ARAKA

Ara menyandarkan dirinya di balik pohon pinus sambil memijit-mijit kakinya yang pegal-pegal. Dalam hati ia mengutuk semua anggota osis. Bagaimana bisa mereka berdiri di tempat yang tidak ada terik mataharinya sedang yang lain harus panas-panasan termasuk dirinya.

"Aku bahkan nggak punya tenaga lagi untuk marah-marah." gumam Ara dongkol. Ia merasa kecapean. Badannya sakit-sakit.

"Memangnya siapa yang mau kau marahi?"

Devin dan Karrel tiba-tiba muncul. Membuat gadis itu makin gondok. Kenapa mereka selalu muncul di depannya sih.

"Pergi. Aku lagi nggak pengen melihat wajah kalian." ketus Ara. Devin terkekeh. Ia menunduk menyamakan posisi dengan gadis itu.

"Kenapa? kamu bosan kami ada disini?" tanyanya. Ara menatap Devin dan Karrel bergantian, sudah tahu nanya. Batinnya dongkol

"Mana kopermu?"

Pandangan Ara berpindah ke Devin

"Kamu mau mengantarku pulang?" tanyanya antusias. Devin tersenyum lebar menatapnya dan menggelengkan kepalanya.

"Aku mau bawa koper itu ke tenda kamu Ara." ekspresi Ara berubah kusut.

"Aku bisa membawanya sendiri." balasnya kembali ketus

"Ayolah Ara, ini waktunya kamu bersenang-senang." seru Devin.

"Kamu bisa gunakan kesempatan ini buat lebih akrab dengan kami." tambahnya percaya diri. Karrel sendiri merasa jijik mendengar perkataan Devin yang menurutnya lebay.

"Cihh." Ara mencebik. Siapa juga yang mau akrab dengan mereka. Kalau perkataan itu ditujukan ke Laras dan Manda barulah mereka senang, kan mereka berdua fans fanatiknya nih dua orang, bertiga sama Bintang.

"Kenapa? kamu nggak suka bergaul sama kami?" tanya Devin dengan ekspresi tidak percaya.

"Tuh tahu." balas Ara.

"Sekarang tinggalin aku sendiri, cepet." tambahnya mengusir dua pria itu. Devin pura-pura memasang tampang kecewa sementara ekspresi Karrel tetap datar sambil melipat kedua tangannya di dada dan terus menatap Ara, dari tadi ia tidak bicara.

"Kamu yakin mau mengusir pria setampan kami?" ujar Devin lagi. Ara menatap mereka bergantian dengan ekspresi malas. Tampan sih tampan, tapi nyebelin. Yang satunya terlalu percaya diri, yang satunya lagi aneh, suka berubah-ubah. Wajahnya dingin seperti kulkas, tatapannya juga kadang mengintimidasi gadis itu seperti sekarang ini, dan ia tidak suka.

"Aku mau ke tenda saja." katanya malas. Ia lalu beranjak meninggalkan dua pria yang masih menatap kepergiannya itu. Tendanya tidak jauh, jadi Karrel dan Devin bisa melihat gadis itu masuk ke dalam tenda.

"Kepribadiannya berbanding terbalik sama kamu, tapi kalian cocok." ujar Devin kali ini pandangannya beralih ke Karrel yang tampak masih menatap kepergian Ara yang sejak tadi sudah menghilang masuk ke dalam tenda. Karrel balik menatap Devin datar kemudian meninggalkan pria itu. Devin tersenyum melihat kepergian sahabatnya itu. Ia masih tidak percaya gadis seperti Ara mampu mengalihkan perhatian Karrel, sih pria tak tersentuh itu.

***

Ara masuk ke tenda yang sudah di bagikan oleh anggota osis tadi. Lokasi tendanya berada paling depan lokasi tenda putri jadi tidak perlu waktu lama untuk menemukan tendanya.

masing-masing tenda terdiri dari tiga orang jadi Ara akan satu tenda dengan dua orang siswi yang tidak dikenalnya apalagi dekat. Mungkin juga mereka tidak menyukainya. Selama ini kan memang banyak siswi di sekolahnya yang terang-terangan membencinya, kecuali teman-teman sekelasnya. Mereka malah baiknya berlebihan, tapi ia senang punya teman-teman seperti mereka yang tulus mau jadi temannya. Huft, coba saja teman-teman sekelasnya ada, ia pasti tidak akan merasa sebosan ini.

"Kenapa sih pengacau ini harus setenda dengan kita sih." kata Dina siswi kelas XI5.

"Iya, nyebelin banget deh." tambah Lila siswi kelas XI3. Ia baru akrab dengan Dina sejam yang lalu saat pembagian tenda. Ara menatap dua gadis itu cuek lalu menaruh kopernya di dalam tenda. Ia juga tidak suka berbagi tenda dengan orang yang jelas memusuhinya, membuat moodnya bertambah buruk saja.

"Heh, itu tempat aku." tukas Lila saat melihat Ara berbaring disisi bagian kiri tenda itu.

"Memangnya ada tulisan tempat ini punya kamu?" balas Ara jenuh.

"Tapi aku lebih dulu nempatinnya tahu. Tempat kamu itu cocoknya dibawah kaki kami tuh." balas Lila lagi tidak terima dan malah merendahkan Ara.

"Kamu saja yang tidur dibawah kaki." balas Ara tidak mau kalah. Enak saja menyuruhnya tidur dibawah kaki mereka. Ia buru-buru menutup telinganya dengan bantal. Gila, masa dia disuruh tidur dibawa kaki, pembullyan nih, pembullyan. Harus di brantas.

"Brengsek, murahan." maki Lila tidak tahan. Ara diam saja mendengarnya. Ia lelah berdebat dengan orang-orang tidak penting. Lebih baik tidur. Badannya juga sudah capek seharian ini.

Hampir saja Ara pergi ke alam mimpi tapi tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang dingin menyerang tubuhnya. Ia membuka mata dan mendapati Lila dan Dina sedang menertawainya. Mereka baru saja menyiram air kotor padanya. Rahang Ara mengeras. tanpa aba-aba ia keluar tenda dan kembali dengan seember air yang sudah dicampuri tanah lalu dilemparkan ke Lila dan Dina. Ia tertawa puas melihat ekspresi terkejut dua gadis itu. Siapa suruh cari gara-gara dengannya. Rasakan itu. Ia bukan tipe perempuan yang bisa di bully.

"Apa yang kamu lakukan brengsek?" teriak Lila sampai siswi-siswi di sebelah tenda mereka ikut mendengar. Ara tertawa mengejek ke Lila dan Dina.

"Menyiram kotoran." jawabnya enteng. Mendengar itu Lila tambah murka dan balik menyerangnya. Gadis itu menjambak rambut Ara dibantu Dina. Ara tidak tinggal diam dan membalas aksi dua gadis itu. Alhasil tiga gadis itu saling cakar dan jambak-jambakan membuat siswi lainnya berdatangan ke tenda mereka. Beberapa siswi hanya menonton, yang lainnya ingin melerai tapi takut ikut kena jambak.

"Lila, Dina, Ara berhenti!" teriak Wulan yang sudah masuk ke tenda itu. Ara dan dua gadis itu tidak mendengar. Aksi mereka malah makin menjadi-jadi. Wulan takut mendekat dan hanya terus berteriak mencoba menghentikan mereka tapi tidak mempan. Alasan kenapa ia tidak mau mendekat adalah karena dirinya takut kena cakar kalau melerai mereka. Ia tidak mau kulitnya lecet.

Tenda tiga gadis itu makin ramai dengan kedatangan para osis laki-laki. Di antara mereka muncul Bintang. Pria itu awalnya kaget namun tak mau berlama-lama ia maju melerai para gadis itu. wajahnya sempat dapat cakaran tapi ia berhasil memisahkan mereka. Tangannya melingkar dipinggang Ara dan menggenggamnya kuat-kuat, takut gadis itu akan menyerang lagi. Dina dan Lila sudah dipegang beberapa anak lelaki. Tenaga mereka terlalu kuat kalau hanya dua orang yang memegang. Wulan sempat menatap tidak suka ke Ara karena dipegangi Bintang bahkan dipeluk dari belakang. Walau ia menyukai Karrel, bukan berarti ia tidak menyukai Bintang.