NovelToon NovelToon
Dunia Larashati

Dunia Larashati

Status: sedang berlangsung
Genre:Mata Batin / Pihak Ketiga / Tumbal / Kutukan / Spiritual / Iblis
Popularitas:740
Nilai: 5
Nama Author: Adiwibowo Zhen

perjalanan wanita tangguh yang sejak dalam kandunganya sudah harus melawan takdirnya untuk bertahan hidup

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adiwibowo Zhen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mengambil keputusan

Tik tok… tik tok… tik tok… tik tok… Suara detak jarum arloji tua di dinding bambu rumah Ko Acun menggema di ruangan remang-remang, setiap detiknya terasa seperti palu godam yang menghantam jantung Manto. Dia duduk di kursi kayu yang berderit, tubuhnya tegang seperti busur panah yang ditarik,matanya terpaku pada wajah Ko Acun yang tenang, seolah permukaan danau di pagi hari. Aroma rempah dan daun herbal yang menyengat hidung tak mampu menutupi bau keringat dan ketakutan yang menguar dari tubuhnya, sementara senja merayap masuk melalui jendela, mewarnai ruangan dengan nuansa jingga yang suram.

Setelah menghela napas panjang, Ko Acun membuka bibirnya, suaranya serak seperti gesekan bambu kering. “To, jika kamu percaya padaku, lebih baik bayimu itu kamu rawat secara tradisional saja.” Manto menyentak, tubuhnya menegang. “Lagipula, dia sekarang adalah cucuku juga,karena Yati, istrimu, sudah kuangkat sebagai anak angkat. Jadi, dia adalah bagian dari keluarga kita,darah kita.”

Ko Acun mengusap dagunya yang berkerut, matanya memancarkan cahaya misterius yang membuat Manto merinding. “Dan To, ada hal yang tidak kamu ketahui… Sakit istrimu dan kenapa anakmu lahir mendadak… itu tidak serta merta takdir mereka dari Yang Maha Kuasa. Semua itu ada campur tangan makhluk gaib dan niat jahat manusia yang serakah terhadap harta dan kekuasaan dunia ini.”

Mendengar jawaban itu, bulu kuduk Manto berdiri, dan kebingungan melanda pikirannya seperti badai. “Ko, maksudnya apa? Apa ada yang jahat terhadap keluarga kecil kami?” tanyanya dengan gugup, tangannya gemetar hingga kursi yang didudukinya berderit.

Ko Acun menepuk pelan pundak Manto, sentuhannya terasa dingin seperti batu nisan. “Ya, bisa dibilang begitu… Tapi kasusnya sangat rumit, dan aku tak bisa memberitahumu sekarang. Ini adalah pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, antara cahaya dan kegelapan,dan keluarga kalian terjebak di tengahnya.” Ko Acun menghela napas kembali, matanya memandang jauh ke luar jendela, seolah melihat sesuatu yang tak bisa dilihat oleh mata biasa. “Besok, jika aku punya waktu, aku akan datang ke rumahmu untuk memastikan sesuatu… Akan kuteliti apakah ada energi jahat yang mengganggu keluargamu, dan usahakan untuk melindunginya.”

Ko Acun kembali menatap Manto, senyum tipis menghiasi bibirnya. “Tapi kamu tidak usah khawatir… Anak itu bisa lahir hidup meski sangat kecil dan lemah,itu artinya dia diberkati Tuhan. Mungkin dia di masa depan akan mampu memberantas hal-hal jahat itu… Mungkin dia adalah harapan kita.” Manto mengangguk, meski ketakutan masih terpancar jelas di wajahnya. “Iya, Ko…” jawabnya, suaranya bergetar.

“Lalu, bagaimana cara merawatnya, Ko?” tanya Manto, suaranya dipenuhi harapan. Ko Acun tersenyum, senyumnya menenangkan seperti air yang mengalir. “Kalau malam, selalu letakkan botol kaca berisi air panas di kanan dan kiri bayi itu, lalu dibalut kain agar tetap hangat. Ini akan menggantikan inkubator,menjaga tubuhnya tetap hangat di tengah dinginnya malam.” Ko Acun mengangkat jarinya, memberi instruksi lebih lanjut. “Seterusnya, saat memasak nasi di pawon, mandikan bayi dengan uap,jangan dengan air. Uap akan membersihkan tubuhnya dari kotoran dan memberikan energi kehidupan.”

Ko Acun melanjutkan, “Setelah itu, baluri dengan minyak telon,aroma minyak telon akan melindungi bayi dari roh jahat yang berkeliaran di sekitar rumah. Dan setiap hari, jemur di sinar matahari pagi,sinar matahari akan memberikan vitamin dan kekuatan untuk tubuhnya yang lemah.” Ko Acun menatap Manto dengan tatapan serius. “Lakukan itu secara rutin, To. Jangan pernah berhenti, atau roh jahat akan mengambil kesempatan untuk mencuri jiwanya.”

Manto mengangguk, mengingat setiap instruksi yang diberikan Ko Acun. “Oh iya, Mbah… Ya sudah, Mbah, aku akan pulang sekarang. Soalnya Yati sendirian di puskesmas.” Ko Acun menepuk pundaknya lagi. “Iya, To, baik. Hati-hati, dan jangan cemas. Semua akan baik-baik saja… Ingat, kamu tidak sendirian. Aku akan selalu siap membantu kalian.” Manto mengangguk, air mata menggenang di pelupuk matanya. “Iya, Mbah. Terima kasih…”

Lalu, Manto melangkah menuju mobil tangkinya yang berderit dan melaju pulang,meninggalkan Ko Acun yang berdiri di halaman, menatap langit senja yang semakin gelap.

Waktu terus berlalu, membawa Manto kembali ke puskesmas yang berbau obat dan ketakutan. Satu jam kemudian, Manto tiba di puskesmas dan langsung berlari menuju ruangan Yati dan anaknya. Terengah-engah, ia melihat Yati menunggu, wajahnya dipenuhi keringat dan kecemasan. Mata Yati berkaca-kaca, menatap Manto dengan penuh harapan. “Mas, bagaimana kata Ko Acun?” tanyanya, suaranya lemah seperti bisikan angin.

Manto menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. Lalu, dia menjawab dengan suara lebih tenang: “Kata Ko Acun, anak kita tidak boleh diinkubator, Ti. Kita disuruh merawat sendiri… Tadi aku sudah dikasih tahu caranya.” Mendengar jawaban itu, Yati tidak kecewa karena anaknya tak diinkubator. Sebaliknya, dia merasa semangat karena bisa mengurus anaknya sendiri dengan cara tradisional yang dipercayainya. Dia tersenyum, senyumnya memancarkan kehangatan yang membuat Manto merasa lega. “Baiklah, Mas… Kita akan merawat anak kita dengan cara yang terbaik. Kita akan membuktikan bahwa cinta dan tradisi bisa mengalahkan segalanya.”

Setelah berbicara dengan Yati dan mendapatkan persetujuannya, Manto bergegas mencari dokter. Langkahnya cepat dan mantap, menapaki koridor puskesmas yang ramai dengan bau obat dan suara langkah kaki. Pikirannya dipenuhi tekad, namun hatinya tetap berdebar-debar,antara keyakinan pada tradisi dan kekhawatiran akan keselamatan anaknya.

Di depan pintu bertuliskan "Ruang Dokter Rini", Manto berhenti sejenak, menarik napas dalam, dan mengetuk pintu dengan sopan. Tok tok tok.

"Permisi, silakan masuk," suara lembut dari dalam ruangan mempersilahkannya masuk. Manto membuka pintu perlahan, menampilkan sosok Dokter Rini yang sedang duduk di balik meja kerjanya, meneliti berkas-berkas pasien. Dokter Rini mendongak, tersenyum ramah, dan mempersilakan Manto duduk.

"Oh, Pak Manto, bagaimana, Pak?" tanya Dokter Rini, matanya menyorotkan rasa ingin tahu.

Manto mengangguk, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Iya, Dok... Anak saya akan saya rawat sendiri, tidak usah diinkubator," ucapnya dengan mantap.

Mendengar kata-kata Manto, Dokter Rini mengerutkan kening, ekspresinya berubah menjadi khawatir. "Pak, apa Anda yakin?" tanyanya dengan nada prihatin. "Anak Bapak prematur, loh... Bahaya sekali kalau tidak diinkubator. Jika malam bisa kedinginan, organ tubuhnya belum sempurna, rentan sekali terkena infeksi..."

Manto menghela napas, mencoba menjelaskan keputusannya dengan tenang. "Iya, Dok, saya yakin. Saya sudah bicara dengan kakek istri saya, seorang sinse. Katanya dirawat sendiri saja, dengan cara tradisional. Beliau lebih berpengalaman dalam hal ini."

Mendengar jawaban Manto yang begitu teguh, Dokter Rini hanya bisa menghela napas dengan prihatin. Dalam hatinya, ia merasa kasihan pada Manto,seorang pria sederhana dengan pendidikan rendah yang begitu percaya pada hal-hal tahayul. Namun, sebagai seorang dokter, ia tidak bisa memaksa Manto untuk mengikuti sarannya.

"Ya sudah, Pak Manto, kalau itu sudah jadi keputusan Pak Manto dan istri Anda, saya hanya bisa memberi saran," ucap Dokter Rini dengan nada pasrah. "Semoga pilihan yang Bapak pilih adalah jalan yang tepat. Saya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anak Bapak."

"Iya, terima kasih, Dok," jawab Manto dengan tulus.

"Dok, kapan istri saya bisa pulang?" tanya Manto, mengalihkan pembicaraan.

"Oh, itu... Kalau nanti sore tubuhnya sudah kuat, bisa pulang," jawab Dokter Rini. "Tanya saja ke istrinya, perasaannya bagaimana. Jika dia sudah merasa kuat, bisa pulang sore ini."

"Ok, baik, Dok, terima kasih," ucap Manto, beranjak dari kursinya.

"Iya, sama-sama, Pak," jawab Dokter Rini, tersenyum tipis.

Manto melangkah keluar dari ruangan dokter dengan langkah lebih ringan. Beban di hatinya sedikit berkurang setelah menyampaikan keputusannya pada Dokter Rini. Namun, ia masih merasa khawatir,apakah ia telah membuat keputusan yang tepat? Apakah ia mampu merawat bayinya dengan baik tanpa bantuan inkubator?

Manto menepis keraguan itu dan memantapkan hatinya. Ia percaya pada Ko Acun, pada tradisi, dan pada cinta kasih yang ia miliki untuk bayinya. Ia akan melakukan segalanya untuk melindungi dan merawat anaknya, apapun yang terjadi.

Dengan langkah pasti, Manto menuju ruangan tempat Yati dan bayinya berada, membawa harapan dan tekad dalam hatinya.

1
Aura Angle
wuih ad hot hotnya
Ninik Listiyani
/Sweat//Sweat//Sweat/
Ninik Listiyani
ad y orang kaya Suharti kejam
Ninik Listiyani
kisahnya kya beneran terjadi
Ninik Listiyani
lanjutkan menulisnya
Ninik Listiyani
penasaran untuk cerita selanjutnya
penguasa univers
tak menyangka ,tapi masuk akal 🤭
penguasa univers
💪
cakrawala
terimakasih suportnya/Pray/
penguasa univers
sedih kisahnya
Ninik Listiyani
makin seru sepertinya. akan jadi wanita tangguh👍
Ninik Listiyani
semangat nulisnya kk aku akan jadi pembaca setiamu please jangan berhenti di tengah jalan
Ninik Listiyani
sungguh tragis💪
Ninik Listiyani
berkaca kaca
Ninik Listiyani
kisah yg bagus sepertinya mengerikan penderitaanya
Ninik Listiyani
kasihan sekali 🤣
Ninik Listiyani
semangat aku suka 🤣kisahnya
Ninik Listiyani
membuat terharu kisahnya🤣
Ninik Listiyani
mengharukan🤣
IRINA SHINING STAR
saya juga mampir kak... pas aku baca ceritanya nggak tau kenapa pengen nangis.. 🙏 semangat terus ya kak
cakrawala: ea tentu pemula harus saling suport 💪👍
total 6 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!