NovelToon NovelToon
Antara Air Dan Api

Antara Air Dan Api

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi / Kultivasi Modern / Evolusi dan Mutasi / Cinta Beda Dunia / Pusaka Ajaib
Popularitas:200
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Syihab

novel fiksi yang menceritakan kehidupan air dan api yang tidak pernah bersatu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Syihab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Retakan Yang Berbisik

Cai melayang di dalam pusaran dimensi yang tidak memiliki arah, tidak memiliki atas, bawah, atau batas. Cahaya biru dan merah menyambar-nyambar seperti petir yang saling mengejar, menghantam tubuhnya dengan kekuatan yang seharusnya mampu menghancurkan apa pun dalam sekejap. Namun selubung biru-perak yang menyelimuti tubuh Cai terus merespons, bergetar, melebar, dan menutup setiap bagian yang tersentuh energi liar itu.

Di tempat ini, waktu tidak bergerak seperti biasa. Napas terasa panjang dan pendek di saat yang sama. Setiap detik seperti menyerap kekuatan dari dalam dirinya, menarik semua emosi dan ingatan untuk diputar ulang dalam pusaran mimpi yang kabur.

Cai meraih kristal Bara Lembut yang tergantung dari tali tipis di pinggangnya. Cahaya merah lembut dari kristal itu stabil—berbeda dari kekacauan energi di sekitarnya. Kristal itu berdenyut perlahan, seolah merasakan kehadiran Sena di tempat yang jauh.

Cai menggenggamnya. “Bertahanlah… Aku akan kembali.”

Seketika pusaran dimensi mengerang, seperti makhluk hidup yang marah pada tekadnya.

Arus energi menabraknya lebih keras—lebih panas dan lebih dingin pada waktu bersamaan. Ia terhuyung, hampir kehilangan keseimbangan meski tidak ada tanah untuk dipijak.

Sebuah suara—bukan dari arah tertentu, tapi dari seluruh ruang di sekelilingnya—bergema.

“Kau datang lagi.”

Cai membeku.

Suara itu terdengar familiar… namun ia tidak pernah mendengarnya sebelumnya.

“Makhluk air. Atau… bukan hanya air.”

Cai memandang ke segala arah, mencari sumber suara. “Siapa kau?!”

Pusaran dimensi bergetar, seperti tertawa.

“Aku adalah retakan itu sendiri.”

Cai terdiam. Itu hal terakhir yang ia harapkan.

“Retakan… bicara?”

“Aku bukan hanya celah antara dua dunia. Aku adalah hasil dari perpecahan paling besar yang pernah ada. Dan kau… adalah bagian dari perpecahan itu.”

Cai menelan ludah. Aura biru-peraknya berkedip, seakan resah.

“Aku tidak mengerti.”

“Tentu tidak. Mereka menyembunyikan semuanya darimu.”

“Mereka siapa?”

Suara itu merendah, berubah menjadi bisikan yang seolah masuk langsung ke tulang belakang Cai.

“Dimensi Air Biru. Sang Penjaga Surut. Dan… ayahmu.”

Cai terhenti seketika, seakan seluruh energi dimensi berhenti bersamaan.

“… Ayahku?”

Selama ini, hidupnya selalu gelap tentang satu hal: asalnya. Ia tahu ia berbeda. Ia tahu ia tidak pernah benar-benar sama dengan makhluk air lainnya. Tapi tidak pernah ada jawaban. Penjaga Surut selalu menghindari pertanyaan. Air Biru, tempat ia tumbuh, selalu menyapanya hangat tapi… penuh rahasia.

Kristal Bara Lembut di tangannya berdenyut lebih cepat, seolah ikut bergolak mendengar kebenaran yang mulai terkuak.

Cai melangkah maju—atau mencoba melangkah—ke arah yang tidak ia mengerti. “Apa hubungannya ayahku dengan retakan ini?”

Retakan itu bergetar lagi. Kali ini penuh nada pahit.

“Ayahmu adalah yang pertama melanggar batas antara air dan api.”

Cai terperanjat. “Tidak mungkin… Mereka bilang tidak ada makhluk yang bisa menembus batas itu. Bahkan aku pun hanya bisa karena dipandu.”

“Ayahmu jauh lebih kuat dari itu. Ia tidak hanya menembus batas—ia menciptakan awal dari retakan ini.”

Kata-kata itu menusuk Cai lebih dalam daripada gelombang energi di sekitarnya.

“… Kenapa?”

“Karena ia percaya bahwa dua dunia tidak seharusnya terpisah. Ia ingin menyatukan semuanya, menghapus tembok antara air dan api.”

Cai terdiam. Tiba-tiba ia mengingat tatapan Sena ketika keduanya pertama kali bertemu—tatapan yang penuh rasa ingin tahu tentang dunia masing-masing. Betapa cepat keduanya merasa dekat, seolah jiwa mereka sudah pernah bersentuhan jauh sebelum mereka bertemu.

Suara itu melanjutkan,

“Namun pengetahuannya terlalu besar. Dan kekuatannya terlalu luas. Saat percobaan terakhir dilakukan… ia hilang di dalam pusaran.”

Cai mengencangkan genggaman. “Hilang… atau dibunuh?”

Retakan itu terdiam beberapa saat sebelum menjawab.

“Pada akhirnya… apa bedanya?”

Cai menahan napas. Dadanya bergetar.

“Jika ayahku yang menyebabkan retakan ini, kenapa aku bisa masuk ke sini tanpa hancur?”

Retakan itu tertawa lagi. “Kau masih tidak paham? Kau adalah satu-satunya makhluk yang pernah memiliki kedua elemen di dalam darahnya.”

Cai tersentak. “Tidak mungkin—”

“Makhluk Air. Makhluk Api. Kau… keduanya.”

Energi biru-perak di tubuh Cai meledak, berputar hebat. Cahaya biru dan merah di dalam retakan tiba-tiba merespons—mengalir ke arahnya, memeluknya, menekan tubuhnya seperti mencoba masuk ke dalam dirinya.

Tubuh Cai bergetar hebat. Napasnya terhambat.

“A-Apa ini…?”

“Ini adalah kebenaran yang tersisa dalam tubuhmu.”

Energi menyala dari dalam dadanya, seakan ada sesuatu yang selama ini tertidur dan kini dipaksa bangun.

Cai berteriak. “Berhenti!”

Tapi retakan itu tidak pernah mendengar kata berhenti.

Cahaya meledak di sekelilingnya. Fragmen pemandangan muncul berkelip seperti serpihan mimpi terpecah:

Seorang lelaki berambut perak berkilau membawa bayi dengan cahaya biru-merah…

Sebuah kuil air yang hancur separuhnya…

Api merah mengamuk di kejauhan…

Suara seseorang berbisik, “Lindungi dia… bahkan dari dunia ini…”

Cai memelototkan mata. “Itu… ayahku?”

Retakan itu menjawab lembut,

“Ia gagal menyelamatkan kedua dimensi. Tapi mungkin… kau tidak akan.”

Cai merasakan tubuhnya menjadi lebih ringan. Energi di sekelilingnya tiba-tiba berhenti menyerangnya. Sebaliknya… seluruh pusaran energi mulai bergerak searah, seolah diarahkan.

Menuju dirinya.

Seakan-akan retakan itu telah memutuskan sesuatu.

“Tutup aku. Atau… kendalikan aku.”

Cai tertegun. “Kendalikan retakan? Itu gila—aku tidak bisa—”

“Ayahmu mencoba menutupnya. Dan ia gagal.”

Cai terdiam.

“Tapi ia tidak pernah mencoba mengendalikannya.”

Energi di sekelilingnya menyala. Biru. Merah. Berputar. Menghampirinya. Menelan tubuhnya seakan mengakui keberadaannya.

Cai merasakan kekuatan itu masuk ke tulang-tulangnya, dan untuk pertama kalinya… retakan tidak terasa seperti ancaman.

Retakan terasa seperti rumah yang hancur tapi masih berdiri.

Ia mengangkat tangan.

Air berputar.

Api bergetar.

Keduanya bertemu di telapak tangannya tanpa saling memusnahkan.

Cai terpaku. “… Ini… mungkin aku bisa…”

Namun sebelum ia sempat memikirkan lebih jauh—

Sebuah suara keras memecah dimensi.

“CAI!”

Suara itu… jelas. Terdengar dekat. Terdengar sangat dikenalnya.

Sena.

Tubuh Cai menegang. “Sena?!”

Suaranya terdengar lagi, meski samar dan penuh gema.

“Jangan masuk lebih jauh! Aku bisa merasakan energi… yang membunuhmu!”

Cai mengamati sekeliling. Ia tahu Sena tidak benar-benar di sini—itu mustahil. Suara itu mungkin hanya gema ingatan… atau retakan yang memainkan pikirannya.

Tapi…

Tidak.

Gema itu terlalu nyata. Terlalu hidup. Ia bisa merasakan nyala api Sena dalam suara itu.

Cai menggenggam kristal Bara Lembut.

“Aku harus melakukannya.”

Suara Sena menjawab, lebih pelan, seolah jauh namun tetap memohon.

“Jika kau mati… aku—”

Cai memejam mata. “Aku tidak akan mati.”

Ia membuka mata, menatap pusaran energi yang kini tunduk padanya.

“Aku bukan hanya air. Bukan hanya api.”

“Aku—”

Cai mengulurkan kedua tangannya, menarik energi biru dan merah sekaligus, menyatukannya menjadi pusaran perak menyilaukan.

“—adalah jembatan antara dua dunia!”

Retakan itu menyala terang. Ruang di sekelilingnya bergetar, memekik seperti makhluk purba yang akhirnya dibangunkan.

Dan untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, retakan itu mulai menutup—

atau…

mulai menuruti pemilik barunya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!