadia tengah bersandar dengan manja di bahu sang pacar setelah memadu kasih layaknya suami istri.
"Sayang, kamu yakin Rama tidak akan curiga kalau kamu lebih sering ninggalin dia dengan alasan pekerjaan?" tanya Edo, pacar Nadia.
"Kamu tenang aja, Sayang. Rama itu cinta banget sama aku, udah pasti dia nggak akan menaruh curiga sama sekali. Ya, anggap saja dia itu bodoh karena terlalu mempercayaiku. Kalau bukan karena harta kekayaannya, aku juga nggak mau nikah dengan dia," ujar Nadia seraya tersenyum licik.
Edo yang mendengar itupun juga tersenyum sambil mengelus bahu Nadia yang terekspos jelas.
"Kamu emang pinter. Setelah berhasil menguasai seluruh harta kekayaan Rama, kita bisa hidup bahagia bersama."
"Ya, kamu benar, Sayang," timpal Nadia.
Tanpa sepengetahuan mereka, ada beberapa kamera pengintai yang disembunyikan di kamar itu untuk mengintai mereka.
......................
Teriknya cahaya matahari yang memasuki celah jendela kamar, membuat Rama yang tadinya tidur perlahan membuka mata. Dia masih belum sadar posisinya saat ini yang berada di dekapan Farida dengan baju yang terbuka.
'Hah? Kenapa bajuku terbuka begini?' batin Rama lalu dia beralih menatap seseorang yang masih tidur nyenyak di sampingnya.
Farida tak tahu jika Rama sudah bangun lebih dulu, sehingga membuat Rama bisa puas memandangi wajah istrinya itu.
"Kamu sangat manis jika sedang tidur, Farida," gumam Rama sambil menyentuh pucuk hidung Farida.
Akan tetapi, pandangannya seketika teralihkan saat melihat sesuatu yang menyembul dari balik baju tidur Farida yang terbuka. Rama pun menelan ludahnya dengan kasar dan merasakan sesuatu di balik celananya meronta-ronta.
"Ah, sial," umpat Rama.
Rama langsung beranjak menuju kamar mandi sebelum bertindak lebih karena terlalu lama berada di dekat Farida. Dia tak tega jika harus membangunkan sang istri yang kelihatan sangat lelah.
Usai membersihkan diri, Rama langsung menuju dapur untuk membuat secangkir kopi. Tak lupa dia membawa baskom dan handuk kecil yang digunakan untuk mengompres semalam.
Rama tak menyangka jika Farida sangat peduli terhadapnya, mengingat hubungan mereka hanyalah sebatas kontrak. Selesai membuat secangkir kopi, dia membuka kulkas kemudian mencari bahan masakan yang masih ada.
Di kulkas ada seikat bayam, dua buah wortel, dan jagung manis. Rama berpikir hendak dimasak apa bahan tersebut, alhasil dia pun membuka ponsel lalu mencari di internet masakan yang berbahan dasar sayuran tadi.
"Sayur bening sepertinya mudah. Ya, masak ini saja."
Rama mulai mengambil pisau lalu menyiangi bayam serta mengupas wortel, setelah itu dia memotong jagung menjadi beberapa bagian.
Berbekal resep dari internet itu, Rama pun mengolah bahan masakan itu dengan cekatan tanpa ada rasa kaku memegang pekerjaan di dapur.
Usai sayur bening matang, Rama beralih memasak nasi sembari menggoreng ayam yang sudah dimarinasi Farida sebelum menyimpannya di kulkas.
Aroma masakan dari dapur rupanya mengusik Farida dari tidur nyenyaknya. Dia menggeliatkan badan lalu seketika menarik selimut saat menyadari bajunya terbuka. Dia melihat sekeliling kamar, tetapi tak menemukan keberadaan Rama.
"Ke mana Tuan Rama? Matilah aku, pasti dia mikir yang macam-macam soal semalam," gumam Farida dengan wajah yang bersemu merah.
Dia langsung menuju kamar mandi sambil mengancingkan kembali kancing bajunya. Lima belas menit kemudian, Farida sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang segar.
Dia tak tahu jika sebenarnya Rama masih berada di apartemen, sehingga dengan sikap seperti biasa dia keluar kamar hendak ke dapur.
"Sudah bangun?"
"Aaa!" teriak Farida karena terkejut mendengar suara Rama yang berdiri di belakangnya.
"T-Tuan, masih di sini?" tanya Farida dengan gugup.
"Hem, kenapa? Apa saya nggak boleh di sini?" Rama berjalan melewati Farida lalu menarik kursi di ruang makan.
"B-Bukan begitu, maksud saya apa Tuan tidak ke kantor?"
Rama menarik tangan Farida agar duduk menghadap meja makan yang sudah terisi dengan makanan.
"Khusus hari ini saya tidak ke kantor. Sesekali tak ke kantor, tidak masalah bukan?"
Farida hanya mengangguk dan bergumam, "Itu terserah Anda, mau ke kantor atau enggak. Toh, nggak akan ada yang marahin atasan."
"Kamu ngomong sesuatu?" Rama menatap lekat Farida yang langsung salah tingkah.
"Tidak, Tuan."
"Makanlah. Kamu pasti lapar karena harus menjaga saya semalam," ucap Rama seraya menyodorkan piring yang berisi nasi pada Farida.
Farida menerima piring tersebut lalu mulai mengambil sayur dan lauk. "Tuan yang memasak ini semua?"
"Iya, maaf kalau rasanya tidak seperti masakanmu," ujar Rama dengan tulus.
"Tidak apa-apa. Seharusnya saya yang minta maaf karena tidak menyiapkan sarapan."
Akhirnya, mereka pun menikmati sarapan itu dengan tenang tanpa diselingi obrolan. Sesekali Farida melirik ke arah Rama dan membatin jika tak menyangka seorang pria seperti Rama ternyata juga bisa memasak.