Namanya Rahayu yasmina tapi dia lebih suka dipanggil Raya. usianya baru 17 tahun. dia gadis yang baik, periang lucu dan imut. matanya bulat hidungnya tak seberapa mancung tapi tidak juga pesek yah lumayan masih bisa dicubit. mimpinya untuk pulang ketanah air akhirnya terwujud setelah menanti kurang lebih selama 5 tahun. dia rindu tanah kelahirannya dan diapun rindu sosok manusia yang selalu membuatnya menangis. dan hari ini dia kembali, dia akan membuat kisah yang sudah terlewatkan selama 5 tahun ini, tentunya bersama orang yang selalu dia rindukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31_Perasaan Raya
" Udah gue nggak apa apa," Raya berusaha memejamkan matanya namun tetap tidak bisa. Matanya sangat panas, sehingga cairan bening itu kembali menggenang disana.
" Lo demam dan Lo harus di kompres." Hito kembali meletakkan kain itu pada kening Raya, sudah setengah jam dia mengompres tapi suhu tubuh Raya belum juga turun " Apa kita kerumah sakit aja?"
Gadis itu menggelengkan kepala, mengusap hidungnya yang tersumbat karena Flu " Nggak perlu. Bentar lagi juga mendingan kok." Ucapnya " Mending Lo balik ke kamar. Udah malem, Lo juga harus istirahat." Ucap Raya kembali.
Hito kembali mengambil kain itu lalu merendamnya pada air hangat dan setelahnya kembali dia letakkan di kening Raya. Mereka hanya bertiga dengan Pak Joko di rumah itu, Mbok Jum sudah pulang diantar pak Jodo karena Hujan. Sedangkan pak Joko sendiri kini dia sedang istirahat di kamarnya.
" Udah tau Lo itu nggak bisa ujan ujanan kalo malem, kenapa Lo nggak neduh huh?"
" Nggak tau gue," Jawab Raya cepat.
" Apa gara gara patah hati Lo jadi lupa kalo Lo hujan hujanan?" Raya terkekeh lalu terbatuk dengan suara seraknya " Siapa yang patah hati? Ngaco Lo!"
Hito yang mendengar penuturan Raya pun terdiam. Dia ingin meyakinkan diri dan termasuk hatinya jika yang dia dengar tadi adalah nyata " Cinta Lo kan bertepuk sebelah tangan."
Raya semakin terkekeh dan itu membuat Hito semakin bingung dengan gadis yang berada di hadapannya " Gue nggak pernah suka sama Dirga. Jadi apanya yang bertepuk sebelah tangan?"
" Tunggu?" Hito menarik kursi yang terdapat di dalam kamar Raya, lalu duduk berhadapan dengan Raya yang tengah berbaring " Bukannya Lo suka sama Dia?"
Raya langsung menggelengkan kepala tanpa berfikir terlebih dulu " Gue serius. Gue nggak suka sama Dia. Emmm emang sih awalnya gue pikir gue suka sama dia, dia pria yang bikin gue nyaman, bikin gue tersenyum dan bikin gue ketawa juga. Tapi akhirnya gue tau, Rasa ini bukan rasa yang Lo maksud. Ini beda, sangat beda. Buktinya saat dia mengungkapkan semua isi hatinya, hati gue baik baik aja kok!"
" Terus kalo bukan patah hati kenapa Lo malah mewek di taman? Hujan hujanan lagi."
Raya sempat terdiam mendengar perkataan Hito. Hatinya kembali tersentil namun sangat teramat menyakitkan saat mengingatnya " Gue ngerasa di Khianatin." Raya menatap Hito, menatap Netra Hitam yang kini juga sedang menatap dan memperhatikannya " Hati gue sakit. Disaat kenyataan mengatakan kalau gue itu hanyalah sebuah bayangan!"
Hito mengerutkan kedua Alisnya, bingung dengan ucapan Raya " Lo taukan bayangan? Dimana dia membutuhkan cahaya agar dia tetap ada. Dan gue merasa seperti bayangan."
" Dia deket sama gue, perhatian sama gue, peduli sama gue dan sayang sama gue bukan karena diri gue. Tapi di depan matanya gue adalah sosok yang pernah hadir dimasa lalunya. Lo tau, ini sakit. Mungkin di luaran sana banyak orang yang ingin menjadi orang lain agar dianggap oleh orang orang di sekitarnya. Tapi gue nggak. Gue nggak mau itu terjadi. Gue pengen jadi diri gue sendiri dan mereka menganggap gue adapun karena diri gue sendiri bukan karena bayangan orang lain."
" Dan ini sangat menyakitkan buat gue Cung. Apa sesulit ini mendapatkan pengakuan dari Lo berdua huh? Dulu Lo sekarang Dirga? Gue punya salah apa sih sama kalian? Kenapa untuk mendapatkan pengakuan aja sesulit ini? Gue cuma pengen dianggap ada udah gitu doang nggak lebih." Raya menyeka Air matanya yang berani lolos tanpa seizinnya. Dia mulai terisak dengan bahu yang bergetar.
Hito mendekat membawa Raya kedalam pelukannya " Please gue mohon sama lo jangan cuekin gue lagi dan jangan abaikan kehadiran gue lagi."
" Itu nggak akan pernah terjadi lagi Ndutt. Karena sampai akhir nafas gue pun gue ingin bersama Lo." Hito mengusap punggung Raya, menepuknya pelan berusaha menenangkan. Raya menangis mencengkram kaos yang di kenakan Hito. Dalam hatinya dia berdoa membenarkan jika ucapan Hito bukanlah sebuah angin lalu, tapi harapan dan semoga tuhan mendengarnya dan mengabulkannya.
" Gue laper," Cicitnya Tepat di telinga Hito. Pria itu terkekeh lalu menarik diri dari pelukan. Gadis itu mengerucutkan bibirnya mengusap hidungnya yang gatal karena Flu.
" Kebiasaan. Lagi gini juga sempet sempet nya laper." Raya tidak marah saat Hito mengacak surainya. Kedutan di kedua sudut bibir Hito mampu menenangkan hati dan pikirannya.
" Mbok Jum udah buatin bubur sebelum pulang. Gue ambilin ya," Raya mencekal tangan Hito dan menggelengkan kepala saat dia ingin pergi ke dapur untuk mengambil bubur.
" Gue nggak mau bubur."
" Terus?" Tanya Hito yang kembali Duduk pada tempatnya.
" Pengen mie instan!" Ucapnya
" Udah dibilangin jangan makan mie instan terus. Itu nggak baik buat keseha....
" Iya tau. Tapi saat ini gue pengen makan mie instan kuah. Gue pengen yang anget anget." Ucap Raya memotong perkataanya.
" Ya kan bubur juga nanti gue angetin Ndut,"
" No. Bubur nggak berkuah. Gue pengen yang berkuah."
" Ada kaldu ayam. Tar gue banyakin."
" Ihh nggak mau. Pokoknya pengen pake Cabe juga biar pedes." Ujar Raya tak mau kalah.
" Lo mau sehat, apa mau masuk rumah sakit Huh?" Tanya Hito pusing karena banyak protes darinya.
" Gue pengen mie kuah pake cabe. Bukan masuk Rumah sakit." Seru Raya mendengus.
" Yaudah cabein aja buburnya biar pedes. Kelar kan?"
" Ihhh Cungkring. Gue serius, gue pengen makan mie," Ucapnya merajuk menggoyang goyangkan tangan Hito.
Hito mengesah mengalah pada gadis yang masih merajuk padanya " Oke. Lo tunggu di sini gue ke bawah dulu." Raya mengangguk antusias saat Hito mau menuruti keinginannya. Hito segera keluar dari kamar itu, pergi kearah dapur untuk memasakkan mie instan pesanannya.
Hito mulai memanaskan air untuk memasak mie. Selagi menunggu air itu mendidih Hito membuatkan teh hangat untuk Raya. Saat dia ingin mengantarkan minuman itu ke kamar Raya, gadis itu sudah menuruni anak tangga dengan selimut yang membungkus tubuh mungilnya.
Dalam hatinya Hito kembali terkekeh mungkin lebih tepatnya tertawa. Lucu. Dulu Raya sangat gendut tapi kini? Tubuh gadis itu sangat mungil, bahkan sangat pas saat berada dalam pelukannya " Ko turun?"
" Gue takut." Tuturnya. Matanya melirik kearah jendela dimana di luar sana masih gerimis.
" Yaudah nih diminum dulu." Raya segera duduk di kursi meja makan. Menyeruput teh hangat yang sangat cocok untuk cuaca malam ini. Matanya melirik, memperhatikan Hito yang sangat lihai saat menyiapkan pesanannya.
Dua porsi mie instan sudah tersaji di meja makan. Hito mengambil posisi di samping Raya " Ko dua porsi?"
" Buat gue lah." Jawab Hito cepat mengambil posisi untuk menikmati mienya.
" Ellehhh. Tadi aja ngomong ini itu, dirinya juga makan. Gimana kali." Cibir Raya menarik mangkuk miliknya.
" Lo pikir gue robot apa? Gue juga manusia. Gue juga laper." Balasnya membuat Raya memutar bola matanya malas.
Raya tak lagi memperdulikan Hito, kini matanya berbinar saat melihat mie hangat dengan asap yang masih mengepul. Raya mendekatkan wajahnya lalu menghirup aroma khas mie itu. Wajahnya kembali berbinar saat aroma itu sudah menggoda dan membuat perutnya semakin keroncongan.
Satu suapan sudah masuk kedalam mulutnya dan kali ini bukan perutnya saja yang menghangat, hatinya pun ikut menghangat saat Hito memegangi rambutnya agar tak menyentuh pada mienya. Kedua mata itu saling bertemu saling mengunci satu sama lain. Sampai akhirnya Raya sadar jika saat ini detak jantungnya maraton secara tiba tiba.
" Lo makan aja mienya. Rambut Lo biar gue yang urus." Raya mengangguk ragu lalu kembali memakan mienya. Raya sempat curi curi pandang di tengah kunyahannya, mata itu masih fokus memperhatikannya bahkan ukiran bulan sabit tercetak jelas di wajahnya.
" Di saat orang lain menganggap Lo sebuah bayangan. Maka lo Cukup membelakanginya, maka saat itu cahaya lah yang akan mengikuti Lo!" Hito tersenyum, tangannya terulur menyentuh ujung bibir Raya saat gadis itu terdiam dengan mulut yang terbuka menghentikan kunyahannya.