Aditya Dave Mahendra, di takdirkan menjadi pewaris yang akan memimpin beberapa perusahaan besar milik kedua orang tuanya.
Lahir dari kedua orang tua yang sama-sama menjadi anak tunggal dalam keluarga kaya raya, bisa di bayangkan berapa banyak aset-aset miliknya yang pasti tidak akan habis 7 turunan.
Pria tampan yang memiliki garis wajah tegas itu, menuruni sifat ayahnya. Aditya di kenal sangat tegas dan disiplin dalam segala hal. Dia juga terkenal dingin di perusahaan dan orang-orang sekitar. Kecuali pada keluarganya dan orang yang menurutnya spesial.
Aditya bahkan sangat over protective pada adik perempuannya, Aurelia. Sampai tidak ada laki-laki yang berani mendekati Aurelia meski kini gadis itu sudah berusia 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Sudah 30 menit, kamu harus pulang Elia." Ujar Juno seraya mengusap gemas pucuk kepala Elia.
Gadis cantik itu sudah dia anggap seperti adiknya sendiri. Juno pertama kali melihat Elia saat gadis itu berumur 11 tahun dan masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Berteman dengan Aditya sejak SMA, tidak terhitung berapa kali Juno main kerumahnya, bahkan tak jarang menginap di sana.
Saat itu Elia kecil lebih manja dari sekarang. Elia akan menghampiri Aditya dan memohon pada Kakaknya agar di ijinkan bergabung dengan teman-temannya.
Sifat Elia yang ramah dan tidak pemalu, membuat Juno dan teman Aditya yang lainnya bisa sangat akrab dengan Elia. Itulah yang membuat Juno menganggap Elia seperti adiknya sendiri.
"Kak Adit sangat galak. Aku ingin Kak Juno saja yang jadi Kakak ku." Elia tersenyum lebar, memamerkan deretan giginya yang rapi dan mengerlingkan mata berkali-kali. Dia juga menopang kepalanya menggunakan kedua tangan. Elia terlihat seperti anak kucing yang menggemaskan.
Juno di buat terkekeh dan kembali mengusap pucuk kepala Elia.
"Bukankah aku sudah jadi Kakakmu sejak dulu.?" Ujarnya mengingatkan. Elia terkekeh kecil dan mengiyakan dengan anggukan kepala.
Dulu Elia selalu meminta Juno untuk menjadi Kakaknya. Jika Juno belum mengiyakan, Elia tidak akan berhenti untuk memohon.
"Sepertinya sekarang aku berubah pikiran." Elia mengulum senyum penuh arti. Juno sampai mengerutkan dahi, merasa ada yang tidak beres dengan senyuman Elia.
"Kenapa.? Kamu ingin Alex saja yang jadi Kakakmu.?" Cecar Juno. Elia menggeleng cepat.
”Aku tidak mau jadi adik Kak Juno lagi. Bagaimana kalau Kak Juno jadi pacarku saja.? Mungkin Kak Adit tidak akan marah-marah seperti tadi." Tutur Elia dengan entengnya.
Sedangkan Juno, pria itu hampir saja tersedak mendengar ajakan Elia yang tidak masuk akal.
Bisa-bisa dia akan di jadikan samsak tinju oleh Aditya kalau sampai memacari Elia.
"Aditya punya alasan kenapa kamu belum di ijinkan pacaran. Dia hanya mencoba menjaga dan melindungi adik perempuan satu-satunya." Tutur Juno menasehati.
"Tapi caranya berlebihan. Padahal aku bisa jaga diri." Elia mengerucutkan bibirnya. Dia sudah tau kekhawatiran Aditya dan kedua orang tuanya. Dan Elia merasa kalau keluarganya tidak percaya padanya, terutama Aditya yang terlalu over protective.
"Ya, aku tau kamu bisa jaga diri. Tapi di mata Aditya, kamu tetaplah adik kecilnya yang perlu di jaga." Juno mencubit gemas pipi Elia. Gadis itu benar-benar menggemaskan ketika sedang berkeluh kesah dengan memasang wajah sebal.
Elia diam-diam tersenyum bahagia dalam hati. Perlakuan Juno yang lembut, menambah kekaguman Elia pada sosoknya yang penyayang.
Di antara teman-teman Kakaknya yang dulu sering di bawa ke rumah, Elia merasa Juno memiliki ketulusan dan kebaikan hati lebih dari yang lain.
"Sudah sana pulang, Aditya pasti khawatir padamu." Juno beranjak. Dia juga harus pulang ke apartemen untuk menyelesaikan sisa pekerjaannya mempersiapkan pembukaan kafe baru mereka nanti.
Elia mengangguk dan terpaksa ikut beranjak dari sana.
"Bye Kak Juno,, sampai ketemu lagi." Elia melambangkan tangannya melalui kaca jendela mobilnya. Juna mengangguk dan membalas lambaian tangan Elia.
Pria itu tampak mengulum senyum menatap mobil Elia yang semakin menjauh.
"Sayang sekali Kakakmu Aditya." Gumam Juno. Entah apa maksud ucapannya. Juno lantas pergi dari sana dengan mobilnya.
...******...
"Putramu kenapa.?" Lirih Dave pada istrinya. Dia melihat wajah putranya tampak gusar dan seperti tidak menikmati makan siangnya.
Davina mencubit pelan perut Dave dan berdecak pelan lantaran Dave hanya menyebut Aditya sebagai putranya.
"Dia juga putramu.! Sifatnya sangat mirip denganmu." Tegas Davina lirih. Dave malah terkekeh kecil.
"Siang Mah, Pah,," Elia menghampiri meja makan, menyapa kedua orang tuanya dengan senyum ceria seperti biasa. Padahal suasana hatinya sedang buruk karna sang Kakak mengacaukan waktunya saat sedang bersama Rexy.
Aditya langsung mengangkat wajah menatap Elia. Tatapan tajamnya cukup menelisik lantaran Elia baru pulang 1 jam lebih lambat darinya. Aditya jadi penasaran kemana perginya Elia selama 1 jam itu. Karna jelas-jelas Elia lebih dulu meninggalkan kafe, tapi malah pulang terlambat.
"Dari mana saja.?" Tanya Dave yang tak kalah over protective pada Elia, sama halnya seperti Aditya. Ayah dan anak sama aja. Mereka berdua memperlakukan Elia layaknya berlian langka yang tidak boleh di sentuh atau tergores sedikitpun.
"Ke kafe. Makan siang dengan Mauren dan Viona." Jawab Elia seraya bergelayut manja di belakang punggung Dave.
"Aku sudah ijin sama Mama. Papa sedang sibuk di ruang kerja, jadi aku tidak pamit." Elia mendaratkan kecupan singkat di pipi Dave.
Dave hanya menghela nafas, putrinya itu sangat pandai mengambil hatinya hingga tidak bisa marah padanya. Elia juga sepertinya tau sang Papa akan bersikap tegas padanya, itu sebabnya dia bergelayut manja pada Dave.
"Kamu sudah makan sayang.?" Davina mengusap lembut pucuk kepala Elia yang masih menempel pada Dave.
"Sudah Mah. Tapi aku ingin makan kue buatan Mama." Elia langsung berpindah tempat setelah mencium pipi Davia, dia memilih kursi kosong di samping Aditya.
Pria itu sejak tadi tidak berkomentar apapun, namun tatapan tegasnya pada Elia membuat Dave menatap istrinya. Tatapan yang seolah meminta penjelasan. Karna melihat ekspresi Davina yang tampak biasa saja, Dave yakin kalau istrinya itu sudah tau jika terjadi sesuatu pada anak-anak mereka.
Davina yang di tatap oleh Dave hanya mengangkat kedua bahunya acuh. Pura-pura tidak tau jauh lebih baik. Lagipula Davina malas menjelaskannya pada Dave. Karna ujung-ujungnya tidak ada penyelesaian, malah akan semakin over protective pada putri mereka.
"Buruan habiskan makanannya, aku sudah selesai menstruasi." Bisikan Davina di telinga Dave membuat pria berusia 57 tahun itu tersedak.
"Uhhukk,,, uhuukk,,,"
Davina buru-buru mengambil air putih dan memberikannya pada Dave.
"Papa kenapa.?" Tanya Elia dan Aditya panik. Mereka berdua tidak tau saja kalau Papanya tersedak akibat godaan dari istrinya.
"Papa kalian tidak hati-hati saat makan." Jawab Davina dengan entengnya. Dave langsung melotot, dia tersedak seperti itu karna ulah Davina, tapi malah bersembunyi tangan.
"Ya ampun, lain kali hati-hati Pah." Ujar Elia yang percaya dengan ucapan Davina.
Sementara itu, Davina hanya menyengir kuda pada suaminya. Bukan tanpa alasan dia menyuruh Dave buru-buru menyelesaikan makan siangnya, sampai mengatakan hal yang terkesan menggoda suaminya. Davina hanya ingin memberi waktu pada Aditya dan Elia agar mereka berdua bicara empat mata.
Sejak tadi Aditya memilih bungkam. Davina tau kalau sebenarnya banyak hal yang ingin Aditya katakan pada Elia, tapi Aditya tampak menahannya karna ada dia dan Dave di sana.
"Siapkan dirimu istriku yang seksi." Bisikan Dave dengan satu tangan menggerayangi paha Davina.
Tubuh Davina mendadak kaku, dia menelan ludah dengan susah payah. Usia Dave memang tidak muda lagi, tapi pria itu masih hebat dalam urusan ranjang.
Untung Elia polos orangnya,gak cerdik,kalo cerdik dia yg akan meninggalkan kamu..