NovelToon NovelToon
REVENGE

REVENGE

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nona Jmn

Sejak kematian ayahnya yang misterius, Elina diam-diam menyimpan dendam. Saat Evan—teman lama sang ayah—mengungkapkan bahwa pelakunya berasal dari kepolisian, Elina memutuskan menjadi polisi. Di balik ketenangannya, ia menjalankan misi berbahaya untuk mencari kebenaran, hingga menyadari bahwa pengkhianat ada di lingkungan terdekatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hadiah

Pagi pun tiba.

Valencia membuka mata perlahan, menatap langit-langit kamarnya yang tampak samar diterpa cahaya matahari. Ia mengerjap beberapa kali, lalu menoleh sekitar—dan terkejut. Ia masih memakai pakaian semalam. Ingatannya mulai kembali... tentang pantai, Evan, dan percakapan mereka.

Kreet.

Pintu kamar terbuka. Evan muncul sambil membawa nampan kecil.

"Sarapan dulu, El. Nanti Om jelaskan," ucapnya singkat, kemudian kembali keluar sebelum Valencia sempat bertanya.

Masih diliputi rasa bingung, Valencia akhirnya bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian, ia keluar dalam keadaan segar dan langsung menuju meja makan.

Di sana sudah terhidang nasi goreng, segelas susu, dan Evan yang sedang fokus menatap tablet di depannya.

"Om, Evan," panggil Valencia pelan sambil mendekat.

Evan meletakkan tabnya dan menatap Valencia. "Sarapan dulu, El. Masih banyak waktu sebelum kamu ke kantor."

Valencia mengangguk dan mulai duduk. Ia menyuap nasi gorengnya perlahan, lalu menatap Evan dengan raut penasaran. "Ini Om yang buat?"

Evan mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya lah. Siapa lagi? Enak?"

"Enak banget, Om. Oh iya..." Valencia menunduk sejenak. "Kenapa Om bisa ada di sini? Kita nggak... lakuin—"

"Nggak, El. Kamu jangan salah paham," potong Evan cepat. "Coba cek CCTV kamu."

Valencia langsung mengambil tabnya dan membuka rekaman. Terlihat jelas: Evan menggendongnya masuk ke kamar, saat ia sendiri memeluk Evan dan tak ingin dilepaskan. Setelah Valencia tertidur, Evan ikut ketiduran di sisi tempat tidur, lalu beberapa jam kemudian pindah ke sofa.

Wajah Valencia langsung memerah. Ia menutup mulutnya malu. "Om... maafin El..."

Evan menghela napas, menatap gadis itu tenang. "Lain kali jangan seperti itu, El. Ini masih mending Om. Gimana kalau yang lain?"

"Iya Om, El paham," potong cepat Valencia sambil menunduk.

Mereka pun melanjutkan sarapan bersama. Beberapa saat kemudian, Evan menatapnya dengan pandangan agak serius.

"El, boleh nggak kamu jangan panggil Om?"

Valencia menoleh heran. "Kenapa emangnya? El udah nyaman tau. Umur Om juga beda jauh sama El,” ujarnya sambil terkekeh.

Evan mendesah malas. “Tapi saya jadi terkesan tua banget, El. Kita cuma beda beberapa tahun loh.”

“Nggak, aku tetap nyaman panggil Om. Kan nggak etis aku panggil kakak.”

Evan tersenyum setengah kesal. “Pantas kok. Itu malah lebih bagus. Kalau ada yang lihat, pasti pikir Om masih belasan tahun.”

Valencia langsung tertawa. “Narsis amat.”

Keduanya pun tertawa bersama. Suasana kembali ringan. Setelah sarapan selesai, Valencia kembali ke kamar untuk bersiap kerja.

Sementara Evan masih santai menatap tab-nya, tak keberatan berada di sana lebih lama. Bagi Valencia, kehadiran Evan bukan masalah—dia sudah menganggapnya seperti saudara keluarga.

Beberapa menit kemudian, Valencia yang sudah rapi menghampiri Evan.

“Om, aku berangkat kerja dulu ya. Om masih mau di sini?”

“Iya, nanti Rio yang jemput saya,” jawab Evan tanpa mengalihkan pandangan dari tabnya. Lalu ia menoleh. “El?”

“Iya, Om?”

Evan mengambil sebuah kotak kecil yang entah sejak kapan disiapkannya. “Ini untuk kamu.”

Valencia mengerutkan kening, lalu menerima kotak itu. “Ini… untuk aku, Om?”

“Iya. Bukalah.”

Dengan penasaran, Valencia membuka kotak itu. Matanya langsung berbinar saat melihat isinya—sebuah belati dan pistol kecil yang tampak elegan.

“Om…” ia menutup mulut, nyaris tak percaya.

“Kamu suka?” tanya Evan sambil tersenyum samar.

“Suka banget, Om!” jawab Valencia antusias. Matanya berkilat, seolah anak kecil mendapat mainan baru.

“Ini khusus untuk kamu. Pekerjaan kamu berisiko tinggi, jadi pakai ini kalau keadaan mendesak,” jelas Evan.

“Siap, Om. Makasih!” Valencia memasukkan kedua benda itu ke dalam jaket kulitnya, lalu spontan memeluk Evan erat.

"CUP!" Valencia mengecup pipi Evan singkat.

“Makasih hadiahnya, Om Evan! El suka banget!”

Evan terpaku di tempat. Wajahnya kaku. Cium? Valencia mencium pipinya?!

“Aku berangkat ya, Om! Nanti macet! Bye-bye!” seru Valencia ceria sambil berlari keluar tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Evan masih berdiri di tempat, satu tangannya perlahan terangkat menyentuh pipinya sendiri.

Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya—

“ELINA!!”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!