Putri Daniella menyukai Pangeran Felix dan ingin menikah dengannya. Tapi kehadiran sopir pribadinya Erik Sebastian merubah segalanya. Pemuda desa itu diam-diam mencintai putri Daniella sejak kecil. Seiring waktu, terungkap jika Erik adalah putra mahkota yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunnyku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mau Petik Berry Pesanan Pacarmu ya???
Di pagi yang cerah namun terasa hampa di Istana Skandinavia, sinar matahari musim gugur menyusup melalui pepohonan tinggi di sekitar istal, memantul ke tanah berkerikil yang basah oleh embun pagi.
Aroma jerami segar dan kuda yang hangat memenuhi udara, bercampur dengan hembusan angin sejuk yang membawa daun kuning berguguran seperti confetti yang lelah.
Putri Daniella, dengan rambut pirangnya yang diikat ponytail sederhana, mondar-mandir di dekat pagar istal sejak setengah jam lalu, matanya menatap Bas, kuda kesayangannya yang sedang mengunyah rumput dengan tenang.
Hatinya suntuk, seperti awan mendung yang tak kunjung hujan: break dengan Felix membuatnya merasa kosong, tak mood berkuda atau belanja di toko brand mewah yang biasa jadi pelariannya.
"Apa yang bisa kulakukan hari ini?" batinnya, langkahnya gelisah, tangannya memainkan gelang emas di pergelangan.
Dari kejauhan, Erik mendekat dengan langkah mantap, tas ransel besar tergantung di bahu, rompi pancingnya yang usang tapi rapi menandakan rencana liburannya.
Wajahnya tenang, tapi matanya penuh perhatian saat melihat Daniella yang tampak resah.
"Maaf, Tuan Putri," katanya pelan, suaranya lembut seperti hembusan angin pagi, "karena ini hari libur, saya berencana keluar untuk menghabiskan waktu liburan saya. Tapi kalau Putri membutuhkan tenaga saya, saya tidak jadi pergi, tetap akan tinggal."
Hatinya berdegup kencang, dia tahu Daniella sedang tidak baik-baik saja setelah pertemuan dengan Felix, dan dia sebenarnya tak ingin meninggalkannya sendirian.
Daniella menoleh, alisnya terangkat, tatapannya tajam tapi ada rasa penasaran.
"Tunggu, jangan pergi!" katanya cepat, suaranya tegas meski hati bosannya mencari pelarian.
"Meski aku tahu kamu punya hak libur dua hari dalam sebulan, tapi gimana kalau sewaktu-waktu aku ingin pergi ke luar nanti? Siapa yang gantiin kamu nyopirin aku kalau kamu pergi keluar?"
Erik tersenyum kecil, hatinya hangat melihat Daniella yang biasanya angkuh kini tampak seperti anak kecil yang tak ingin ditinggal.
"Kalau Tuan Putri meminta saya tidak pergi, saya akan turutin," jawabnya tulus, suaranya penuh kesetiaan.
"Emang kamu mau ke luar kemana? Mau ngedate ya?" tanya Daniella, nada suaranya setengah mengejek, tapi ada sedikit iri yang tak disadarinya, bayangan Alecia dan Erik berbisik pagi tadi masih mengganggu pikirannya.
"Izin, Tuan Putri, saya mau pergi memancing, sendirian ke sungai di luar kota. Bukan mau ngedate. Saya tidak punya pacar," sebut Erik, suaranya jujur, matanya menatap lurus ke mata Daniella, hatinya berharap bisa menghibur gadis itu tanpa disadari.
"Bukannya biasanya kamu mancing sore atau malam hari setelah jam kerja? Kenapa sekarang pergi pagi?" tanya Daniella lagi, alisnya mengerut, rasa ingin tahunya mengalahkan bosan.
"Karena saya juga mau menjelajahi hutan di sekitar sungai. Kebetulan buah berry liar, seperti raspberry, raspberry, dan mulberry lagi berbuah. Mau metik juga, pesanan Nona Alecia," jelas Erik, suaranya santai tapi hati mulai was-was, nama Alecia muncul, dan dia tahu Daniella curiga.
"Oh, mau petik berry pesanan pacarmu ternyata," sebut Daniella sinis, suaranya tajam seperti duri, hati terasa panas mengingat rumor Felix yang mengaku Sabrina hanya teman, tapi nyatanya mereka liburan bersama seperti kekasih.
"Maaf, Tuan Putri, Nona Alecia teman saya," kata Erik, suaranya tetap tenang, tapi hatinya teriris, dia tak ingin Daniella salah paham, apalagi saat gadis itu sedang rapuh.
"Alah, semua laki-laki juga yang lagi dekat sama seorang perempuan yang dia suka, kalau ditanya pasti ngakunya cuma sekedar teman. Basi tau," balas Daniella, suaranya penuh sarkasme, matanya menyipit, luka dari Felix membuatnya sensitif terhadap kata 'teman'.
"Tapi beneran kami cuma berteman," jawab Erik pelan, hatinya ingin menjelaskan lebih, tapi tahu batasannya sebagai sopir.
"Ya sudahlah, mau ngaku atau gak, temenan atau pacaran bukan urusanku juga. Emang mau pergi naik apa dan kapan pulang mancingnya?" tanya Daniella lagi, suaranya mulai melunak, rasa penasaran mengalahkan kesal.
"Naik bus sampai ke luar kota, nanti jalan kaki ke sungai. Mungkin sore nanti saya pulang, Tuan Putri," sahut Erik, hatinya lega melihat Daniella tak marah lagi.
"Ok, kalau gitu, aku ikut pergi memancing denganmu dan mau metik buah berry-berryan," kata Daniella tiba-tiba, suaranya penuh semangat, hatinya melihat pelarian dari bosan dan luka.
"Maaf, Tuan Putri, maksudnya mau pergi memancing dengan saya? Ke sungai, ke hutan?" tanya Erik, suaranya kaget, matanya melebar, hatinya berdegup kencang, senang tapi khawatir.
"Emangnya kamu sudah tuli ya? Perlu aku ulangi? Aku mau ikut memancing. Sedang males dan suntuk banget hari ini, kalau cuma di istana. Lagi gak mood juga jalan-jalan ke kota dan belanja," sebut Daniella, suaranya tegas, tapi ada nada manja yang tak disadari.
"Tapi, saya tidak berani membawa Putri pergi memancing ke luar kota ke tempat yang jauh dari istana, itu melanggar aturan dan prosedur istana," sebut Erik, hatinya berat, dia ingin Daniella bahagia, tapi takut resiko.
"Lagi-lagi bicara prosedur. Aku yang perintah, aku sendiri yang mau," kata Daniella kesal, suaranya naik, matanya menyala.
"Tapi, Tuan Putri, kalau pergi ke luar istana ke suatu tempat yang tidak biasa, harus ada pengawal minimal dua orang yang mengikuti Tuan Putri. Lagi pula ini di luar agenda dan izin, saya bisa kena sanksi dan dihukum," jelas Erik, suaranya penuh kekhawatiran tulus.
"Ah, dasar bodoh dan penakut! Aku yang nanti tanggung jawab. Malam itu saja kita bisa pergi ke hutan lihat kunang-kunang. Kenapa sekarang tidak bisa?" sewot Daniella, suaranya tinggi, hatinya frustasi tapi juga ingat malam magis itu.
"Malam itu saya sudah minta izin sama Paman Tuan Putri, memberitahukan kepada Pangeran Gustav terlebih dahulu," kata Erik, suaranya tenang.
"Ya sudah, tinggal minta izin Paman saja kan? Bukan sesuatu yang sulit kan," kata Daniella, suaranya mendesak.
"Iya, saya harus izin Pangeran Gustav dulu untuk membawa Putri ke sungai untuk memancing," sebut Erik.
"Biar aku yang bilang sama Paman," kata Daniella, meraih ponselnya.
Daniella menelpon pamannya, suaranya manja tapi tegas. "Paman, aku mau ikut mancing sama sopir itu. Boleh kah?" tanyanya.
"Kamu di mana? Temui Paman di kebun belakang istana, suruh si Erik juga kemari," pinta Gustav.
"Iya, aku segera ke sana," jawabnya, mematikan telepon. "Pamanku meminta kita temui dia di kebun belakang istana sekarang," katanya pada Erik.
"Baik. Mari, silakan Tuan Putri," kata Erik, mempersilakan Daniella berjalan duluan.
**********