Susah payah Rico mengumpulkan kepingan hatinya yang berserakan karena dua kali penolakan dari gadis yang merupakan cinta pertamanya.
Disaat dirinya sudah mulai kembali menata hidup tanpa lagi memikirkan cinta.
Hidupnya yang tenang kembali harus jungkir balik setelah secara terpaksa harus memenuhi permintaan sang mama untuk menikahi seorang gadis yang masih sangat belia.
Tak mampu menolak hingga pada akhirnya Rico memilih untuk mengajukan syarat.
"Aku tak akan mendua apalagi sampai menikah lagi, tapi bukan berarti kau berhak atas diriku. Jangan pernah mencintaiku karena cinta bagiku adalah sebuah kemunafikan belaka. Kau bebas dengan hidupmu dan aku dengan kehidupan ku meski kita terikat pernikahan." .... Rico Aditama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8.
Sejak Citra memutuskan pertunangan mereka dan melakukan penghianatan sejak saat itulah hati Rico sedikit demi sedikit mulai membeku.
Hanya mama, Denisa dan juga Rena, wanita-wanita yang bisa berinteraksi dengan leluasa dengannya. Meski begitu, Rico juga masih bersikap hangat pada istri istri sahabat nya walau hanya sekedarnya saja. Akan tetapi sikap antipati nya akan segera terbangun ketika ada wanita yang di luar lingkup kehidupannya mulai datang mendekat.
Rico bukan orang yang anti dengan orang lain. Namun ketika mereka menunjukkan hal yang tak wajar maka pemuda itu akan dengan cepat menutup dirinya.
"Minggu depan kau ada kunjungan ke kota A."
"Kota A?"
"Ehmm, tapi sebelum itu kau juga harus mengantar nyonya kembali ke ibukota. Beliau bahkan memintaku untuk mencatat ulang jadwalmu agar tak terlupa katanya." Roy tergelak.
Sudah menjadi kebiasaan sejak dua tahun lalu saat Rico memutuskan untuk menetap dan mengembangkan bisnisnya di kota B. Putranya itu seringkali melupakan apa yang sudah dijanjikan.
Rico mengukir senyum di bibirnya, rasanya sudah lama sekali dirinya tak bermanja dengan wanita kesayangannya itu. Sungguh Rico merindukan masa masa yang telah lalu.
"Bagaimana perkembangannya? apa kau menemukan sesuatu?"
Roy tahu apa yang dimaksudkan oleh sahabatnya itu. Dan karena hal itulah yang menjadi salah satu alasan dirinya berada di ruangan boss nya kali ini. Sebelum memulai berbicara, Roy memilih untuk duduk terlebih dahulu. Diambilnya 2 lembar kertas yang memang diselipkan nya diantara laporan pekerjaan yang ingin dia berikan pada Rico.
"Ini, data data yang berhasil dikumpulkan oleh anak anak. Masih belum spesifik tapi aku rasa sudah bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan nantinya."
"Deviana Anggia Paramita Anggara." Gumam Rico yang diangguki oleh Roy yang duduk tepat di hadapannya hanya terhalang meja.
"Dia adalah putri pengusaha properti dan juga mebel terbesar di kota ini. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan, keduanya dinyatakan meninggal ditempat dan setelah itu semua usahanya diambil alih oleh kakak tuan Anggara."
"Nama kecilnya adalah Anggia tapi dia lebih suka dipanggil dengan nama Dee."
"Bukankah keluarganya adalah keluarga kaya, lalu kenapa dia sampai bekerja di bengkel sebagai montir? dan adiknya?"
"Semenjak perusahaan diambil alih oleh pamannya, Dee dan adiknya tetap tinggal di rumah mereka. Tapi, menurut penjaga dan juga pekerja dirumah itu. Dee dan juga adiknya menghilang beberapa bulan lalu setelah rumah besar yang mereka tempati dijual."
"Apa ada hubungannya dengan sang paman?"
"Orang-orang kita sedang mencari tahu tentang hal itu. Jadi apa rencanamu selanjutnya?"
"Belum tahu. Aku hanya tak habis pikir, dia seorang gadis namun bekerja di tempat yang seharusnya menjadi tempat kerja laki-laki. Tapi aku juga masih bingung tentang alasan dia menyembunyikan identitas nya. Lalu apa tujuannya mendekati mama?"
"Mendekati mama? maksudmu?"
"Kau ingat dengan kedua anak yang mama tolong karena kecelakaan dua minggu lalu?" Roy menganggukkan kepalanya. Dia ingat betul dengan kejadian tersebut meski dirinya tak bisa turun langsung karena ada hal yang dia lakukan untuk mewakili Rico kala itu. Roy juga mengingat bagaimana dirinya diminta untuk mencari sebuah rumah yang nyaman untuk ditempati oleh dua anak yang mama Yenni tolong lengkap dengan para pekerjanya.
"Jangan bilang.."
"Ya itu mereka, aku ingat betul saat itu. Saat pertama kali aku masuk kedalam ruang rawat gadis itu, semua sama persis dengan foto yang ku tunjukkan padamu. Awalnya aku merasa familiar tapi tak menduga jika memang mereka orang yang sama hanya berbeda rambut dan juga tompel saja." Rico memasukkan lembaran laporan tentang Deviana dalam sebuah amplop coklat dan meletakkannya dalam laci.
"Kita pikirkan lagi nanti, sekarang apa ada berkas yang harus ku periksa?"
"Hem, ini ada beberapa berkas kerjasama juga laporan keuangan bulan lalu. Ada juga rekapan yang dikirim oleh orang kepercayaan mu di kota A."
**********
Di sebuah rumah sederhana nampak seorang wanita mudah dengan kulit putih namun terlihat sedikit pucat sedang berdiri menatap langit yang cerah. Kedua matanya berkaca kaca mengingat jalan hidup yang tengah dia jalani.
Jalan hidup yang penuh liku tak juga membuatnya tersadar akan segala kesalahan nya. Terhitung empat tahun sudah dirinya kehilangan jati diri. Bahkan dua tahun lebih hidupnya dihabiskan dengan menjalani hukuman di sebuah pulau terpencil.
Sempat tumbuh di hatinya ingin memperbaiki semuanya namun terkadang dirinya juga merasa benar dengan segala tindakannya.
Dikatakan hidup dalam pengasingan namun pada kenyataannya dirinya bisa dikatakan sebagai manusia bebas. Mungkin selama dua tahun dirinya memang harus terkurung dan menjalani kehidupan di pulau itu. Tapi semua itu tak serta merta hanya tentang kebebasan akan tetapi ada nilai moral dan juga keterampilan yang diperolehnya disana.
Wanita itu adalah Citra. Dirumah sederhana tersebut dirinya tak sendiri. Citra tinggal bersama dengan anak dan juga suaminya. Laki-laki yang mampu membawanya keluar dari pulau pengasingan.
Wajah yang tak lagi mulus juga tubuh yang tak lagi berisi membuat penampilan Citra terlihat lusuh di usianya yang belum menginjak 30 tahun.
************
Dee masih melakukan aktifitas rutinnya dengan semangat. Gadis itu sudah tak terlalu mengkhawatirkan keadaan sang adik yang memang terpaksa ditinggal saat dirinya bekerja. Adanya pengurus rumah dan juga seorang penjaga membuatnya sedikit tenang.
Bantuan yang diberikan Mama Yenni membuatnya benar-benar beruntung. Dee sungguh bingung harus membayar dengan apa segala kebaikan wanita baya itu.
Bayangan wajah sang mama yang tersenyum terkadang hadir dipelupuk matanya. Wanita yang selalu cantik dan menjadi kebanggaan keluarganya itu seolah mengatakan jika dia harus kuat.
"Mama jangan khawatir, Dee pasti akan menjalankan amanat mama. Dee akan menjaga Adit apapun yang terjadi. Dee yakin, akan mampu menjalani semua ini. Papa dan mama bahagia di sana, do'akan aku dan Adit disini." Gumamnya dengan setetes air mata yang muncul di sudut matanya.
Dee kembali fokus pada pekerjaannya.
"Bagaimana, apa kerusakan nya parah?"
"Untuk yang ini hanya kotor bang, aliran bahan bakarnya sedikit tersumbat. Tapi kalau yang itu, butuh penanganan khusus karena mengalami turun mesin. Makanya aku serahkan pada bang Jali saja." Dee mengambil lap yang tak jauh dari jangkauannya dan mengelap sisa sisa oli yang menempel di tangannya.
"Baguslah kalau begitu, soalnya tadi pemiliknya menanyakan yang ini sudah bisa diambil atau belum. Kalau yang itu aku rasa memang butuh waktu untuk pengerjaannya apalagi itu mobil lama."
"Oh ya, nanti sebelum pulang kau ambillah bungkusan yang ada diatas meja ku. Ada titipan istriku untuk adikmu. Bagaimana keadaannya sekarang?"
"Terimakasih banyak bang, Adit sudah semakin membaik. Dia juga mulai menjalani terapi berjalan, do'akan ya bang semuanya berjalan lancar." Gadis itu tersenyum mengingat betapa gigihnya sang adik belajar berjalan dibantu oleh bibi.
Sedih sebenarnya karena sebagai kakak dirinya tak bisa selalu berada di sisi adiknya itu untuk memberikan semangat. Beruntung sang adik mengerti dengan kesulitan yang dihadapinya hingga tak menuntut lebih.
astaga pantes aja Rico jadi trauma, disaat dia bner" mencintai seorang gadis tpi mlaah dikhiannati bahkan sampai berbadan dua
Segala hal