Caroline Damanik Dzansyana, hanya gadis malang berprofesi sebagai koki dessert di sebuah restoran Itali, dia diberatkan hidup karena harus membiayai rumah sakit ibu angkatnya yang koma selama satu tahun terakhir ini karena sebuah kecelakaan tragis.
Lalu, di suatu hari, dia dipertemukan dengan seorang wanita berwajah sama persis dengannya. Dia pikir, pertemuan itu hanyalah kebetulan belaka, tetapi wanita bernama Yuzdeline itu tidak berpikir demikian.
Yuzdeline menawarkan perjanjian gila untuk menggantikan posisinya sebagai istri dari pewaris Harmoine Diamond Group dengan bayaran fantastis—300 Milyar. Namun, Caroline menolak.
Suatu malam, takdir malah mempertemukan Caroline dengan Calvino—suami dari Yuzdeline dan menimbulkan kesalahpahaman, Calvino mengira jika Caroline adalah istrinya, sehingga dia menyeretnya masuk ke hidupnya.
Sejak saat itu, Caroline tidak pernah bisa kembali ke hidupnya. Bagaimanakah kisah selanjutnya? Apa yang akan Caroline lakukan untuk kembali ke hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teriablackwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8—PPMITMC
HAPPY READING
_______________________________
Glekk!
Saliva yang mengalir tanpa aba-aba tertelan hingga nyaris tersedak. "Uhuk."
Caroline menegang. Paras cantiknya menjadi pucat pasi, gadis ini benar-benar terdiam, bingung. Kejadiannya terlalu cepat, bahkan do'a yang baru saja dipanjatkan belum kering.
Cepat siaga, Caroline melempar wajah dan menyembunyikannya dengan dua tangan yang dia tahan di sisi wajahnya. "Apa ini?" keluhnya merengek dengan suara paling pelan.
"Perasaan barusan aku minta untuk jangan dipertemukan sama dia, kenapa malah mendadak dipertemukan?" Caroline meringis, mengeluh pada semesta yang tak merestuinya.
Calvino tersengih melihat wanita yang dia sangka istrinya terus mengelak dan sepertinya berusaha menghindar darinya. "Ekhem," dehamnya berniat mengejutkan Caroline.
"Kenapa?" tanya Calvino, dia berjalan ke depan Caroline, "Kaget? Kalau aku ternyata bisa tahu kamu di mana?" tambahnya demikian.
Kedatangan Calvino ke hadapannya membuat gadis itu berdiri tegak, bahunya tegang, demikian pula dengan tatapan mata yang membulat dan senyum kaku tertarik ke sudut-sudut bibir.
Calvino mendekat, paras tampannya tampak lebih tajam, tatapan itu bukan kayaknya seorang suami menatap istrinya, lebih seperti seseorang membidik musuhnya dengan intimidasi.
"Stop bersikap kekanak-kanakan," tukas Calvino menyipitkan mata dengan ekor mata menegas, "Bukankah udah biasa kalau aku bermain dengan banyak wanita di malam hari, aku udah biasa bermesraan dengan wanita lain di depan matamu," paparnya mengakhiri ucapan di kalimat ini.
Caroline mengernyit, sedikit muak dan tentunya marah akan sikap pria beristri ini, menganggap tindakannya bukanlah masalah, ketika di dalamnya terdapat tindak pengkhianatan.
"Gak waras," celetuk Caroline saat dia memalingkan wajah ke arah lain.
Calvino agak membuka mata, terkejut kecil saat istrinya tiba-tiba menggerutu sambil melempar pandangan ke arah lain.
"Sebenarnya aku gak peduli kalau kamu pulang atau enggak, menghilang seminggu atau lebih, hanya saja ..., ada yang kurang," cetus Calvino mendengkuskan sebuah senyuman.
Srett ....
Paras cantik nan lembut itu terlempar kembali ke hadapan Calvino. "Karena ..., gak ada yang cemburu, gak ada yang marah-marah sampai kelihatan depresi!" sarkas Caroline sambil memberengut.
"Karena ..., itu tujuan Anda! Anda hanya ingin istri Anda menderita karena pernikahan kontrak yang dilakukan orangtua Anda dengan Nyonya Yuzdeline?" sambung Caroline sembarang membeberkan hal-hal yang sebelumnya Calvino tidak mengetahuinya.
Pria itu terpantau bingung. Dia mengernyit dengan tatapan menyipit, hingga pupil mata ikutan mengecil. "Ya. Aku emang mau kamu menderita, karena kamu memaksa masuk menjadi istriku, dan aku ingin membalas dendam atas apa yang dilakukan mama dan papa terhadap Karmelita, tapi ...."
Selangkah demi selangkah Calvino menganyam jejak lebih dekat dengan Caroline. "Perjanjian kontrak pernikahan? Maksudnya ...?"
Tuk!
Kaki terbalut sepatu hitam mengkilap itu terjatuh tepat di depan mata kaki Caroline, tak ada jarak yang tersisa, alas kaki mereka saling menempel.
Spontan Caroline terperanjat atas kedatangan Calvino yang begitu mendadak baginya. Semakin lelaki itu mendekat, gadis itu menghenyakkan punggung tanpa menggerakkan kaki.
"Ma-mau ngapain, hah?!" Caroline bergetar didatangi pria tampan ini.
Sedangkan Calvino terus mendekat. Dengan mata menyipit, pria berparas rupawan itu mengapit dagu Caroline, menarik paksa dagu gadis itu hingga jarak mereka hanya angin yang tersisa.
"Arght ...!" pekik Caroline merasa di area dagunya tertekan.
"Jadi ..., kalian melakukan itu di belakangku?!" gertak Calvino bersuara berat penuh emosi, "Apa yang kalian mau dariku, HAH?!" bentak Calvino dengan rahang mengeras pun area mata memerah.
Bibir Calvino bergetar saking marahnya. Dia merasa dijadikan objek oleh orangtuanya sendiri, ditambah sang istri yang ternyata hanyalah istri kontrak, bukan datang karena perjodohan asli.
Meski Calvino tak begitu suka dengan istrinya, tetapi lelaki ini cukup membenci kebohongan, ini yang menjadi poin utamanya, lelaki itu menggeram sambil meremas dagu Caroline.
Nyaris bibir Calvino yang gemetaran menyentuh hidung Caroline. Dalam perasaan takut yang mencekam, gadis itu menepis tangan Calvino, lalu dia injak kaki lelaki di hadapannya.
"Aarght ...!" pekik Calvino menggeliat kesakitan, dia membungkuk untuk merasakan rasa sakit yang berdenyut di area mata kaki.
Caroline memang takut dan merasa segan dengan pria yang memiliki kekuasaan besar ini, tetapi dia bertekad untuk tidak menumbalkan dirinya dalam kesalahpahaman pria ini.
Gadis itu mengangkat dagu dan menampilkan keberanian yang selama ini menjadi pagar diri. "Orangtuamu hanya ingin kamu hidup normal, kembali seperti manusia bermoral dan berpendidikan," tukas Caroline dengan mata menyipit lagi tajam.
"Berhenti bermain dengan sembarang wanita di luar sana, berhenti membuang waktumu di tempat-tempat hiburan malam, dan pastinya orangtuamu mau kamu bantu bisnis mereka, dan aku ..., hanya tahu," sambungnya.
Masih meringis karena hentakkan kaki Caroline ke atas kakinya cukup membuat kakinya merasa sakit teramat dalam—perlahan dia mendekat dengan ekspresi tajam penuh kekesalan.
Calvino menunjuk angkuh wanita yang dia anggap istrinya. "Jangan ikut campur!" bentaknya membuat Caroline terlompat, kaget ke belakang.
"Meski kamu menawarkan tubuhmu, aku gak akan menghentikan permainanku di luar sana," gertak Calvino, diakhiri dengan tawa nakal.
Beberapa saat tawa itu menjeda obrolan mereka, Calvino memutar lidah dalam mulut, lantas menyibak rambut ke belakang. "Jika perjanjian pernikahan itu memang seperti itu ..., aku akan lakukan lebih gila dari ini, aku akan membuatmu menderita!" sambarnya pada wanita yang salah.
Langkah itu semakin mendekat, sedangkan Caroline tak lagi takut, yang ada gadis itu menggeram, kesal, turut merasakan kecewa yang selama ini menghantui Yuzdeline.
Calvino menganjurkan wajahnya ke hadapan Caroline, hidung mancungnya menyentuh pipi gadis koki ini. "Seperti mama dan papa yang membuat Karmelita menderita semasa dia hidup dan menjadi istriku, selalu mengucilkannya seolah dia gak berharga, tapi bagiku ..., dia sangat berharga!"
Tangan Caroline merasa gatal mendengar semua hal itu, hati murninya yang polos hanya sedang mencoba memosisikan dirinya di posisi Yuzdeline selama ini.
Kesal. Geram. Bercampur menjadi satu, kemudian Caroline membawa tangannya melayang dan tanpa segan dia menampar Calvino.
Plak!
Tamparan itu terdengar nyaring. Wajah tampan Calvino terlempar ke samping kanan, seketika lelaki itu terpegun, tak pernah dia bayangkan jika istrinya akan berani menamparnya.
Selama dua tahun dia menyakiti dan berusaha bersikap buruk terhadap sang istri, Yuzdeline tak pernah menamparnya, wanita itu hanya berani membentak dan mengejarnya seperti kucing.
"Terserah! Saya gak peduli apapun yang terjadi dengan kalian!" pekik Caroline memberengut sambil mengepalkan ke-dua tangannya, "Urus aja urusan kalian, jangan melibatkan saya dengan apapun yang terjadi dengan kalian!"
Sreet.
Caroline mendengkus membuang kemarahan dan kekesalan melalui embusan napasnya. "Suami sama istri, sama-sama gila. Kalau punya masalah sama diri masing-masing, ngapain numpahin ke aku, sih, aarght ...! Gila lama-lama aku!" Frustasi gadis itu meninggalkan Calvino sambil meremas rambut hingga kusut.
Apa?!
Calvino terheran-heran dengan apa yang baru saja dia terima, bahkan wanita itu meninggalkannya, bukankah dahulu istrinya meski dalam keadaan marah atau kecewa sekalipun, dia tak pernah berani meninggalkannya.
Lalu ..., apa yang terjadi sekarang?
Calvino melempar pandangan ke punggung Caroline yang telah pergi menjauh. Pipi kanan masih terasa perih pun memanas. "Di-dia ..., kenapa? Dia bicara seolah dia adalah orang lain?" cetusnya dengan tatapan berdenyut, bingung.
Gak mungkin aku salah mengenali orang. Meski aku gak peduli dengan apapun tentang Yuzdeline, gak mungkin aku salah mengenali orang.
Dia Yuzdeline. Wajahnya ..., hidung, mata, telinga, semuanya sama, hanya cara berpakaian, model rambut dan sikapnya yang beda.
Batin Calvino mendebur.
Bersicepat lelaki bertubuh tinggi bak bangunan-bangunan pencakar langit itu berlari mengejar Caroline, merampas pergelangan tangan gadis itu. "Ayo pulang! Gak usah pura-pura! Dan berhenti membuat kegaduhan!" gertak Calvino menyeret paksa Caroline bersamanya.
Tubuh kecil Caroline melayang tertarik pria ini. "Aarght ...! Lepaskan! Heh! Anda salah orang! Saya bukan istri Anda!"
To be continued .....
Moga aja Calvino gk kebablasan
nasib mu yuz, anyep bgt