John Roki, Seorang siswa SMA yang dingin, Cerdas, dan suka memecahkan misteri menjadi logis (Bisa diterima otak)
Kehidupan SMA nya diawali dengan kode rahasia yang tanpa disadari, membawanya ke misteri yang lebih mengancam. Misteri apa itu? kok bisa makin besar? Selengkapnya dalam cerita berikut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoro Z, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9. Kasus terungkap.
Penyelidikan di malam ketiga, tidak jauh berbeda dari malam-malam sebelumnya, sedikit sekali petunjuk yang mereka dapatkan. Disisi lain, Roki mulai merasakan perasaan yang aneh.
Pagi itu, Roki berjalan sendirian menuju sekolah dengan perasaan sedikit gelisah. Malam sebelumnya, ketika penyelidikan berlangsung, dia mulai merasa bahwa melibatkan Rose, Hana, dan Marlina dalam misteri ruangan musik ini bukanlah ide yang baik.
Mereka bertiga adalah seorang gadis, fakta bahwa seorang gadis memiliki ketakutan tersendiri terhadap hal-hal yang berbau supranatural. Meskipun mereka semua terlihat berani dan bersemangat, ada sisi-sisi dari mereka yang mulai terlihat rentan.
Marlina yang takut gelap, Hana yang semakin emosional, dan Rose yang walau tenang, kadang terlihat mulai cemas. Roki merasa sangat bersalah telah melibatkan mereka bertiga, Roki bertekad malam ini akan menyelenggarakan semuanya, tidak peduli kalo itu sampai pagi hari.
Saat berjalan di koridor, Marlina mengawasi Roki dengan tatapan waspada, dia masih khawatir kalo Sisi lemahnya disebarkan oleh Roki. Saat Roki melewati Marlina , dengan kalimat singkat. “Malam ini kau tidak usah ikut” Dan terus jalan.
Marlina terkejut mendengar ucapan itu dan langsung menghentikan Roki. “Tunggu, apa maksudnya?” Nadanya sedikit tegas.
Roki berhenti hanya menoleh melirik Marlina . “Aku akan menyelesikan misteri ini sendirian” Jawabnya dengan nada datar.
“Sendirian? Mana mungkin bisa, peraturan sekolah melarang siswa biasa berada di lingkungan sekolah saat malam hari” Ucap Marlina sedikit naikan nadanya.
“Sepulang sekolah nanti aku akan menemanimu Ketua OSIS dan memintanya untuk mengakat ku sebagai anggota OSIS sementara” Balas Roki dan mulai menghadap ke depan “Jujur saja, kalian bertiga hanya menjadi beban bagi ku” Ucap Roki dengan tegas dan lanjut jalan.
Mendengar hal itu, hati Marlina sedikit sakit, dia hanya bisa diam menunduk tidak bisa menghentikan Roki lagi.
Yang dikatakan Roki benar adanya, rasa aneh yang di rasakan Roki selama penyelidikan, membuat dia tidak bisa fokus dengan penyelidikan dan pemecahan masalah.
Khusus spasial buat kalian para pembaca, rasa aneh yang dirasakan Roki adalah, rasa khawatir. Karena Roki Beru pertama kali merasakan ini, Roki tidak tau kalo itu adalah rasa khawatir. Tokoh utama kita sedikit berubah kawan.
Sesampainya di kelas, terlihat Hana mengunjungi kelasnya dan sedang ngobrol dengan Rose. Saat Roki mulai duduk di tempat duduknya, dia dihampiri Hana dan Rose.
“Malam ini kita pergi lagi kan? Hem... kayaknya kita jadi selangkah lebih maju dengan misteri ini” ucap Hana dengan penuh semangat.
Rose hanya tersenyum dengan tingkah laku Hana yang penuh semangat. Dengan menunduk dan pura-pura mengeluarkan buku, Roki menjawab.
“Kalian tidak Usah ikut malam ini” Roki mengatakan hal yang sama kepada Rose dan Hana.
Tentu saja reaksi mereka berdua sama seperti Marlina . Rose dengan nada cepat “Kenapa? Bukan kah kita tim?”
“Kalian hanya menjadi beban, sebenarnya kita tidak ada kemajuan sama sekali” ucap Roki sambil melihat luar jendela, dia tidak tega ekspresi wajah Rose dan Hana saat ini.
Wajah Hana menunjukkan kesal kepada Roki tapi hatinya merasa sedih, sedangkan Rose menunjukkan ekspresi wajah yang sedih seperti hatinya. Hana kembali kelasnya dan Rose kembali duduk ditempat duduknya.
Sepulang sekolah, Roki pergi keruang OSIS. Tommy yang sedang bekerja mengurus beberapa dokumen sedikit terkejut melihat kedatangan Roki. Dengan senyum lembut Tommy bertanya “John Roki, gimana perkembangannya?”
Roki tanpa menunggu Tommy untuk menyuruh duduk, Roki langsung duduk di kursi depan Tommy. Sambil menyenderkan punggungnya Roki menjawab “Tidak ada perkembangan yang berarti, dari para membasah itu, aku minta bantuan sesuatu”
Dengan senyum yang semakin lebar. “Apa ada yang bisa ku bantu” Jawab Tommy sambil mengepalkan kedua tangannya diatas meja.
“Jadikan aku anggota OSIS untuk sementara waktu” Jawab Roki dengan tatapan tajam ke Tommy.
Tanpa banyak bertanya lagi, Tommy langsung mengambil formulir pendaftaran dan langsung memberikannya ke Roki. Selama Roki mengisi formulir, Tommy mempersiapkan lencana OSIS buat Roki. Lencana ini ada tulisan OSIS yang besar dan ada tulisan siswa dibawahnya.
Dengan bukti lencana OSIS, satpam penjaga sekolah, mempersilahkan Roki masuk kedalam sekolah dimalam hari. Seperti malam-malam sebelumnya, suasananya sama saja bagi Roki.
Sesampainya di ruangan musik, Roki membuka pintu secara perlahan dan langsung mengarahkan senternya kedalam ruangan.
Ruangan itu terlihat seperti biasa, piano model klasik yang terletak di pinggir, peralatan musik lain yang tertata rapi, dan lemari berisi partitur musik yang sudah berdebu.
Tidak ada yang terlihat aneh. Namun, Roki tahu bahwa misteri sebenarnya tidak terletak pada apa yang terlihat di permukaan.
Dia berjalan mendekati piano tua itu. Tiga tahun, pikirnya, mengapa suara ini selalu muncul? Roki mencoba memikirkan cara yang logis untuk menjelaskan fenomena ini. Dia memeriksa piano dengan hati-hati, menyentuh tuts-tutsnya satu per satu. Tidak ada yang aneh, semuanya normal.
Tiba-tiba, seperti yang diharapkan Roki, pianonya mulai berbunyi. *Teng... Teng...*
Roki dengan sigap membuka Piano tersebut, sekilas, tidak ada yang aneh pada senar Pianonya. Dari telinga Roki, dia merasa udara yang berhembus dari fentilasi udara yang ada di atap tepat diatas piano.
Roki merasa aneh terhadap fentilasi udara itu, fentilasi udaranya besar, tapi kenapa udara yang dihembuskan cukup kecil, seolah-olah fentilasi udara itu tersumbat. Roki menutup kembali Pianonya dan naik keatas Piano, tinggi badan Roki yang 170 centimeter bisa menggapai fentilasi udara dan berat badan 50 kilogram, masih aman lah untuk piano.
Keanehan makin bertambah, saat fentilasi udara itu kehilangan semua buatnya dan hanya tersisa satu. Roku menggeser fentilasi udara itu dan langsung menyorotkan senternya kedalam fentilasi.
Sungguh terkejutnya Roki, saat melihat susun benang yang ada didalam fentilasi. Saat Roki mengurutkan benang tersebut sampai ke piano, Roki membuka bagian bawah Piano dan melihat, lima benang yang ada, terikat kepada kelima senar. Semuanya pun menjadi logis, benan ini tranparansi dan tipis, meskipun di siang hari, sangat sulit untuk terlihat.
Seketika, pintu ruangan musik terbuka, sesosok bayangan yang terlihat selama ini, memasuki ruangan musik. Roki dengan tenang berdiri dan mengarahkan senternya ke bayangan itu. Ternyata sosok bayangan adalah, Tommy sih ketua OSIS.
Roki dengan cepat berfikir kritis langsung menyimpulkan “Permainan yang kau buat, sudah ku selesaikan” ucap Roki dengan wajah dinginnya.
Tommy sambil tepuk tangan memberi pujian kepada Roki. “Hebat, rumor yang beredar bukan hanya sekedar rumor, selama tiga tahun ini, hanya kau yang bisa menyelamatkannya”
“Pujian bukan lah hadiah bagi ku, berikan aku informasi apa tujuan mu sebenarnya?”
Tommy dengan senyuman puasa, mulai bercerita. Singkat cerita, tujuan Tommy memang Hanya ingin bersenang-senang, Tommy membuat misteri ini sejak awal dia masuk OSIS saat kelas satu, selama tiga tahun ini, dia sudah minta bantuan ke beberapa orang yang mengaku, ahli dalam memecahkan misteri.
Tapi mereka semua cuma ngomong doang, setelah diuji Tommy, kebanyakan dari mereka langsung menyimpulkan, ini adalah ulama mahkluk halus. Sekarang Tommy merasa puas, karena ada orang yang bisa memecahkan misteri yang dia buat, sebelum lulus sekolah.
Setelah selesai mendengar cerita Tommy, Roki mengambil sapu yang tersimpan di lemari dan langsung mengarahkannya masuk kedalam fantilasi. Tidak hanya itu, dia mengigit memutus benang yang terikat pada senar.
Tommy menjadi syok, karena misteri ruang musik ini sudah menjadi legenda dan horor khas sekolah Sekawan. Sebenarnya Tommy ingin legenda ini terus ada.
“Apa yang kamu lakukan?" Tanya Tommy dengan nada keras.
“Apa yang ku lakukan? Kau bertanya itu kepada ku? Kenapa kau tidak bertanya saja kepada diri mu, seberapa banyak dosa yang telah kau habiskan dengan kebohongan ini? Kenapa kau bisa bersenang-senang diatas dosa?” Roki menjawab dengan nada sedikit marah.
Tanpa berkata apapun lagi, Roki berjalan melewati Tommy. Tommy baru merasa menyesal setelah mendengar ucapan Roki barusan.
Keesokan harinya, Roki dihantui perasaan yang aneh yang lain, sebenarnya ini adalah perasaan bersalah kepada Rose, Hana, dan Marlina , Roki masih belum tau perasaan ini sebenarnya.
Sepulang sekolah, Roki meminta bantuan Rose untuk memangil Hana dan Marlina , untuk datang keruangan musik. Singkat saja, Roki menceritakan kronologi misteri piano yang berbunyi sendiri dan menunjukkan buktinya.
Roki juga minta maaf atas ucapannya kemarin, saking bahagianya tiga gadis ini, mereka tidak kepikiran untuk bertanya, siapa dalangnya. Karena dari awal, Roki juga tidak ingin memberi tahu dalangnya.