Aluna Maharani dan Reza Mahesa sudah bersahabat sejak SMA. Mereka kuliah di jurusan yang sama, lalu bersama-sama bekerja di PT. Graha Pratama hingga hampir tujuh tahun lamanya.
Kedekatan yang terjalin membuat Aluna yakin, perhatian kecil yang Reza berikan selama ini adalah tanda cinta. Baginya, Reza adalah rumah.
Namun keyakinan itu mulai goyah saat Kezia Ayudira, pegawai kontrak baru, masuk ke kantor mereka. Sejak awal pertemuan, Aluna merasakan ada yang berbeda dari cara Reza memperlakukan Kezia.
Di tengah kegelisahannya, hadir sosok Revan Dirgantara. Seorang CEO muda yang berwibawa dari perusahaan sebelah, sekaligus sahabat Reza. Revan yang awalnya sekadar dikenalkan oleh Reza, justru membuka lembaran baru dalam hidup Aluna. Berbeda dengan Reza, perhatian Revan terasa nyata, matang, dan tidak membuatnya menebak-nebak.
Sebuah kisah tentang cinta yang salah tafsir, persahabatan yang diuji, dan keberanian untuk melepaskan demi menemukan arti kebahagiaan yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqueena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KALIMAT YANG SEPERTI SAYATAN
Keesokan harinya...
Aluna bangun dengan rasa nyeri di kakinya. Ketika ia menyingkap selimut, terlihat pergelangan kaki yang kemarin diobati kini mulai membengkak. Ia menghela napas berat, lalu perlahan turun dari kasur, berusaha menahan sakit sambil mencari obat yang sempat diberikan dokter.
Dengan perut kosong, ia menenggak tiga butir obat pereda nyeri sekaligus, berharap pembengkakan itu segera mereda.
Waktu berlalu hingga setengah jam, namun bengkaknya tak juga berkurang hanya rasa sakit yang sedikit mereda.
Aluna akhirnya memutuskan untuk tidak masuk kerja hari ini. Ia meraih ponselnya dengan cepat, lalu menghubungi Reza.
Suara sambungan telepon terdengar.
📞Reza.
"Emm, kenapa, Na?".
📞Aluna.
"Za, hari ini aku nggak masuk kerja, tolong sampaikan ke Pak Ardi yah."
📞Reza.
"Loh? Kenapa, Na? Kaki kamu masih sakit?"
📞Aluna.
"Iya, Za. Kakiku tiba-tiba bengkak, tapi nyerinya udah agak reda, tadi aku minum obat pereda nyeri."
📞Reza.
"Yasudah, kalau begitu kamu istirahat aja, ya. Nanti aku sampaikan ke Pak Ardi."
📞Aluna.
"Iya, Za. Terima kasih banyak, aku tutup dulu."
Panggilan terputus. Aluna menatap layar ponselnya sebentar, lalu membuka foto profil Reza.
Bibirnya tersenyum saat melihat Reza masih memajang foto mereka berdua di profil WhatsApp, foto yang diambil saat ulang tahun kantor yang ke-15.
"Za, apa mungkin perasaan kita sama? Akankah di suatu hari nanti, kita bisa melengkapi kekurangan masing-masing sebagai sepasang kekasih?" batin Aluna.
****
Waktu bergulir cepat. Jarum jam sudah menunjuk pukul 12.56. Aluna mulai merasa bosan karena sejak pagi ia hanya duduk, bermain ponsel, berbaring, lalu ke dapur, kemudian kembali lagi, berulangkali dengan langkah yang masih sedikit pincang
Matanya kemudian tertuju pada laptop di atas meja, tepat di dekat jendela kamarnya. Mungkin menonton Drama Korea sekarang ide yang bagus, pikirnya.
Sebelum itu, ia berjalan pelan menuju kulkas, mengambil beberapa camilan dan sebotol air minum. Setelah semuanya siap, Aluna kembali duduk dengan nyaman, membuka laptopnya, dan mulai mencari judul Drama Korea yang belum sempat ia selesaikan.
Klik.
Dipilihnya satu judul, "Do You Like Brahms?" dan ia melanjutkan menonton dari episode dua belas. Sesekali senyum tersungging di bibirnya ketika adegan romantis muncul, dan sesekali matanya ikut berkaca-kaca mengikuti kisah sedih di layar.
Hingga akhirnya, sebuah dialog panjang dari drama itu menembus hatinya begitu dalam, membuat air mata jatuh tanpa ia sadari.
"Aku jatuh cinta dengan hal yang tidak membalas cintaku. Cinta tak berbalas itu, harus berhenti sekarang.
Tapi tidak apa-apa, aku mencintai sendirian dan terluka sendirian, dan inilah akhirnya. Tapi untuk sesaat, kurasa aku bahagia."
Saat merasakan hangatnya air mata yang mengalir di pipinya, Aluna segera menghentikan tayangan itu.
"Apa ini?" gumamnya lirih sambil mengusap pipinya. "Kenapa aku menangis? Dan kenapa kalimat itu terasa seperti sayatan bagiku?".
Aluna melamun cukup lama hingga akhirnya nada dering memecah hening di kamarnya. Nama Yuna terpampang jelas di layar ponselnya.
Meski sempat ragu, ia akhirnya menekan tombol hijau.
📞Yuna.
"Alunaaaa... Gimana kabar kamu? Udah mendingan belum?"
📞Aluna.
"Em... Agak mendingan sih, Yun. Tinggal nunggu bengkaknya hilang."
📞Yuna.
"Huft... Syukurlah kalau begitu. Ohiya, nanti teman-teman kantor mau jenguk kamu, kayaknya sekitar jam tujuh malam deh, yasudah aku lanjut kerja yah, sampai ketemu di rumah kamu, Aluna."
Belum sempat Aluna membalas, telepon sudah terputus. Yuna tahu, Aluna pasti akan menolak untuk dijenguk, jadi lebih baik ia menutup panggilan lebih dulu.
Aluna menghela napas, lalu menoleh pada jam dinding. Ternyata sudah empat jam ia hanya duduk menonton. Dan hanya beberapa jam lagi, teman-temannya akan datang.
Dengan sisa tenaga, ia bangkit dan mulai membereskan apartemennya perlahan. Dari menyapu ruang tamu, mengepel, membersihkan dapur, merapikan isi kulkas, hingga menyikat kamar mandi.
Setelah semuanya tampak lebih rapi, ia bergegas mandi membersihkan diri, lalu mengaplikasikan riasan tipis di wajahnya agar tidak terlihat pucat.
****
Akhirnya, pukul 19.20, suara bel dari arah pintu terdengar. Aluna segera melangkah, lalu mengintip lewat lubang kecil. Terlihat beberapa teman satu divisinya sudah berdiri menunggu di balik pintu.
Ia pun membuka pintu itu perlahan. Yuna bersama beberapa rekan masuk sambil membawa buah tangan untuk Aluna. Suasana langsung terasa hangat dan riuh dengan sapaan mereka.
Tak lama kemudian, Reza ikut masuk. Di tangannya ada sebuah keranjang buah yang ia bawa khusus. Berbeda dengan yang lain, isi keranjang itu bukan buah sembarangan, melainkan buah-buahan favorit Aluna.
Aluna terdiam sejenak, hatinya menghangat. Senyumnya muncul tanpa bisa ia tahan, bahkan sedikit gugup senyum yang membuatnya salting sendiri.
Bagaimana tidak? Reza selalu mengingat hal-hal kecil tentang dirinya, sama seperti sejak mereka masih di bangku SMA.
Namun, senyum Aluna perlahan memudar begitu matanya menangkap sosok Kezia yang berdiri tepat di belakang Reza.
Gadis itu tampak menggenggam ringan lengan kemeja Reza, seolah menandai sebuah kedekatan yang sulit diabaikan.
Ia akhirnya memaksakan senyum, berusaha menutupi rasa canggung yang mulai menguasainya.
"Kezia, aku nggak nyangka kamu bakal ikut," ucap Aluna sambil tetap menahan nada suaranya agar terdengar biasa saja.
Kezia tersenyum, lalu menyerahkan sebuah kantung belanja pada Aluna.
"Pasti ikut dong, Kak. Kita kan rekan kerja. Ini aku beli beberapa kue dari toko seberang kantor. Kak Reza juga bantuin pilih tadi. Ya kan, Kak Reza?"
Reza hanya mengangguk singkat, kemudian melangkah lebih dulu menuju ruang tamu. Saat menerima kantung itu, tatapan Aluna tak bisa lepas dari tangan Kezia yang masih bertaut pada lengan kemeja Reza.
Namun, ketika Aluna hendak menutup pintu, sebuah sepatu tiba-tiba menghalangi celahnya. Ia akhirnya membuka perlahan pintu itu, matanya langsung terbelalak saat melihat siapa yang berdiri di balik pintu.
...----------------...
Hayoo, ada yang tau gak siapa yang ada di balik pintu apartemen Aluna?
Yang kepo dengan visual mereka, bisa langsung cek di ig yah... ⬇️⬇️⬇️