NovelToon NovelToon
Black Rose

Black Rose

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Hamil di luar nikah / Dark Romance / Cintapertama / Konflik etika
Popularitas:587
Nilai: 5
Nama Author: Phida Lee

Cinta seharusnya tidak menyakiti. Tapi baginya, cinta adalah awal kehancuran.

Yujin Lee percaya bahwa Lino hanyalah kakak tingkat yang baik, dan Jiya Han adalah sahabat yang sempurna. Dia tidak pernah menyadari bahwa di balik senyum manis Lino, tersembunyi obsesi mematikan yang siap membakarnya hidup-hidup. Sebuah salah paham merenggut persahabatannya dengan Jiya, dan sebuah malam kelam merenggut segalanya—termasuk kepercayaan dan masa depannya.

Dia melarikan diri, menyamar sebagai Felicia Lee, berusaha membangun kehidupan baru di antara reruntuhan hatinya. Namun, bayang-bayang masa lalu tidak pernah benar-benar pergi. Lino, seperti setan yang haus balas, tidak akan membiarkan mawar hitamnya mekar untuk pria lain—terutama bukan untuk Christopher Lee, saudara tirinya sendiri yang telah lama mencintai Yujin dengan tulus.

Sampai kapan Felicia harus berlari? Dan berapa harga yang harus dibayar untuk benar-benar bebas?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

Kafe Sori, tempat pertemuan yang dipilih Yujin, adalah tempat yang terang benderang dan selalu ramai oleh mahasiswa. Yujin sengaja memilih lokasi ini karena tempat yang penuh saksi mata, demi alasan keamanan dan formalitas.

Tepat pukul empat sore, Yujin tiba dan menemukan Lino sudah duduk di meja sudut dengan dikelilingi buku-buku tebal, menciptakan ilusi bahwa ia baru saja menyelesaikan sesi belajarnya. Lino tampak santai mengenakan hoodie gelap yang menonjolkan fitur wajahnya yang tajam.

Yujin mendekat, tasnya tersampir di bahu. "Maaf, Oppa. Apakah aku datang terlambat?"

"Tidak, Yujin. Aku yang terlalu bersemangat hingga datang terlalu awal." jawab Lino, berdiri dan menarikkan kursi untuk Yujin—sebuah gestur yang seharusnya sopan, tetapi terasa berlebihan dan intim bagi Yujin.

Yujin duduk dengan punggung tegak, mempertahankan jarak yang aman. "Jadi, tentang desain ruang praktik Ayahmu? Bagaimana aku bisa membantumu?"

Lino tersenyum. Senyum itu sempurna, tetapi di mata Yujin, senyum itu terasa dingin.

"Terima kasih sudah mau datang, Yujin," kata Lino, nadanya penuh rasa terima kasih yang dibuat-buat. Ia kemudian mengeluarkan tabletnya dan menunjukkan beberapa foto desain interior bergaya Skandinavia yang sedang tren.

Yujin, sebagai desainer, segera fokus pada pekerjaan. "Ini terlihat bagus. Tapi untuk ruang tunggu dokter, kita butuh tekstur yang lebih menenangkan. Mungkin sentuhan sage green dan kain linen yang lembut, bukan hanya warna putih bersih."

Lino mengangguk, mendekatkan tabletnya. "Aku suka ide itu. Bisakah kau menjelaskannya lebih detail? Maksudku, bagaimana tekstur kainnya mempengaruhi psikologi pasien?"

Yujin mulai menjelaskan, suaranya tenang dan profesional. Ia merasa lega; selama mereka membicarakan pekerjaan, semua terasa aman.

Namun, Lino perlahan mulai mengubah fokus. Saat Yujin sedang sibuk menunjuk detail pada layar, Lino memanfaatkan kesempatan itu.

"Kau sangat pintar, Yujin. Jauh lebih pintar dari yang kukira," Lino menyela, tatapannya beralih dari tablet ke wajah Yujin.

Yujin menghentikan penjelasannya. Ia merasakan tatapan Lino terlalu lama dan terlalu intens. Batas profesional itu mulai terasa kabur.

"Itu karena aku mempelajarinya, Oppa," jawab Yujin, berusaha mengembalikan fokus pada tablet.

Lino mengabaikan isyarat itu. Ia meraih cangkir kopi Yujin yang diletakkan agak jauh. "Kau terlalu fokus pada detailnya. Minumlah dulu. Kau terlihat lelah."

Saat Lino menyerahkan cangkir itu, tangannya secara sengaja menyentuh jari Yujin, sentuhan singkat itu seakan membuatnya terasa seperti sengatan listrik yang tidak diinginkan.

Yujin segera menarik tangannya, mengambil cangkir kopi itu tanpa menatap Lino. Perasaan tidak nyaman yang kuat menjalari dirinya. Ini bukan lagi tentang 'bantuan untuk Ayah'. Ini adalah upaya yang disengaja.

"Terima kasih," ujar Yujin dingin, lantas meminum kopinya.

Lino melanjutkan aksinya, seolah-olah tidak ada yang terjadi. "Christopher bilang kau sangat berhati-hati dalam menjaga pola tidur dan makanmu. Apa itu benar? Kau tidak boleh sampai sakit."

Pertanyaan itu membuat Yujin merasa waspada. Lino tidak punya alasan untuk mengetahui detail pribadinya, apalagi membicarakan Christopher, yang notabene adalah saudara tirinya yang ia benci.

"Christopher Oppa hanya khawatir padaku. Dia memang terlalu berlebihan," Yujin berbohong, berusaha meremehkan kedekatannya dengan Christopher.

"Tidak, dia memang benar," Lino menyanggah, matanya menyiratkan pemujaan yang menjijikkan. "Sejak Ayahmu meninggal, kau kini hidup sendirian. Kau membutuhkan seseorang yang benar-benar bisa menjagamu, Yujin. Seseorang yang tahu betapa rapuhnya dirimu di balik penampilanmu yang tenang."

𝘙𝘢𝘱𝘶𝘩.

Kata itu membuat Yujin marah. Lino tidak berhak mendefinisikannya. Ia tidak butuh pria yang bersikap seperti 'penyelamat' dengan imbalan kepemilikan.

Yujin akhirnya menyadari betapa dalamnya manipulasi ini. Lino tidak hanya mengkhianati Jiya, tapi Lino juga mencoba melanggar batas emosionalnya, berusaha membuat Yujin merasa berhutang budi padanya dan lemah.

"Maaf, Oppa," Yujin memotong, ia meletakkan cangkir kopi dengan suara 𝘬𝘭𝘪𝘬 yang tegas. "Aku rasa saranku sudah cukup sampai disini. Untuk kelanjutannya, kau bisa menggunakan desainer profesional. Aku tidak punya cukup waktu sekarang."

Lino terkejut oleh perubahan nada Yujin yang tiba-tiba menjadi dingin dan profesional. Ia tidak menyangka Yujin akan menarik diri secepat ini.

"Yujin, tunggu. Apa kau marah padaku?" Lino berusaha terlihat sedih. "Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah padamu?"

"Tidak, Oppa," Yujin menggeleng, tetapi matanya tidak menunjukkan kehangatan sama sekali. "Kamu tidak salah. Hanya saja, aku menyadari bahwa aku tidak bisa membantumu lebih jauh. Aku harus menjaga fokusku pada kuliah. Tugasku sangat penting."

Yujin kemudian menatap Lino lurus di mata, sebuah tatapan yang penuh kesadaran. "Dan, Oppa. Kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkanku. Jiya adalah kekasihmu. Tolong fokuslah padanya."

Peringatan halus itu adalah pukulan telak. Yujin secara tidak langsung mengakui bahwa ia menyadari sandiwara yang sedang dimainkan Lino.

Lino merasakan bara kemarahan yang ia pendam mulai membakar. Namun, ia tidak boleh kehilangan kendali. Di kafe yang ramai ini, ia harus tetap terlihat sebagai pria baik yang ditolak.

Lino tersenyum pahit untuk menutupi amarahnya. "Kau benar. Aku terlalu khawatir sebagai kakak tingkatmu. Aku akan fokus pada Jiya. Tapi, bisakah aku memintamu satu hal lagi?"

Yujin memasang ekspresi hati-hati. "Apa itu, Oppa?"

"Jiya sangat menyukai desainmu, dan dia selalu ingin tahu tentang Butik Vanté. Bisakah sesekali kau memberiku sedikit update tentang pekerjaanmu? Untuk sekadar diceritakan pada Jiya. Dia akan sangat senang mendengarnya dariku."

Lino sengaja meminta hal itu untuk mendapatkan informasi dari Yujin, menjadikannya 'sumber rahasia' Jiya, sehingga Yujin akan terus terhubung dengannya melalui alasan yang legit (demi Jiya).

Dan Yujin tahu ini adalah jebakan, tetapi ia tidak bisa menolak permintaan yang menggunakan Jiya sebagai alibi. Menolak berarti Jiya akan menjadi korban pertengkaran Lino.

Yujin menghela napas pasrah. "Baiklah, Oppa. Tapi hanya melalui pesan singkat, dan hanya yang bersifat umum. Tidak lebih dari itu."

"Terima kasih banyak, Yujin. Kau memang yang terbaik," Lino kembali bersinar, sebuah kemenangan kecil di tengah penolakan.

Yujin segera berdiri. Ia berpamitan formal dan segera melangkah keluar dari kafe.

Saat ia berjalan menjauhi Kafe Sori, Yujin merasakan kelegaan. Ia berhasil melarikan diri tanpa harus melukai perasaan Jiya. Namun, ia juga merasakan ketakutan yang tumbuh perlahan.

Lino sudah tahu aku menyadari pengkhianatannya pada Jiya. Dan sekarang, dia akan semakin berusaha mendekatinya.

Yujin mengambil ponselnya, mengirim pesan singkat ke Jiya: Aku baru saja bertemu Lino Oppa. Dia membicarakan desain ruang praktik ayahnya. Aku sudah memberinya saran. Jangan khawatir, ya.

Yujin melakukan ini sebagai pertahanan diri, untuk memastikan Jiya tahu ia tidak menyembunyikan pertemuan itu, dan bahwa pertemuan itu murni profesional.

Di Kafe Sori, Lino menyaksikan Yujin mengirim pesan. Senyum kemenangan menghiasi wajahnya. Ia tahu Yujin sedang mencoba membangun 'bukti' kejujuran.

"Kau pikir kau bisa menghindariku dengan kejujuran, Lee Yujin?" Lino bergumam dengan mata menyala. "Tidak. Kau hanya memberiku cara yang lebih mudah untuk mendekatimu. Dengan Jiya sebagai perisai, aku akan menghancurkan dinding pertahananmu, satu per satu."

Lino meraih ponselnya, menunggu pesan Yujin ke Jiya. Begitu Jiya membalas pesan Yujin, ia akan tahu bahwa Yujin telah berhasil menjebak dirinya sendiri ke dalam permainan Lino.

.

.

.

.

.

.

.

— Bersambung —

1
Dian Fitriana
up
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!