NovelToon NovelToon
Tarian-tarian Wanita

Tarian-tarian Wanita

Status: tamat
Genre:Tamat / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Slice of Life
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Made Budiarsa

Pada akhirnya dia terlihat menari dalam hidup ini. dia juga seperti kupu-kupu yang terbang mengepakkan sayapnya yang indah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Made Budiarsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3.2

Kematian kakek membuat Nenek terguncang. Nenek tidak tersenyum lagi dan sikapnya berubah drastis. Aku tahu apa yang di pikirkannya dan tidak berusaha membantunya. Nenek membutuhkan waktu untuk melupakannya.

Tapi sepertinya Nenek kesulitan melupakannya. Nenek sering menunjuk-nunjuk salah satu tempat atau alat-alat yang dibuat kakek lalu menceritakannya. Nenek sering melakukannya dan mungkin tidak akan pernah melupakannya. Mungkin saja kakek sudah mati, tapi di dalam hati nenek kakek masih hidup dan menemani hari-harinya.

Begitu dalam cintanya. Hingga saat ini, aku belum mengatakan apa yang di katakan kakek saat-saat terakhirnya.

Nenek batuk-batuk lalu memanggilku, menanyakan di mana bahan-bahan dan alat Kinangnya. Aku mengambil dan membuatkannya.

“Sari tidak pulang?” Tanyanya ketika mengambil kinang dariku.

“Tidak.”

Nenek terdiam. Setiap pertanyaan itu muncul, semakin lama kenangan-kenangan buruk akan teringat. Apalagi ketika beberapa hari setelah peristiwa itu, aku mual-mual dan muntah-muntah, aku tidak tahu apa yang menyebabkannya. Tapi ibu tiba-tiba berkunjung tepat ketika aku mual dan muntah-muntah. Ekspresi ibu sangat menyeramkan. Wajahnya begitu menyeramkan hingga aku tidak berani memandangnya. Aku bisa mengatakan tidak waktu itu dan aku hanya sakit, tapi entah pikiran apa yang ada di dalam kepala ibu dan langsung membawaku pergi setelah menuduhku hamil.

“Jika sari hamil, maka.... Maka....”

Ibu tidak dapat menyelesaikan kata-katanya. Dia menutup wajahnya dengan tangan lalu menangis.

Jika aku hamil, maka aku akan mempunyai bayi kecil mungil tanpa seorang ayah dan tanpa diinginkan. Aku akan menjadi ibu yang kejam ketika membunuhnya ketika masih kecil. Aku tidak punya pilihan selain membunuhnya jika itu benar adanya. Lalu bagaimana tanggapan orang-orang tentang ini? Hidup ini akan hancur? Aku tidak menginginkannya, tapi hidup hancur dan baik tidak ada bedanya. Aku hamil. Satu tetes air mata muncul, mengalir melewati pipi lalu terjatuh. Aku tidak menginginkannya. Aku membenci peristiwa itu.

Tidak beberapa lama hasilnya muncul dan kami berdua berdiri. Ibu menghampiri bidan itu lalu bertanya. Ibu sangat khawatir. Dia pasti merasa gagal mendidik seorang anak, tapi ini semua bukan salahku.

Bidan itu menyerahkan hasilnya. Ibu terkejut lalu memandangku. Wajah ibu sekali lagi menyeramkan. Dia memandangku beberapa saat, seperti ingin menghancurkan kedua mataku dengan tatapan tajamnya. Ibu berlari mendekatiku. Mungkin aku akan mendapatkan tamparan keras. Kemudian mengulurkan tangan kanannya, lalu tangan kirinya kemudian memelukku sangat erat. Ini adalah pelukan pertamanya. Pelukannya sangat hangat. Aku merasa nyaman berada di sisinya. Pelukan ini mengingatkanku pada masa kecil ketika aku berada di pangkuannya. “Sari, apa yang terjadi denganmu?”

Ibu menangis. Tubuhnya gemetar.

Apa hasilnya positif? Apa aku hamil?

Aku terdiam, tidak dapat berkata-kata. Memeluk ibu erat-erat dan tidak mau melepaskannya. Aku tidak mempercayainya dan membencinya.

“Aku tidak tahu...”

Ibu menangis dan aku memeluknya. Ibu melepaskan pelukannya. “Sari, kamu putriku satu-satunya, apa yang kamu makan? Jangan membuat ibu khawatir!!”

Waktu itu aku pikir akan mengandung, tapi ternyata tidak. Aku menyembunyikan kejadian itu dari ibu dan tidak akan mengungkitnya. Biarkan luka itu tersembunyi baik-baik di dalam hatiku. Biarkan itu perlahan-lahan menghilang dan melebur hingga aku mati.

Aku berdiri pergi mencuci pakaian lalu kembali membatu Nenek pergi sarapan.

*******

Pada pagi itu, wajah ibu lemah lembut, memegang kedua tanganku. Aku bisa merasakan tangannya sangat kasar, tapi tetap saja menyukainya. Dari tangan itu aku bisa tumbuh, dari tangan itu juga aku bisa merasakan kehangatan dan kebahagiaan. Jika aku menari akan dinikmati orang-orang, maka ibu menari dalam diam, tanpa dinikmati dengan pandangan tapi dirasakan. Ibu seperti menari di dunia ini. Mengerakkan tangannya dengan lembut dan penuh kehati-hatian, bahkan aku tanpa sadar selama hidupku ini. Ibu menari dalam kesedihan.

Aku menatap bola matanya yang jernih. Sudah berapa banyak kesedihan di lihatnya, aku tidak tahu, tapi mata itu tidak ternodai meski mengalami banyak penderitaan. Ibu tidak pernah menceritakan kesedihannya. Dia menyembunyikannya dalam-dalam dan terlihat kuat di depanku.

Ayah berkata, ibu tidak meneteskan air mata ketika menyadari adik laki satu-satunya meninggal, tapi aku mendengar suara tangisannya. Ibu menolak mempercayainya. Dia bahkan tidak mengikuti acara pemakamannya. Ibu mempunyai cerita yang dalam dari peristiwa itu dan mengguncangnya seperti sekarang. Ibu tidak hanya bisa menari di dunia ini dengan baik, tapi juga menyembunyikan kesedihannya.

Ketika aku kecil, ayah bertanya mengapa ibu tidak pergi.

“Dia belum mati! Untuk apa aku pergi ke sana? Dia belum mati! Kamu membohongiku! Pergi saja jika kamu ingin pergi!”

Ibu bersikeras dan ada penolakan yang besar.

Ayah terdiam dan tidak berkata apa-apa lagi. Dia pergi sendiri. Kemudian aku mendengar suara rintihan tangisan ibu di dalam sambil menyebut nama adiknya.

Berbulan-bulan kemudian mata ibu kosong. Aku pada saat itu ingin mengisi gambar-gambar indah yang aku buat di sekolah tapi mata ibu tidak bisa di isi, bahkan semua hal yang aku lakukan ibu tidak tergerak sedikit pun. Mata itu pun kosong dan bertahun-tahun kemudian kembali tampak cerah, cerahnya berbeda seperti dulu, tidak lebih cerah dan berbeda. Cahaya itu tidak akan kembali dan tenggelam dalam kehitaman bola matanya.

Sekarang aku tiba-tiba melihat cahaya cerah dari mata itu. Aku memandangnya dan ingin terus memandangnya.

“Iluh Diah Permatasari, katakan apa yang terjadi, katakanlah semuanya, ibu ingin dengar. Tidak ada orang lain di sini. Ibu akan merahasiakannya.”

“Katakan apa?”

“Semua hal yang terjadi kepadamu. Jangan berbohong, ibu bukan orang yang dapat kamu bohongi. Lupakan tentang larangan ibu tentang tarian itu. Ibu akan mengizinkanmu asal mengatakan semuanya. Apa pun itu.”

Aku tidak tahu apa yang diinginkan ibu. Peristiwa itu sudah berlalu, tapi itu membekas di hatiku. Aku kadang-kadang merasa terkejut ketika benda jatuh tiba-tiba. Ketika aku tertidur di ranjang, tiba-tiba ingatan itu kembali muncul dan itu rasanya sangat nyata. Aku terkejut, cepat bangun dan keringat dingin tiba-tiba muncul bersamaan datangnya detak jantung. Itu sangat tidak enak. Beberapa saat kemudian aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Rasa takut ini berbeda dan ini sangat parah. Setelah kejadian itu, tanpa aku sadari sikapku berubah dan semakin pendiam. Aku tidak memiliki niat untuk menari lagi dan semua sepertinya sangat membosankan. Mungkin itu yang ingin ibu tanyakan kepadaku.

Aku diam dan memandang matanya yang jernih. Jika aku mengatakannya apa salahku karena berpakaian menarik? Apa salahku karena menari?

Aku tidak kunjung menjawabnya. Ibu sabar menungguku. Ibu menunggu jawabanku.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!