menceritakan tentang kisah dyah suhita, yang ketika neneknya meninggal tidak ada satupun warga yang mau membantu memakamkannya.
hingga akhirnya dyah rela memakamkan jasad neneknya itu sendirian, menggendong, mengkafani, hingga menguburkan neneknya dyah melakukan itu semua seorang diri.
tidak lama setelah kematian neneknya dyah yaitu nenek saroh, kematian satu persatu warga desa dengan teror nenek minta gendong pun terjadi!
semua warga menuduh dyah pelakunya, namun dyah sendiri tidak pernah mengakui perbuatannya.
"sudah berapa kali aku bilang, bukan aku yang membunuh mereka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jasad dandi
Sementara rizky ikut tersenyum, mendengar ucapan dyah, sedari dulu dia memang manaruh hati pada gadis ini. Sayangnya rizky sendiri sudah di jodohkan oleh anak sesama ustadz oleh ayahnya.
Sejak perjodohan yang di lakukan ayahnya rizky, rizky berubah menjadi orang yang pendiam. Karena hatinya sampai saat ini tetap untuk dyah seorang.
Setelah banyak berbincang-bincang dengan dyah. Rizky dan dewi akhirnya pamit pulang. Hari juga sudah semakin larut malam, tak enak kalau harus bertamu sampai terlalu larut malam.
Rizky dan dewi berjalan dengan sesekali melempar candaan. Rizky adalah tipe pria dingin, sulit kalau di ajak bicara. Sedangkan dewi adalah tipe wanita yang tidak bisa diam dan banyak tingkah. Itu sebabnya ia senang sekali menggangu kakaknya itu.
"Mas rizky sebentar lagi kan menikah, nggak apalah kalau dewi gangguin. Mumpung belum jadi suami orang.." ucap dewi sambil memainkan jari telunjuknya ke arah pinggang rizky.
"Udah, dewi. Geli ih!" Seru rizky kemudia mencekal tangan adiknya.
"Auwww! Mas rizky sakit! Loh, dasar kakak es batu!" Ucap dewi yang kesal karena kakaknya seperti es batu.
Dewi mengambil peci rizky, lalu berlari meninggalkan kakaknya yang berada di belakang.
"Eh dewi, balikin peci kangmas!" Teriak rizky sambil mengejar dewi. Namun dewi sendiri berlari semakin kencang, membuat rizky tertinggal.
Dewi terus berlari kencang, hingga akhirnya sampai di sebuah kebun yang tidak terawat, di tumbuhi semak belukar di sekelilingnya tepatnya di bawah pohon sengor pinggir jalan.
Dewi terkejut, kala dirinya melihat linangan darah tersebar di setiap sisi jalan. Matanya membulat, sembari mengarahkan senter ke seluruh genangan cairan kental berwarna merah itu. Bibirnya bergetar dengan tubuh yang berdiri mematung.
Rizky yang melihat dewi diam membisu lekas mempercepat langkahnya.
Rizky menatap dewi kemudian ia berucap, "ada apa dek? Kok kam--" ucapan rizky terhenti, kala melihat ke arah cahaya senter yang di sorot oleh dewi.
Mata rizky ikut membulat melihat hal itu. Dia yang sadar kalau adiknya fobia darah, langsung menariknya dan memeluk tubuh mungil dewi.
"Astagfiruallah halazim! Astagfiruallah halazim! Allahuakbar, astaghfiruallah!" Berkali-kali kalimat istighfar keluar dari bibir rizky. Dia merasa kalau ada sesuatu yang tidak beres di sini.
Aroma amis tercium jelas menusuk indra penciuman hingga membuat perut mual.
Rizky mengambil alih senter dari genggaman tangan dewi, lalu menyorot mengikuti jejak ceceran darah itu.
Perlahan-lahan cahaya senter sampai ke pohon sengon yang tak jauh dari rizky dan dewi saat ini berdiri. Saat itu juga tangan rizky ikut gemetar, sampai-sampai senter yang dia pegang jatuh ke tanah.
Terlihat seorang tergeletak di bawah pohon sengon itu, dengan kondisi yang sangat mengerikan. Kepalanya lepas dari tubuhnya, belum lagi kepala yang terlepas itu di genggam oleh tangan orang itu sendiri, dengan mata yang melotot tajam.
"Kangmas! Dewi mau pulang!" Lirih dewi ketakutan di dalam pelukan kakaknya.
"Tenang dek!" Ucap rizky, ia sendiri juga kebingungan mau berbuat apa. Tidak mungkin ia lari dan meninggalkan dewi untuk memanggil warga.
Rizky kemudian menatap ke arah jalan, samar-samar dari kejauhan sana, terdengar ramai orang berlarian ke arah rizky dan dewi yang pada saat ini saat ini berdiri.
Semakin lama semaki terlihat jelas cahaya obor yang berguncang kesana kemari karena di pegang oleh seseorang.
Sampai akhirnya terlihat rombongan warga yang berjalan mendekati rizky dan dewi.
"Lho! Den rizky! Neng dewi! Ngapain di sini?" Tanya salah satu warga yang terkejut melihat dewi menangis.
"Ini, pak. Kenapa ada mayat di sini? Mayat siapa ini?" Tanya rizky sambil menunjuk ke arah sosok yang tergeletak di bawah pohon sengor itu.
"Ini dandi! Ky. Kata indra tadi melihat dandi berjalan ke arah sini. Pas kesini keadaanya sudah begini!" Timpal warga lainnya.
"Maksudnya? Coba jelaskan lebih rinci!" Ucap rizky yang masih belum mengerti.
"Nanti akan saya jelaskan, kita bawah mayatnya pulang kerumahnya terlebih dahulu. Kasihan simboknya, pasti syok melihat anaknya meninggal dalam keadaan seperti ini." Ucap salah satu warga.
Rizky yang sudah kasihan dengan adiknya akhirnya menurut saja.
Para warga di bantu pak rt membawa jasad dandi pulang kerumahnya. Meski mereka agak ngeri-ngeri karena kondisinya yang seperti itu, tetapi mereka tetap memaksakan diri mereka.
Cairan kental yang keluar dari bagian leher dandi yang terputus menetes-metes di jalanan, hingga memanjang. Membuat sisi lengan dan leher yang di tumbuhi rambut-rambut halus berdiri.
Malam ini lagi-lagi menjadi malam yang teramat mencekam bagi warga desa wanara. Belum sempat mereka tidur nyenyak dengan kejadian tejo dan aceng kemarin, kini harus kembali menelan korban.
"Ya Allah le! Kok kamu tega ninggalin simbokmu! Lah terus siapa nanti yang merawat simbok, saat simbok tua?" Ucap ibu dandi dengan suara parau, ia meraung-raung melihat kondisi anaknya yang sangat mengerikan. Dia sampai pingsan beberapa kali karena hal itu.
Warga ikut terisak mendengar tangisan ibu dandi, beliau adalah janda anak satu, yaitu dandi adalah anak satu-satunya.
"Lagi, ada korban lagi? Sekarang bagaimana apa kita akan diam saja?" Ucap yanto yang tiba-tiba muncul di ambang pintu.
"Coba kamu ceritakan dengan pasti, bagaimana kejadian itu ndra!" Ucap rizky yang sedari tadi penasaran dengan penjelasan dari indra.
"Ja.. jadi begini..." indra mulai menceritakan dengan tangan gemetar, bahkan bibirnya tampak membiru.
"Jadi, saat aku ingin pulang meronda dari kuburan. Kami bertemu dengan hantu nenek saroh, mengerikan sekali. Setelah itu, kami memutuskan untuk pulang, karena sudah sangat ketakutan. Tapi saat di jalan, saya kebelet buat air kecil, akhirnya saya melipir ke bawa pohon...
Setelah saya kembali sih dandi sudah jalan duluan. Pas saya susul, cuma terdengar suara teriakan dia. Awalnya aku berfikir dandi bertemu hantu nenek saroh lagi, ternyata dia sudah dalam kondisi seperti itu. Sepersekian detik saya sempat melihat wanita berbaju putih setengah betis, dia lari masuk ke dalam hutan membawa parang yang masih bercucuran darah!" Jelas indra dengan sangat gemetaran.
"Sebentar, kenapa setiap orang yang menjadi korban selalu bertemu dengan hantu nenek saroh? Dan pembunuhnya itu wanita? Atau jangan-jangan..."
"Sudahlah! Jangan banyak menduga-duga, kita tidak tahu kebenarannya. Sebaiknya kita urus jasad dandi saja, kasihan dia.." ucap rizky, yang sengaja mengalihkan pembicaraan mereka.
Waktu berjalan cepat, jenazah dandi di makamkan setelah pagi hari. Karena proses menjahit kepalanya yang terlepas juga memakan waktu, sehingga pagi hari sekitar jam 9 pagi barulah jenazah dandi di hantarkan ke kuburan.
Warga tak banyak yang ikut, hanya tetangga dekat dan keluarga saja. Para warga takut kalau menjadi korban selanjutnya.