"Pada akhirnya, kamu adalah luka yang tidak ingin aku lepas. Dan obat yang tidak ingin aku dapat."
________________
Bagaimana rasanya berbagi hidup, satu atap, dan ranjang yang sama dengan seseorang yang kau benci?
Namun, sekaligus tak bisa kau lepaskan.
Nina Arunika terpaksa menikahi Jefan Arkansa lelaki yang kini resmi menjadi suaminya. Sosok yang ia benci karena sebuah alasan masa lalu, namun juga cinta pertamanya. Seseorang yang paling tidak ingin Nina temui, tetapi sekaligus orang yang selalu ia rindukan kehadirannya.
Yang tak pernah Nina mengerti adalah alasan Jefan mau menikahinya. Pria dingin itu tampak sama sekali tidak tertarik padanya, bahkan nyaris mengabaikan keberadaannya. Sikap acuh dan tatapan yang penuh jarak semakin menenggelamkan Nina ke dalam benci yang menyiksa.
Mampukah Nina bertahan dalam pernikahan tanpa kehangatan ini?
Ataukah cinta akan mengalahkan benci?
atau justru benci yang perlahan menghapus sisa cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumachi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Manis dan Pahit
"Maafkan saya.. maafkan saya.." Nina membungkuk berulang kali pada pelanggan yang marah karena salah menerima pesanan.
"Apa maaf bisa membuatku kenyang! Enak saja tinggal memelas maaf begitu!"
"Kami akan ganti segera dengan pesanan yang benar, gratis sebagai kompensasi dari kami" ujar Nina yang masih terus membungkuk.
"Apa kau kira aku ini peminta-minta gratisan?! kurang ajar sekali!"
"Tidak bukan begitu, saya minta maaf jika itu menyinggung. Itu kompensasi karena sudah membuat anda jadi menunggu lebih lama. Maaf kan saya sekali lagi"
Nina terus mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Dia benar-benar tidak bisa fokus sejak tadi, gara-gara percakapannya dengan Jefan saat sarapan tadi, Nina jadi mendadak berantakan.
Entah hati atau pikirannya. Mungkin saja keduanya.
"Ah sial sekali aku hari ini! Sudahlah cepat berikan pesanan yang benar!"
Nina menyodorkan pesanan yang benar kepada pelanggan sembari meminta maaf sekali lagi. Tangan nya sedikit gemetar karena takut dan bersalah.
"Nina ikut aku ke belakang"
Nina tertunduk lesu saat pemilik kafe menginstruksi nya dengan wajah tegas. Apa Nina akan dipecat? Nina akan sulit lagi mencari kerja jika di pecat dari tempat ini.
Nina terus mengikuti pria yang menjadi pemilik kafe itu dari belakang. Mereka menuju kearah belakang Kafe.
Nina terus menunduk tanpa berani menatap pada atasannya itu. Tangannya menyilang kebawah menujukan rasa bersalah.
"Ada apa denganmu hari ini? apa ada masalah?"
"Maaf Pak Jean, saya agak sedikit kurang fokus hari ini"
Jean menatap karyawan nya itu penuh penasaran. Padahal perempuan ini tipe yang sangat rapih, disiplin, dan cekatan. Kinerja nya sangat baik. Dia ramah dan sopan. Jean sangat menyukai caranya bekerja.
Tapi hari ini, dia terlihat sedikit berbeda. Sebenarnya dia memang terlihat seperti orang yang sudah melalui banyak hal sejak awal ia menerimanya. Hanya saja, perempuan ini entah bagaimana memiliki pancaran semangat hidup yang tinggi.
Namun hari ini gadis itu agak terlihat lesu dan lelah.
"Kau bisa ceritakan padaku jika ada masalah, barangkali aku bisa membantu"
Nina sedikit mengangkat padangannya. Jean terlihat serius saat menawarkan bantuan itu. Tapi, ini urusan hatinya, mana bisa orang lain ikut membantu permasalahan ini.
"Terimakasih pak, tapi ini bukan masalah besar. Saya berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi. Mohon, jangan pecat saya"
Jean tertawa renyah mendengar perkataan Nina "Ya ampun Nina, saya akan rugi jika memecat karyawan teladan seperti mu. Tapi, aku akan menuntut perkataan mu barusan ya, jadi jangan ulangi lagi"
Nina tersenyum lega. Untunglah dia tidak harus mencari kerja lagi, karena cuma dengan bekerja seperti disini Nina bisa merasa punya kehidupan.
"Baik pak, saya berjanji tidak akan mengulanginya"
Jean tersenyum kecil melihat cahaya bahagia di wajah Nina. Cantik sekali.
"Nina, apa kau mau pulang bersama nanti?"
Nina terdiam. Matanya berkedip beberapa kali terlihat berpikir "Ah~ maaf pak sepertinya tidak bisa, saya mau mampir ke supermarket dulu nanti"
"Oh kau mau belanja?"
"Ya pak, saya mau beli daging ayam, suami saya sangat suka balado ayam, saya mau memasaknya hari ini"
"Begitu... baiklah, silahkan lanjut bekerja"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Nina mencium aroma masakan nya yang menyeruak, ia mengambil sendok untuk mencicipi sedikit, Nina tersenyum puas saat merasakan masakannya terasa sempurna.
Senyumnya sedikit memudar saat mengingat kembali sebenarnya dia melakukan ini untuk apa? Menyenangkan suaminya? atau membalas budi Jefan?
"Aroma nya enak"
Tubuh Nina terperanjat, suara bariton berat itu membuat nya sedikit terkejut.
Jefan mengendurkan dasinya, ia terduduk didepan meja makan dan menatap Nina yang masih melongo.
"Kau pulang cepat rupanya"
"Iya, kau tidak menyukainya?"
"Terserah saja, ini kan rumahmu"
"Rumah kita"
Dua kata itu mampu membuat Nina terperangah. Rasanya seperti mendapatkan kebersamaan ditengah mereka yang asing.
Nina melepas celemek yang dikenakannya, mengambil sebuah cangkir untuk membuatkan kopi.
"Apa kau masih tidak menyukai minuman manis?" tanya Nina saat menyendok bubuk kopi.
"Iya, tidak perlu beri gula sama sekali"
Sudut bibir Nina sedikit terangkat. Kenangan semasa sekolah sejenak terlintas dibenaknya.
Waktu itu mereka masih remaja, masih sangat muda, belum memikirkan apapun soal beban kehidupan. Nina masih berteman dekat dengan Jefan. Sangat dekat malah. Selain karena mereka sekelas, mereka juga teman sebangku.
Hari-hari mereka lalui bersama, belajar, ke kantin, bermain bersama. Bahkan mereka sampai punya basecamp khusus untuk mereka berdua.
Nina ingat saat dulu mereka sedang menghabiskan waktu di basecamp setelah pulang sekolah, ia memaksa Jefan meminum minuman Choco Crunchy favoritnya.
Jefan bahkan sampe muntah karena tak tahan dengan manis yang menyengat lidahnya.
Ya, dulu mereka sedekat itu.
"Apa kamu masih menyukai minuman manis?" Jefan balik bertanya, hari ini matanya tak sedingin biasanya. Energi nya terlihat banyak terkuras hari ini. Dia terlihat agak lelah.
"Tidak juga. Aku lebih suka air putih sekarang, lebih cepat dan mudah didapat"
Jefan menerima cangkir kopi yang baru saja Nina sodorkan. Jefan paham maksud dari ucapan Nina tadi, sebenarnya bukan karena tidak lagi suka, tapi karena kejamnya kehidupan membuatnya sulit untuk sekedar merasakan manisnya minuman.
Itu tujuan Jefan menikahinya bukan? Harusnya Nina bisa merasakan kemanisan dunia lagi. Jefan ingin Nina bisa makan dan minum manis sepuasnya. Tapi jangankan membeli minuman manis, gadis itu bahkan belum menggunakan kartu yang ia berikan sekalipun.
"Nina..."
"Ya?"
"Mau, pergi makan es krim besok?"
Mata Nina sedikit terbelalak, ia mengedipkan katanya beberapa kali. Nina tak kunjung menjawab hingga menciptakan keheningan yang mengarungi ruangan.
"Ah~ tidak mau ya? Itu bukan paksaan, santai saja"
"Mau! Aku mau..."
Jefan tersenyum sebelum menyesap kopinya, membuat Nina memerah tiba-tiba. Senang sekali, rasanya Nina tidak bisa membohongi diri lagi. Jantung Nina bahkan berdebar kencang hanya dengan satu ajakan kecil seperti itu.
Sekarang untuk pertama kalinya setelah sekian lama, senyum hangat pria itu, dapat Nina lihat lagi. Senyum yang sangat Nina rindukan jauh di lubuk hatinya yang terdalam.
Padahal Nina membenci lelaki ini, tapi kenapa hatinya selemah ini mendapat perlakuan lembut sedikit saja.
Nina ingin tetap membencinya tapi, laki-laki ini sudah terlanjur masuk jauh didalam hatinya. Kalau seperti ini terus, Nina mungkin bisa lupa tentang trauma yang ia punya karena kejadian menyeramkan dimasa lalu.
"Kita berangkat pagi-pagi ya"
"Kau tidak bekerja?"
Besok memang hari Minggu, tapi biasanya Jefan tetap bekerja meski hari minggu sekalipun. Itulah kenapa Nina banyak sendirinya dibanding bersama dengan suaminya itu.
"Aku meliburkan diri"
"Hanya untuk makan es krim?"
Jefan memandang Nina lekat. Ya tuhan, mata gadis itu bahkan sangat cantik, pancaran binar dimatanya mampu melunturkan semua rasa lelahnya. Ingin rasanya Jefan terus membuatnya seperti itu.
"Tidak ada salahnya kan"
"Iya, tapi.. itu bahkan bukan hal yang kau sukai"
"Apa itu masalah? Kau kan suka itu, besok makanlah sampai puas"
Nina terkekeh "Aku tidak biasa menerima ini darimu, tapi terimakasih banyak"
Jefan mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya kearah Nina yang sedang tersenyum. Nina menegang saat hidung mereka hampir bersentuhan.
Nina mencoba menahan napasnya saat Jefan memandang lekat dengan jarak sedekat itu, apa yang akan dilakukan nya? Apa mereka akan berciuman? Tidak, Nina belum sesiap itu juga.
Tapi ketakutan nya lagi-lagi hanya angan-angan belaka. Jefan terlihat mendesah berat dan menundukan kepalanya, kemudia pergi meninggalkan Nina yang masih terpaku diposisi yang sama.
Saat melihat punggung Jefan menaiki tangga, Nina gadis tidak tau bagaimana maunya itu malah merasa kecewa. Apa setidak ingin itu Jefan menyentuh nya? Apa dia sangat tidak semenarik itu lagi?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...