"Hai apa yang kalian lakukan di sini?"
"Ka ... ka ... kami tidak," belum selesai ucapan Rara.
"Pak ini tidak bisa di biarkan, udah seret saja mereka berdua ke rumah pak ustad secarang."
"Perbuatanya membuat malu kampung ini." sahut salah satu warga lalu menyeret gadis di dalam tidak lupa mereka juga menarik pria yang ada di dalam kamarnya.
"Jangan ..., jangan bawa kakakku." Teriak gadis berusia belasan tahun memohon pada warga yang ingin membawa kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lorong kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Abang mau beli handpone?" tanya Alden menyeringai penasaran. Mengikuti arah Athur melangkah, kaki ini pria itu yang masuk lebih dulu? Semua hanya mengikuti tanpa tahu arah tujuanya.
"Wah ... bagus bagus ya Kak." Celetuk Nina takjub melihat handpone bermerk terjajar rapih di etalase.
"Ya jelas Nin, ini di mall." Sahut Aurora tak kalah takjub dengan apa yang di lihatnya.
Bermacam macam harga, dari yang standar sampai yang sangat malah. Kedua gadis itu berjalan kenasa kemari melihat lihat. Siapa tahu kedepannya bisa nabung dan membeli handpone yang sudah di targetkan.
"Lihat ini Kak." tunjuk Nina pada satu ponsel android yang sangat terjangkau harganya.
"Bagus Nin, emang kamu punya uang berapa? Mau beli?" tanya Aurora melihat bola mata Nina yang berbinar tapi wajahnya kini memancarkan kesedihan. Gadis itu menggeleng lalu menatap Aurora dengan terseyum.
"Ngumpulin dulu kak. Siapa tahu beberapa bulan lagi bisa beli itu."
"Mau?" tanya seseorang di belakang menawarkan. Nina mengangguk sesuai isi hatinya lalu menggeleng mengingat kakaknya tidak ada uang.
"Mba, tolong bungkusin yang ini yach." ujar Athur menunjuk ponsel yang di minati Nina. "Oh iya sekalian kartu card nya." tambahnya membuat Nina sangat bahagia berbinar.
"Bang serius itu buat Nina?" tunjuk Nina bola mata berkaca kaca. Terharu, bahagia lalu menatap sang Kakak yang di samping Athur. Wajah kakaknya terseyum menandakan ia boleh mengambil itu.
"Iya itu buatmu. Tapi ada syaratnya?"
"Syarat?" sahut Nina raut wajah sediki berubah. "Apa?"
"Ini kata Rara. Dia mau kamu lebih rajin belajar lagi. Gimana?"
"Siap Bang. Nina janji." ujarnya terharu ternyata Athur sudah lebih dulu berbincang dengan Rara. Lalu gadis itu memeluk Athur dan memeluk Rara.
"Lo kok gua nggak di peluk sih?"goda Alden.
"Nggak mau peluk Kakak. Mending peluk Kak Aurora wlee." sahutnya malah mengejek Alden dengan menjulurkan lidahnya.
"Uh ... kasianya di tolak." ledek Aurora.
"Ini mas handpone nya. Dan ini total pembayaran semuanya." ujar pelayan menunjukan seri pembayaran.
"Pake kartu mba." ujar Athur memberikan satu kartu pada pelayan.
"Baik."
"Bang itu yang satu buat siapa?" tanya Alden penasaran. Ia tahu yang satunya harganya bukan kaleng kaleng. Jika barang itu buat Rara kenapa bukan Rara yang pegang bingkisan itu.
"Ini." ujar Athur sedikit mengangkat pepper bag, Alden menganggukan kepala mengiyakannya.
"Kamu pasti tahu buat siapa?" sahutnya tanpa benar-benar ngasih tahu.
"Rara." namun gadis itu menggeleng, pikiran pria itu saat ini tertuju satu nama. Iya itu adalah Vina tunangan Athur.
"Tega Abang," satu kalimat itu membuat Athur melihat kearah sampingnya.
Gadis itu justru bersikap biasa saja. Kemudian ia mendekati Nina dan juga Aurora. Mereka berjalan dengan sangat gembira.
Athur sangat takjub dengan seyum kebahagia istrinya. Selama bersamanya baru kali ini dia benar benar melihat seyum lepas itu. Setelah kesedihan di tinggal Adiknya, dan pelecehan waktu itu.
Melihatnya seakan gadis itu hidup tanpa beban. Athur berjalan mengikuti mereka bertiga. Karena tadi dia sudah memberitahu setelah itu pergi ke supermarket, untuk membeli bahan bahan yang di butuhkan di rumah barunya.
Setelah berkeliling dan belanja kucup banyak. Athur membawa semuanya untuk makan. Tadi di supermarket ia tidak sengaja mendengar bunyi cacing di perut Rara yang sudah memberontak menginginkan asupan.
"Wah ... hebat dia sudah berani terang-terangan membawa istrinya jalan ke mall. Baiklah kita lihat seperti apa rencanamu Athur." Gumam seorang pria di sebrang yang melihat Athur sedang memasuki restoran.
Pria itu lalu pergi terus mengawasi mereka dari sebrang. Pandanganya tak berkedip melihat kearah Rara. Gadis berusia 17 tahun itu menag di akui lumayan manis. Ada daya tarik sendiri, walaupun tak memakai make up kecantikannya sungguh membuat orang pasti terpesona.
"Mas. Rara ke toilet bentar ya." ujar Rara minta ijin, Athur mengangguk.
"Kamu mau ketoile?" tanya Rara pada Nina.
"Enggak Kak."
"Lo Ra?" tawar Rara bertanya pada sahabatnya.
"Emm ikut deh."
Kedua gadis itu pergi. Hanya ada Athur Nina dan Alden. Tak berselang lama pesanan datang, Nina yang memang sudah sangat lapar. Ia minta ijin untuk makan dulu. Saat sedang menyuapkan nasi pada mulutnya tiba-tiba saja ada seseorang yang datang.
"Baby."
Cup! Cup!
Seorang perempuan berambut pendek langsung mecium kedua pipi Athur. Nina ternganga, diam seketika melihat adegan di hadapannya.
"Katamu ketemu Mama. Mana mamah?" ujar Vina langsung duduk di sebelah Athur dan menyambar jus alpukat pesenan Rara tanpa permisi.
"Heh lo datang datang main samber minuman orang aja." kesal Nina dengan tajam menatap gadis itu.
"Nanti gua bayar gadis kecil." sahutnya tanpa menoleh ke arah Nina.
Alden terdiam melihat keberanian Nina saat ini. Ia ingin tahu sejauh mana kakaknya memperlihatkan kemesraannya dengan Vina di hadapan Nina adik iparnya sendiri. Jika lelaki itu punya hati pasti dia akan menegur Vina bukan.
"Baby siapa dia?" tanya Vina menunjuk kearah Vina.
"Temen sekolah gua." sahut Alden membantu kakaknya.
"Oh ...," Vina hanya beroh ria lalu pandanganya tertuju pada papper bag di atas meja. "Baby kamu udah belikan yang aku mau."
"Hemm." Athur melihat Nina dengan raut wajah yang tidak bersahabat.
"Siapa sih Lo. Tolong deh jangan bermesraan dengan sua ....," ucapanya terpotong karena tiba-tiba saja kakinya di injak cukup keras.
Bug!
"Auww sakit Kak.'' ujar Nina memandang wajah Alden.
"Maaf, nggak sengaja."
Athur bernafas lega, sekali lagi Alden menyelamatkannya. Memang tidak mudah bagi Alden melakukan semua itu tapi dia lakukan semata mata hanya demi Rara bukan untuk Athur.
Di depan pintu ternyata dari tadi Rara melihat interaksi perempuan itu pada Athur. Entah kenapa hatinya sangat sakit, padahal dia belum sepenuhnya memberikan hatinya pada pria itu.
"Ra," Aurora menepuk bahu Rara karena melihat menyeka air mata yang belum jatuh.
"Kita pulang." ujar Rara pada Aurora.
Hai gaeis jangan lupa kritik saranya ya.
Mohon maaf jika penulisannya masih amburadul, masih banyak belajar.
Rara kasian
kok bisa dinikahkan sih ?
Duh kasihan sekali masih muda 17 tahun sudah dinikahkan, terlalu muda sekali, mana suaminya juga baru kenal.....kok begitu sih ?😭