Istri mana yang terima bila diduakan dengan orang yang ditolongnya? Apalagi alasannya karena untuk membungkam mulut orang yang mengatakannya mandul. Hingga akhirnya sang suami melakukan perbuatan yang sangat dibencinya.
"Baiklah, aku beri kau 2 pilihan, terima Ima dan anaknya, atau ..." Nafas Adnan tercekat saat hendak melanjutkan ucapannya.
"Aku pilih yang kedua, BERPISAH." potong Aileena cepat tanpa basa-basi membuat Adnan bagai tersambar petir di siang bolong.
'Hebat banget kamu, Mas. Kamu lebih memilih menjandakan istrimu sendiri demi janda lain.' lirih Aileena Nurliah.
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.9 Rumah baru
Setelah bertemu dengan Santi dan Rere, Aileena bertolak menuju rumah yang akan dia lihat. Rama telah mengirimkan lokasinya. Rencananya, Khanza juga akan kesana menemaninya.
Hanya dalam 35 menit, Aileena telah tiba disebuah kawasan perumahan yang tidak sederhana, namun juga tidak terlalu mewah. Kawasannya cukup asri. Sepertinya mayoritas warga disana gemar bercocok tanam sehingga tampak begitu meneduhkan saat dipandang.
Aileena tampak celingukan mencari rumah yang dimaksud Rama. Hingga tak lama kemudian, ia melihat Khanza yang berdiri sembari melambaikan tangan di depan sebuah rumah berteralis tinggi berwarna gold.
Aileena menyunggingkan senyumnya saat melihat wajah sumringah sahabatnya tersebut. Lalu ia membawa mobilnya masuk ke dalam halaman rumah yang masih didominasi warna putih itu.
Aileena turun dari mobilnya seraya tersenyum lalu ia menghampiri Khanza yang sekarang telah masuk ke pekarangan rumah.
"Udah lama, Za?" tanya Aileena.
"Nggak terlalu sih, kalau orang yang didalam nah lumayan lama." ujarnya sambil menyengir.
"Orang di dalam? Siapa? Rama?" cecar Aileena seraya merapikan pakaian dinasnya yang berwarna coklat.
Khanza mengangguk, "Tapi dia nggak sendiri. Ada rekannya juga. " ujar Khanza yang ditanggapi Aileena dengan ber'oh ria saja. "Orangnya cakep banget lho. Badannya tinggi, putih, gagah, wajahnya klimis , bersih banget." ujar Khanza lagi sambil menyengir kuda.
Plak ...
Aileena menepuk bahu Khanza yang masih menyengir, "Kalau didengar Rama, tau rasa Lo!" Ujar Aileena mendelik membuat Khanza terkekeh.
"Kan aku cuma ngasi tau kamu, siapa tau kamu butuh seseorang buat move on."
"Iya, kalau single, kalau pacar orang, tunangan orang, atau lebih parah suami orang gimana? Aku nggak mau ih disebut pelakor. Mending jadi single aja lebih aman." ujar Aileena seraya melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah itu.
"Nggak aman juga kali Ai, kamu nggak tau gimana julidnya netijen zaman sekarang kalau liat ada seorang wanita hamil tanpa suami, pasti otak mereka langsung su'udzon. Dan dampak terbesar itu kelak ya ke anak kamu. Kamu paham kan apa yang aku maksud?" ujar Khanza seraya menatap Aileena yang tiba-tiba murung.
"Udah, jangan pikirin dulu sekarang. Tapi next, kamu harus pikirin juga. Jangan kapok buat menjalin hubungan ya, Ai. Aku yakin, habis gelap terbitlah terang. Kali ini boleh duniamu gelap, tapi jangan buat kamu jera untuk mencari pasangan hidup. Aku yakin, pasti akan ada pria sejati yang mau menerimamu sepenuh hati dan mencintai kamu apa adanya. Aku harap kau selalu bahagia, Ai." ujar Khanza tulus membuat mata Aileena berkaca-kaca.
"Makasih ya, Za udah setia menemani dan mendukungku bahkan di saat terburukku sekalipun." sahut Aileena.
"Kalian kenapa? Za, kamu kok buat Aileena nangis? Kamu usilin dia ya?" tanya Rama membuat Khanza mencebik kesal.
"Enak aja. Aku nggak usil ya. Su'udzon aja isi otakmu itu ." Khanza mendelik kesal.
"Iya, sorry, jangan ngambek ya sayang." ucap Rama sengannwajah memelas seraya mengusap punggung tangan Khanza yang kini digenggamnya.
"Ekhem, kalo mau sayang-sayangan jangan di sini ih, aku kan mau lihat-lihat rumah bukan nonton adegan romantis kalian secara live." cibir Aileena membuat Rama dan Khanza tergelak. Sedangkan seorang pria di samping Rama hanya tersenyum tipis.
"Oh ya, Aileena, ini perkenalan, Faturrahman Elhaq, rekan kerjaku. Nanti apa yang ingin kamu ubah atau tambah bisa bicara sama dia." ujar Rama seraya memperkenalkan Fatur.
"Saya Aileena, salam kenal." ujar Aileena seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Faturrahman Elhaq, Anda bisa memanggil saya Fatur." ujar Faturrahman seraya menjabat tangan Aileena.
deg ...
Tiba-tiba saja dada Faturrahman berdegup kencang hanya karena bersentuhan tangan dengan Aileena.
"Oh baiklah mas Fatur."
Faturrahman menyunggingkan senyumnya saat mendengar kata Mas yang disematkan Aileena di depan namanya.
Lalu Faturrahman pun mulai mengajak Aileena menjelajahi setiap sudut ruangan rumah itu, mulai dari dapur, halaman belakang rumah, kamar, dan kini halaman depan. Halaman depan rumah memang cukup luas membuat Aileena memiliki ide ingin membuat sebuah air mancur mini dengan kolam ikan di bawahnya dan sebuah taman kecil untuk dirinya menanam aneka bunga warna warni.
"Mas Fatur." panggil Aileena yang membuat Faturrahman segera menoleh ke arah Aileena.
"Ya ..." sahutnya.
"Secara keseluruhan, rumah ini sangat sesuai dengan impian saya, rumah yang tidak terlalu besar dengan lahan kosong di depan dan belakang. Di belakang niat saya ingin membuat arena bermain agar kelak bila anak saya lahir, dia bisa bermain-main di taman belakang. Lalu bisa tidak, saya ingin membuat sebuah air mancur mini di sana yang dibawahnya bisa dimasukkan ikan hias. Sedangkan di ujung sana, bisa saya jadikan kebun mini." ujar Aileena lalu Faturrahman menilik ke arah yang ditunjuk Aileena.
Faturrahman tampak mengangguk sambil mengukur lokasinya sekilas.
"Bisa." jawabannya. "Untuk cat? Mau diubah atau dibiarkan saja?" tanya Faturrahman.
"Saya ingin dindingnya di-mix warna biru Aqua supaya terlihat lebih cerah dan lembut. "
Faturrahman tampak mengangguk-anggukan kepalanya.
"Pilihan warna yang bagus. Sesuai dengan pemiliknya." puji Faturrahman tanpa menoleh ke arah Aileena. Sedangkan Aileena justru menatap Faturrahman dengan dahi berkerut. Entah apa yang ada di pikiran Aileena tentang seorang Faturrahman.
Seperti halnya Aileena, Adnan pun ternyata sedang mencari hunian baru untuknya. Tapi ia tidak membeli hunian baru atau yang benar-benar baru, melainkan ia mendapat tawaran dari temannya yang hendak pindah ke luar kota. Jadi ia hendak menjual rumahnya terlebih dahulu sebelum pindah.
Kini Adnan dan Delima yang sedang menggendong Nanda telah berada di sebuah perumahan sederhana. Lokasinya cukup strategis tapi rumah itu tidak cukup luas, berbeda jauh dengan rumah yang ditempati Aileena sebelumnya.
"Mas, serius kamu mau beli rumah ini?" tanya Delima dengan dahi berkerut.
"Kenapa? Rumahnya lumayan bagus kok. Jadi kamu nggak perlu capek-capek bersihinnya." ujar Adnan santai.
"Tapi ini terlalu kecil, Mas. Masa' rumah mbak Ai yang cuma dia tempati sendirian malah gede, sedangkan rumah kita bertiga kecil. Ah bukan bertiga, kan nggak lama lagi anak kita lahir, Mas. Rumah ini terlalu kecil. Nggak ada rumah lain yang lebih besar apa?" rengek Delima yang tidak terima rumah baru mereka kecil. Hanya ada 2 buah kamar dan hanya satu lantai. Untungnya, setiap kamar memiliki kamar mandi sendiri. Lalu ada sebuah kamar kecil di dapur, mungkin itu untuk art nya kelak kalau mereka memakai jasa art.
Adnan mengerutkan keningnya sambil menatap jengah Delima. Entah mengapa semenjak tidak tinggal bersama Aileena lagi, ia justru jengah melihat keberadaan Delima di sisinya. Andai tidak ada anak di dalam kandungan Delima, sudah pasti ia akan segera meninggalkan Delima yang makin hari terlihat makin menyebalkan.
"Jadi kamu mau rumah yang besar, hm?" tanya Adnan sinis. "Mana uangnya ? Bila kau mau rumah yang lebih besar, berikan aku uang sekarang, pasti aku akan mencarikan rumah yang jauh lebih besar untukmu." sinis Adnan lagi dengan sebelah bibir terangkat ke atas.
"Mas, kamu kan tau aku nggak punya uang kok malah minta di aku. Mas itu calon suami Ima, calon ayah dari anak Ima , seharusnya Mas yang memenuhi segala kebutuhan Ima. Bukannya minta duit dari Ima. Ima aja kalau nggak dibantu mbak Ai mungkin sekarang udah jadi gelandangan." ujar Delima tanpa rasa bersalah. Ia ingat tapi mengabaikan kebaikan Aileena. Sungguh wanita tak punya hati. Air susu dibalas air tuba.
"Kau ingat kau berhutang budi dengan Aileena, tapi kau menusuknya dari belakang. Kau malah merayuku dan menawarkan diri untuk hamil anakku. Aku sungguh menyesali kebodohanku itu yang mau-mau saja menjadikan dirimu ibu dari anakku." ketus Adnan.
"Kau jangan hanya menyalahkan ku, Mas." sergah Delima. "Kau pikir semua akan terjadi bila kau bisa mengontrol napsumu. Jadi jangan hanya menyalahkan diriku, bukankah Mas malah menikmati tubuhku dan permainanku. Bahkan kau bahagia saat tau aku hamil anakmu jadi jangan sok suci di hadapan ku." tukas Delima geram membuat Adnan terdiam dan memalingkan wajah.
"Aku akan tetap membeli rumah ini. Bila kau tak bersedia tinggal di sini, kau bisa pergi." pungkas Adnan sebelum berlalu dari hadapan Delima untuk memeriksa ruangan yang lain.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Janjangan Delima mantannya Radika.. dan Doni kk nya Radika.. 😱😱😱