NovelToon NovelToon
Menjadi Yang Terkuat Di Dunia Kultivasi Immortal

Menjadi Yang Terkuat Di Dunia Kultivasi Immortal

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Misteri / Fantasi Timur / Epik Petualangan / Harem / Romansa
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Chizella

HIATUS AWOKAOWKA

"Kau akan dibunuh oleh orang yang paling kau cintai."

Chen Huang, si jenius yang berhenti di puncak. Di usia sembilan tahun ia mencapai Dou Zhi Qi Bintang 5, tetapi sejak usia dua belas tahun, bakatnya membeku, dan gelarnya berubah menjadi 'Sampah'.

​Ditinggalkan orang tua dan diselimuti cemoohan, ia hanya menemukan kehangatan di tempat Kepala Desa. Setiap hari adalah pertarungan melawan kata-kata meremehkan yang menusuk.

​Titik balik datang di ambang keputusasaan, saat mencari obat, ia menemukan Pedang Merah misterius. Senjata kuno dengan aura aneh ini bukan hanya menjanjikan kekuatan, tetapi juga mengancam untuk merobek takdirnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chizella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8: Melangkah Di Jalan Baru

​Xin Li, Yun Yuan, dan Pang Bo akhirnya menerima undangan tak terucapkan untuk singgah ke Desa Daun Hijau. Cahaya senja mulai menaungi, mewarnai dedaunan dengan rona kemerahan yang dramatis.

Chen Huang memimpin perjalanan, langkahnya kini terasa memiliki tujuan, tidak lagi santai, tetapi penuh tanggung jawab. Ia harus memastikan para tamu terhormat ini—terlepas dari kesalahpahaman yang terjadi—tidak memiliki keraguan sedikit pun akan niat baiknya. Ini adalah masalah kehormatan dan jaminan bahwa ia tidak akan menjadi sumber masalah.

​Waktu merangkak perlahan, diukur oleh pergantian bayangan di lantai hutan, sampai akhirnya mereka tiba di desa yang tenang itu. Chen Huang mengajak mereka menuju rumah Kepala Desa, tempat yang baginya terasa seperti kuil perlindungan.

​Sesampainya di sana, ia mendorong pintu kayu yang tua itu hingga terbuka. Pemandangan di dalam menyambut mereka, Wang Nan duduk di bangku rendah, fokus sepenuhnya pada bilah pisau di tangannya. Wang Nan sedang mengasah pisau, gesekan logam melawan batu asahan menciptakan suara mendesis yang ritmis dan kuno—suara penyiapan, seolah ia sedang mempertajam takdir. Keterkejutan terlihat jelas di wajah tua kepala desa itu, lipatan-lipatan kulitnya berkerut saat ia menyadari Chen Huang membawa tiga kultivator muda bersamanya.

​"Kakek, aku pulang," ucap Chen Huang singkat.

​Wang Nan hanya menanggapi itu dengan senyuman yang hangat, senyum yang meredakan ketegangan di antara para pendatang. Kemudian, Chen Huang menceritakan kembali apa yang terjadi, sebuah kisah yang cukup panjang tentang salah paham.

​"Jadi karena itulah mereka akan menginap untuk malam ini," Chen Huang menjelaskan, nadanya memohon izin.

​Xin Li segera memberikan hormat. Kedua tangannya yang indah disatukan di depan dada, jari-jarinya merapat sempurna. Tubuhnya membungkuk sedikit, sebuah gerakan yang anggun dan tulus, menunjukkan rasa terima kasih dan penyesalan. "Maaf merepotkan."

​Pang Bo dan Yun Yuan, meskipun lebih kaku, mengikuti gestur penghormatan itu. Dengan itu, Wang Nan mengangguk, dan hari yang melelahkan itu berakhir dalam keheningan yang nyaman.

​Pagi hari menyapa dengan kelembutan yang jarang ditemui. Ketika matahari mulai terbit, cahayanya yang pucat merayap masuk, menerangi ruang tamu. Xin Li dan teman-temannya sudah bersiap. Jubah hitam mereka telah rapi, menyiratkan keberangkatan yang tak terhindarkan.

​Namun, sebelum mereka berangkat, Xin Li memisahkan diri dari rombongan. Ia berjalan menghampiri Chen Huang yang sedang duduk di dekat Wang Nan, yang kembali mengasah pisaunya, sebuah ritual pagi yang penuh makna. Chen Huang duduk dengan postur santai, menatap ke kejauhan, merenungkan sesuatu.

​"Chen Huang," panggilnya. Suara Xin Li lembut, namun memiliki kejelasan yang menarik perhatian.

​Chen Huang menoleh, kepalanya berputar dengan gerakan yang terukur, bersamaan dengan Wang Nan yang mengangkat alisnya, pandangan matanya yang tajam dipenuhi rasa penasaran yang tersembunyi.

​"Ada apa?" tanyanya, suaranya dipenuhi ketenangan pagi.

​Xin Li berdiri di hadapannya, tubuhnya tegak, namun ada getaran halus di bahunya. Ia mengunci pandangannya dengan Chen Huang. "Jawabanmu tentang yang kutanyakan sebelumnya, bagaimana?"

​Chen Huang mulai mengingat pertanyaan itu, pertanyaan yang kini terasa begitu penting: 'apakah kau mau memasuki Sekte Awan Langit?'

​"Apa kau mau ikut kami?" Xin Li kembali menanyakan, kali ini dengan nada yang sedikit lebih mendesak.

​Chen Huang mengalihkan tatapannya dari Xin Li, menatap Wang Nan yang duduk di sampingnya. Pandangan matanya seolah menanyakan izin yang telah lama ia tunggu-tunggu. Wang Nan hanya tersenyum tipis, sebuah senyum yang mengandung pemahaman mendalam; ia seakan telah membaca takdir yang diinginkan Chen Huang.

​Tanpa berkata-kata, Wang Nan bangkit dari tempatnya duduk. Gerakannya lambat, penuh martabat seorang tetua. Ia melangkah ke meja tua di sudut ruangan, membuka sebuah kotak kayu yang tersembunyi. Kotak itu terbuka, memperlihatkan isinya, satu set pakaian yang baru, terlipat rapi, dan sebuah cincin sederhana namun elegan.

​Wang Nan melemparkan kedua benda itu pada Chen Huang. Gerakannya tidak tergesa-gesa, tetapi pasti, seperti melepaskan seekor burung yang sudah waktunya terbang.

​"Ambilah itu. Chen Huang... jadilah kultivator, aku menantikan keberhasilanmu."

​Mendengar restu yang tak terduga ini, Chen Huang cukup terharu. Kerongkongannya tercekat. Wang Nan, yang selama ini adalah jangkar yang menahannya di desa, kini justru menjadi dorongan terkuatnya. Chen Huang meraih pakaian dan cincin itu, memegangnya erat-erat, seolah memegang izin untuk hidup. Kemudian, ia berbalik ke arah Xin Li.

​"Baiklah, aku akan ikut dengan kalian," ucapnya, suaranya dipenuhi tekad yang diperbarui.

​Chen Huang kembali berbalik menghadap Wang Nan untuk perpisahan yang formal. Ia menyatukan kedua tangannya di depan dada, gerakan yang presisi dan penuh hormat. Kemudian, ia membungkukkan badannya sedalam-dalamnya, sebuah penghormatan yang melambangkan keikhlasan dan rasa terima kasih yang tak terbatas.

​"Di dalam hidup ini, aku tidak akan pernah melupakan kebaikan Kakek Wang yang menjagaku, menerimaku saat semua orang meninggalkanku."

​Wang Nan mendekat, mengakhiri gerakan penghormatan itu. Tangannya yang kasar, tangan seorang kepala desa yang jujur, menyentuh bahu Chen Huang, sebuah sentuhan yang penuh kasih sayang dan kebanggaan. "Sudah-sudah. Ini keinginanmu sejak lama, mana mungkin aku terus-menerus menolaknya."

​Pagi itu diakhiri dengan perpisahan yang tenang. Chen Huang meninggalkan gubuk kecil itu, kini mengenakan pakaian yang diberikan Wang Nan. Sebuah awal perjalanan panjang, yang akan terukir dalam sejarah.

...---...

​Perpisahan telah usai, dan kini Chen Huang menemukan dirinya berada di atas punggung seekor makhluk hidup yang luar biasa. Itu adalah Binatang Tingkat 1, seekor Elang Biru raksasa, yang diselimuti bulu biru pekat yang berkilauan di bawah sinar matahari pagi. Binatang ini dijinakkan oleh Pang Bo, dan kini menjadi tumpuan yang kuat dan efisien untuk perjalanan mereka yang panjang.

​Angin kencang menerpa wajah Chen Huang, membelai rambutnya ke belakang. Sensasi berada di udara, melayang di atas dunia fana, adalah pengalaman yang benar-benar baru. Ia duduk dengan punggung tegak di atas punggung elang yang kokoh, jantungnya berdebar-debar karena kegembiraan yang murni.

Ia cukup terkesan, ia tidak pernah menyangka akan benar-benar bisa menaiki seekor binatang terbang. Matanya memancarkan cahaya yang penuh kekaguman, seolah-olah setiap awan, setiap gunung di bawahnya adalah keajaiban yang belum pernah ia lihat.

​Di sampingnya, Xin Li tersenyum lembut, senyum yang menghangatkan suasana di tengah dinginnya udara ketinggian. Melihat Chen Huang yang seperti anak kecil yang baru pertama kali mencoba mainan baru, membuatnya sedikit menertawakan tingkah polosnya.

Gerakan tubuh Xin Li, yang duduk di atas punggung elang, terasa luwes. Karena pergerakan elang yang sesekali berayun, pinggulnya sedikit bergoyang halus, dan lekuk di dadanya bergerak lembut, sebuah irama alami yang hanya terlihat karena jubah hitamnya yang relatif tebal, menambah pesona keanggunan yang tidak disengaja.

​"Ketiga orang ini... mereka memiliki kekuatan yang lumayan." Dalam benak Chen Huang, suara Yue Chan, selembut embusan angin di telinga batin, terdengar memberikan analisis. "Mereka bertiga paham cara mengendalikan Dou Qi miliknya, meski tidak memiliki Dou Qi sebagus dirimu."

​Chen Huang segera membenarkan penilaian Yue Chan. Ia memfokuskan energi batinnya untuk secara halus memeriksa Dou Qi yang mengalir di sekitar tubuh Xin Li, Pang Bo, dan Yun Yuan. Penemuan ini membuatnya sedikit terkejut, namun kini ia mengerti.

​"Ranah Dou Zhi Qi Bintang 9!" ucapnya di dalam benaknya, pengakuan yang hanya bisa didengar oleh Yue Chan. "Pantas saja dia begitu kuat."

​Yue Chan menjawab dengan nada yang meyakinkan, sebuah penegasan yang mematrikan kepercayaan diri Chen Huang. "Benar. Ranah mereka di atasmu, namun tidak dengan kekuatan fisiknya. Kekuatan fisikmu itu telah di tempa oleh Teknik Pemecah Segala Hukum. Tidak mungkin kalah dari fisik biasa."

​Waktu berlalu cukup lama di tengah langit biru. Matahari mulai condong, memancarkan cahaya oranye yang indah, menerangi cakrawala di depan mereka. Elang Biru mulai turun perlahan, meluncur di atas sebuah hutan yang luas, menuju ke utara.

​Xin Li memajukan tubuhnya sedikit. Jari-jarinya yang ramping dan bersih menyentuh lembut bahu Chen Huang, sebuah sentuhan yang memicu perhatiannya. Ia menunjuk ke depan dengan gerakan tangan yang dramatis dan gembira. "Chen Huang, di sana adalah Kota Shanghai!" ucapnya dengan riang.

​Chen Huang mengikuti arah pandangannya. Di kejauhan, terhampar sebuah pemandangan yang membuat napasnya tertahan. Jantungnya berdetak kencang, matanya melebar tak percaya. Itu Kota Shanghai.

Bangunan-bangunan menjulang tinggi seperti gigi-gigi naga yang terbuat dari kristal dan batu giok, membentang sejauh mata memandang, sebuah pemandangan yang sama sekali berbeda dari Desa Daun Hijau yang sederhana.

​"Whoaaa!" Ekspresi kaget Chen Huang tidak bisa disembunyikan. Mulutnya sedikit terbuka, dan ia hampir kehilangan keseimbangan karena mencoba melihat setiap detail kota itu. "Besar sekali!"

​Di belakangnya, Yun Yuan yang bersandar di pelana elang hanya menggelengkan kepalanya. Sambil membuang napas pelan, ia menyentuh dahinya dengan jari telunjuk, sebuah gestur kelelahan yang elegan. "Orang ini... dia kuat tapi terlalu kekanak-kanakan," batin Yun Yuan, penilaiannya mengandung sedikit kejengkelan bercampur geli.

​Pang Bo, yang berada di depan, mengendalikan elang dengan tali kekang yang terbuat dari kulit binatang, berbicara dengan suara yang tegas dan terkontrol. "Kita akan singgah di kota ini untuk membeli beberapa barang. Kalian setuju?"

​Yun Yuan, yang selalu pragmatis, memberikan jawaban pertama. "Tidak buruk, kurasa boleh saja,"

​Chen Huang dan Xin Li hanya mengangguk setuju.

1
Mizuki Berry
gak ada cover lain kah?
Cecilia-chan: banyak ai nya yg ini, kek bahan gabut selagi aku masi nulis isekai slime, jdi kalau pening dan gada ide ya, kutulis random kesini, gada tujuannya ini novel
total 4 replies
Story
berapa kata di chapter ini?
Cecilia-chan: 1200an
total 1 replies
Story
Lebih baik lewat dialog aja nggak sih tingkatan Kultivasinya🗿
Cecilia-chan: entah kenapa aku pengen simpel aja kek sesepuh fantim yg laen🗿
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!