Duda tapi masih perjaka? Loh kok bisa? Percaya nggak? Buktiin yukk cap cuss!
---
Hanya othor remahan yang masih amatiran bukan othor profesional. Masih banyak belajar 😌 harap maklum dengan segala kekurangan❣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Di sinilah Gandhi berada saat ini. Dengan semangat tanpa mengenal lelah, ia membersihkan lantai, kaca jendela, meja, setiap ruangan di perusahaan tempatnya bekerja.
Ya, usai kelulusan SMA dan ijazahnya keluar, buru-buru Gandhi melamar pekerjaan di setiap perusahaan, hotel, restoran, semua disambanginya. Hingga akhirnya ia bisa diterima bekerja di salah satu anak perusahan sebagai cleaning service.
"Gandhi! Udah jam istirahat!" teriak managernya yang tanpa sengaja melewatinya saat masih mengepel lantai.
"Iya, Pak. Nanggung nih dikit lagi," sahut Gandhi berhenti sejenak sambil menebar senyuman.
Manager tersebut hanya geleng-geleng kepala. Selalu saja ia bekerja tak kenal waktu, jika tidak diingatkan.
"Istirahat sekarang juga atau gajimu saya potong!" ancam manager itu sambil melipat kedua lengannya.
Seketika Gandhi membulatkan kedua bola matanya. "Yah, jangan dong, Pak. Iya ini istirahat." Segera ia berlari mendorong alat pelnya menuju gudang.
Manager itu tertawa melihat ketakutan Gandhi. Jika tidak diancam seperti itu, mana mau dia beristirahat tepat waktu.
Kini, ia menuju loker karyawan. Mengambil bekal makan siang yang selalu disiapkan oleh Bunda. Perlahan, mulai menyuapkan makanan yang sangat nikmat di lidahnya.
Setelah itu, ia menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim. Namun sebelumnya ia mengganti pakaian terlebih dahulu. Yakni sarung dan koko, menampilkan aura ketampanan yang bertambah berkali lipat.
Dengan santai, Gandhi berjalan menuju musholla yang terletak di samping perusahaan tersebut. Banyak perempuan yang berbisik membicarakannya. Ia melalui banyak karyawan yang sedang keluar untuk makan siang.
"Eh yaampun, itu berondong manis amat ya," bisik salah satu karyawan wanita.
"Itu anak baru 'kan? Rajin banget subhanallah, calon imamku," timpal yang lainnya sambil berhayal.
Rekan-rekannya yang lain segera menepuk bahunya. "Inget umur, woy! Tuaan lu jauh lah."
"Enggak masalah. Aku 'kan sangat berpengalaman, dia keliatannya polos. Jadi kita cocok dong, saling melengkapi," celotehnya lagi yang kembali mendapat ejekan dari rekan-rekannya.
Meski sayup-sayup mendengarnya, Gandhi tak mempedulikan sedikit pun ocehan mereka. Namun dia selalu mengangguk sambil tersenyum jika berpapasan dengan teman-temannya.
Selain itu, ia juga kuliah mengambil jalur karyawan yang hanya masuk setiap seminggu 3 kali. Sama halnya di tempat kerja. Kepolosan, kerajinan dan ketampanan Gandhi memikat banyak rekan-rekan perempuannya.
Tak sedikit yang berusaha mencari perhatiannya agar bisa dekat dengan pria itu. Namun, Gandhi tak pernah menanggapinya. Ia terus fokus dengan masa depannya. Motivasinya cuma satu, membahagiakan sang bunda yang tulus merawatnya sejak kecil.
"Gandhi! Kita nonton yuk," ajak salah satu teman sekelasnya setelah jam kuliah usai.
Pakaian sexy yang dikenakan gadis itu membuat Gandhi risih. Tubuhnya bergidik sendiri. Ia masih sibuk memasukkan alat tulis pada tas punggungnya.
"Maaf, nggak bisa Elina. Aku harus bantu bundaku," tolak Gandhi secara halus.
"Iih nongkrong dulu bentar. Ngopi kek di kafe depan," ajak Elina lagi dengan genitnya. Tangannya merangkul lengan Gandhi yang ditepis perlahan oleh pria itu.
"Makasih, aku nggak suka kopi." Sekali lagi ia menolak dan beranjak berdiri.
Buru-buru Gandhi melangkahkan kakinya keluar kelas, ia sempat mendengar hentakan kaki gadis itu disertai tawa dari teman-teman perempuan lainnya.
Begitulah Gandhi, tidak pernah sekalipun mau dekat dengan wanita manapun. Ia lebih memilih menghabiskan waktu bekerja, kuliah dan membantu bunda mengurus kebun, dari pada harus pergi nongkrong atau berhura-hura seperti remaja pada umumnya.
Empat tahun kemudian ....
Lulus dengan menyandang gelar sarjana, membuat Gandhi menitikkan air mata haru. Bunda pun terisak di pelukannya. Putranya mampu mengenyam pendidikan dengan hasil jerih payahnya sendiri.
Bangga, tentu saja. Anak yang dibesarkan sedari bayi telah tumbuh menjadi pria yang baik, tidak pernah neko-neko, pekerja keras dan tidak pernah mengeluh.
"Selamat ya, Nak. Semoga ilmu yang kamu dapatkan bermanfaat." Bunda mencium kening Gandhi yang masih mengenakan baju toga kebanggaannya.
"Aamiin ... semua berkat Bunda." Diraihnya tangan sang bunda dan diciumnya. Lalu keduanya saling memeluk dan menyeka air mata masing-masing.
Bersambung~
Tapi sekalinya baca novel atau nonton drama tentang ditinggal pergi selamanya oleh sesorang, rasanya seperti ngalamin kejadian itu sendiri 😭😭
sakit banget ini hati...
air mata juga ampe ngalir 😭
ampe merinding bacanya tuh
bener banget
hati-hati sama orang penyabar dan pendiam 😄
sekalinya kecewa langsung keluar dari mulut talak tiga...
kan kan kan
dasar buaya!
jeburin aja ke danau 😊
sombong amat!
kasihan sama orang lain tapi gk kasihan sama diri sendiri dan chaca...
kesel sama si gandhi 😤😡
eh pas disamperin udah jejer sama cewe lain 😭
sakitnya luar biasa
Bapak kandung apa bukan sih?
setidaknya kalau gk bisa beri perhatian ya gk usah main tangan lah 😭😭
kemarin kan sabtu katanya...
apa iya hari minggu kerja? 🤭