Delia Aurelie Gionardo hanya ingin mengakhiri pernikahan kontraknya dengan Devano Alessandro Henderson. Setelah satu tahun penuh sandiwara, ia datang membawa surat cerai untuk memutus semua ikatan.
Namun malam yang seharusnya menjadi perpisahan berubah jadi titik balik. Devano yang biasanya dingin mendadak kehilangan kendali, membuat Delia terjebak dalam situasi yang tak pernah ia bayangkan.
Sejak malam itu, hidup Delia tak lagi sama—benih kebencian, dendam, dan rasa bersalah mulai tumbuh, mengikatnya kembali pada pria yang seharusnya menjadi "mantan" suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadia_Ava02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBMS - Bab 8 Menjaga Anak dan Rahasia
Hari ini Delia sengaja tidak berangkat ke kantor. Semalam ia sudah bicara dengan Jessy untuk meng-handle semua pekerjaannya. Tubuhnya masih sangat lemas, bahkan sekadar membayangkan duduk di depan laptop pun membuatnya pusing.
Bakan saat waktu kini telah menunjukkan jam delapan pagi, Delia baru bangun dan duduk ditempat tidurnya sambil bersandar masih dengan piyama semalam. Tak ada yang ingin ia lakukan hari ini selain berbaring dan memulihkan tenaga.
Tiba-tiba saja ponselnya yang berada diatas nakas berbunyi.
Ting!
Delia langsung meraih ponselnya membaca nama pengirim dari depan layar.
💌 [Aku pesankan bubur ayam untuk sarapan pagi ini, makanlah] — Alvan.
Delia tersenyum tipis, mematikan ponselnya dan meletakkannya di meja. Ia berjalan pelan ke kamar mandi untuk mencuci muka supaya lebih segar.
Lima menit kemudian, bel apartemen berbunyi.
"Itu pasti kurir pengantar makanan," gumamnya. Ia melangkah perlahan, menjaga langkahnya seolah tengah menghemat tenaga.
Cklek!
Begitu pintu terbuka, sosok pria berahang tegas dengan tatapan dingin berdiri di depannya.
"Dev?" Delia terkejut. "Dari mana kamu tahu tempat tinggalku?"
Delia merasa tak pernah memberikan alamat apartemennya pada siapapun, kecuali Alvan. Karena ia ingin hidup tenang sekarang tanpa Dev atau siapapun. Tapi justru pria itu sekarang datang ke apartemennya untuk menemui Delia.
Tapi alih-alih menjawab pertanyaan Delia, justru Dev hanya menatapnya dingin. "Kita perlu bicara, Del." ucapnya tegas dan singkat.
Bagi Delia, Devano tak pernah berubah. Ia selalu bertindak sesuka hati dan mengatur semuanya, termasuk tentang Delia. Mungkin jika dulu Delia akan selalu menurut karena ingin menjadi seorang istri yang patuh, tapi sekarang tidak lagi, Delia kini tak memiliki hubungan apa-apa dengan Dev, ia merasa berhak menolak ataupun mengusir Dev sekalipun dari tempat ini.
"Pergilah, Dev. Aku sedang tidak berminat untuk ribut denganmu." Delia mencoba menutup pintu, tetapi tangan Dev menahan dan mendorong pintu hingga menutup kembali di belakangnya.
Brak!
"Dev… aku mohon, pergilah." Suara Delia bergetar. Ia sungguh tak memiliki banyak tenaga untuk meladeni ego Devano saat ini, Delia hanya ingin hidup tenang.
Tapi tatapan Dev semakin tajam, menandakan bahwa ia tak akan mau pergi ataupun mundur dari tempat ini. Bagi Dev, Delia lah yang sudah sangat egois. dia hanya memikirkan tentang perasaannya saja, padahal Dev butuh waktu untuk bicara tentang hubungan mereka dan bagaimana caranya jujur pada keluarga Dev jika mereka kini tak lagi bersama. Tapi Delia justru malah bersikap sebaliknya, hal itu semakin membuat Dev muak.
"Kamu yang seharusnya mendengarkan aku!” suara Dev meninggi. Rahangnya mengeras, napasnya berat. "Kenapa aku merasa kamu selalu menghindariku?"
"Bukan itu yang kamu inginkan? Kenapa sekarang justru bertanya?" balas Delia lirih, tak habis pikir.
"Karena kita belum selesai!" desis Dev.
Meskipun wajah Delia saat ini masih sangat terlihat pucat, tapi bayangan Alvan memasuki apartemen Delia kemarin masih sangat mengganggunya, dan karena itulah Dev datang hari ini. Dia ingin mereka berdua cepat menyelesaikan semuanya dan hidup dengan pilihan masing-masing. Tak perlu mengganggu satu sama lain lagi.
"Apa maksudmu, Dev?"
"Kita harus bicara pada keluargaku tentang hubungan kita. Semua harus jelas!" tekan Devano, kali ini dia tak akan membiarkan Delia untuk menghindar lagi.
Delia menelan ludah. Tubuhnya gemetar menahan lemas. "Dev… aku pasti akan menyelesaikan semuanya, tapi aku mohon. Jangan hari ini."
Tapi Dev tak mau tau, dia sudah terlanjur berjanji pada Giselle kemarin, dan ia tak ingin membuat Giselle kecewa, meskipun harus memaksa Delia sekalipun.
"Kenapa? Bukankah setelah bicara kamu lebih bebas bersama pria itu?"
Delia mengerutkan kening. Dev bahkan sampai sudah berani berfikir terlalu jauh, ia sampai membawa-bawa Alvan.
"Dev, aku tidak mengerti maksudmu. Beri aku sedikit waktu. Aku janji setelah itu kita selesaikan semuanya."
Dev mendekat, mengurung Delia dengan kedua tangan di tembok. Aroma parfum maskulin yang akrab menusuk hidungnya, anehnya, itu membuatnya ingin menarik napas lebih dalam, seolah tengah menarik tenaga dari sana.
Dev menatap wajahnya lebih dalam. "Aku ragu.. Wajahmu pucat karena sakit atau.. bermain semalaman bersama pria itu kemarin,"
"Jaga bicaramu, Dev! Kamu tidak berhak berbicara seperti itu tentang aku ataupun Alvan!" pertanyaan itu seperti tamparan bagi harga diri Delia
Delia curiga, kenapa Dev bisa tau jika Alvan kemarin sempat main ke apartemennya , apa Dev mengikutinya? Jika iya, Dev benar-benar sudah sangat keterlaluan. Dia telah berani mencampuri privasi seseorang hanya demi tujuannya sendiri yang Delia pun sampai saat ini tak mengerti dengan pola pikir Dev. Pria itu hanya selalu menyakiti dan menyebalkan dimatanya.
Dev mengangkat sebelah alis, tatapannya menusuk. "Lihatlah… kamu begitu membelanya. Apa kamu sangat mencintainya?"
"Dev, cukup! Kenapa kamu tidak puas juga menyakitiku!" jerit Delia, napasnya tersengal.
Tiba-tiba suara lain memecah ketegangan. bel apartemen Delia sekali lagi berbunyi.
Delia segera menurunkan tangan Dev yang menghalanginya dengan kasar dan melangkah ke pintu.
"Permisi…" seorang kurir makanan berdiri di depan pintu, membawa bungkusan bubur pesanan Alvan.
"Pesanan atas nama Nona Delia?"
"Iya, Pak. Saya sendiri."
"Ini pesanan Anda,"' kata kurir itu sambil menyerahkan bungkusan itu.
"Terima kasih."
Kurir itu pergi. Delia menutup pintu, menahan napas. Dev memperhatikannya dengan wajah masam. Selama hidup bersama, Delia jarang memesan makanan. Ia selalu masak dan menyisihkan juga untuk Dev meskipun ia tau Dev tak akan sudi menerima apapun dari Delia. Tapi hari ini, Dev melihat Delia jadi lebih manja, dan sok lemah dan itu membuat Dev semakin muak.
Dev seolah berfikir jika Delia saat ini hanya sedang berakting untuk mendapatkan perhatiannya saja. ia pasti masih takut untuk kehilangan segalanya yang telah orang tua Dev berikan, maka dari itu, Delia seolah menghindari Dev dan mau mengulur waktu untuk jujur pada keluarganya tentang hubungan mereka.
Seandainya Dev bisa, ia akan melakukannya sendiri tanpa perlu mengajak Delia pulang kerumah untuk membuat klasifikasi. Tapi orangtuanya tak akan mau mendengarkan Dev, jika bukan Delia sendiri yang bicara kalau dia lah yang menginginkan perpisahan ini, bukan hanya Dev.
"Aku sudah berjanji pada Giselle, aku akan segera bertunangan dengannya setelah kita menyelesaikan ini, aku tidak mau menunggu lebih lama lagi Del," ucap Dev jujur, memang itulah yang Giselle dan Dev rencanakan kemarin setelah pulang makan siang.
Mereka berdua akan segera melangsungkan hari pertunangan setelah ini.
Deg!
Delia menatapnya lama. Mungkin memang sudah saatnya menyelesaikan semua ini. Ia juga ingin hidup tenang tanpa harus berurusan lagi dengan Dev.
Dengan suara yang lebih tenang ia berkata, "Baiklah, tunggu sebentar. Aku perlu bersiap dulu. Setelah itu kita bisa ke rumah Papa Bryan."
Delia segera berjalan dan meletakkan bubur itu diatas meja lalu melanjutkan langkah kekamarnya. Delia langsung mengunci pintunya rapat dan bersandar dibelakang.
Delia menatap perutnya sendiri, lalu mengusapnya. "Dev tidak boleh tau tentang anak ini," gumamnya.
Delia tak ingin egois, ia tak ingin merampas kembali kebahagiaan Dev dan Giselle hanya karena anak yang berada didalam kandungannya. Ia tak mau Dev lebih membencinya dari pada sekarang. Ia ingin mereka memiliki kebahagiaan mereka masing-masing meskipun harus mengorbankan kenyataan jika sang anak akan lahir tanpa seorang ayah sekalipun, tapi Delia tak akan pernah membiarkan kelak anaknya kekurangan kasih sayang sedikitpun. Delia akan tetap menjaga anak ini dan rahasia mereka malam itu.
"Maafkan mama nak... mama belum bisa memberitahu siapapun tentangmu,"
Dev jangan jadi di paksa Delia nya
di bujuk secara halus dunk🤭
kasih maaf aja Del tapi jangan cepat² balikan lagi ma Dev
hukumnya masih kurang 🤣
Akui aja toh kalian kan sudah bercerai
biar Dev berjuang samapi titik darah penghabisan 🤭
semangat ya Dev awal perjuangan baru di mulai
kak sekali² cazy up dunk kak🤭🤭
Biar bisa lihat cicit nya
semua butuh waktu dan perjuangan 🤭🤭
Siksa terus Dev dengan penyesalan 🤗🤗🤗
Makan to rencana mu yg berantakan 😏😏
Ayo Dev Nikmati penyesalan mu yg tak seberapa 😄😄
jangan pakai acara nangis Bombay ya Dev 🤣🤣🤣
biar nyesel to Dev
bila perlu ortu Dev tau kalau mereka sudah cerai dan bantu Delia buat sembunyi
soalnya mereka pasti senang kalau tau bakalan punya cicit sama cucu🤭🤭
tunggu karma buatmu ya Dev 😏😏