NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta Gadis Bercadar Gamon

Mengejar Cinta Gadis Bercadar Gamon

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Duda / CEO / Cinta Paksa / Beda Usia
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

KISAH PERJUANGAN SEORANG LAKI-LAKI MENGEJAR CINTA GADIS BERCADAR YANG BELUM MOVEON SAMA PRIA MASA LALUNYA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8

"Jangan coba-coba untuk menyentuh dia. Kalau berani, saya patahkan tanganmu detik ini juga!" Ucap lucky dingin, matanya menusuk tajam Ammar, rahangnya mengeras. Hatinya bergemuruh, menahan amarah yang mendidih.

Semua terhenti. Ammar terpaku, wajahnya berubah pucat nyaris tak menyangka melihat sosok lucky. Istri-istri dan tamu lainnya menatap Lucky dengan campuran rasa kagum dan hormat. Kyai Hasan memandang tajam, menunjukkan pengakuan akan wibawa Lucky. Senyumnya terukir diwajahnya, menunjukkan kekaguman dan penghargaan dengan Pengusaha nomor 2 didunia yang hadir entah sejak kapan dipondok tersebut.

Bella membulatkan matanya. 'sejak kapan dia ada disini? Kenapa bisa?' batinnya terheran-heran.

'lucky Raze? Ini sungguhan?' batin Aurel terperangah.

Lucky melangkah mantap, mendekati Bella dengan tatapan tajam yang masih tertuju pada Ammar. "Kalau kau masih punya akal sehat! Tidak sepantasnya memperlakukan Bella seperti itu. Dia sudah menolakmu beberapa kali, dengan berbagai alasan. Saya sempat dengar, kau memiliki seorang istri. Tapi mengapa harus memaksakan kehendakmu pada perempuan yang menolak dinikahkan denganmu? Apa kau benar-benar tidak punya otak?" Tanya lucky menyerocos, tajam dan tegas, menyindir Ammar.

"Apa maksudmu mengatakan saya tidak punya otak?" Ammar menatap lucky dengan mata menyala, suaranya bergetar marah.

Lucky tersenyum smirk. "Kalau kamu punya otak, seharusnya kau berpikir mengenai perasaan istrimu! Dia hanya wanita biasa yang mempunyai perasaan, makhluk tuhan yang memiliki sifat pencemburu. Meskipun dia menyetujui kau menikah lagi, bukan berarti dia rela disakiti oleh pilihanmu sendiri. Didunia ini, tidak ada wanita yang rela dimadu. Kalaupun dia mau, itu hanya terpaksa!" Jelasnya tegas, menyentak perasaan semua orang, termasuk Bella yang nyaris tak percaya dengan kata-kata lucky barusan.

"Tidak ada yang namanya paksaan! Wanita yang rela dimadu, jaminannya surga!" Jawab Ammar menggelegar.

"Jaminan surga dengan hati yang terus menahan sakit, luka dan air mata melihat kau dengan wanita lain? Hey! Sadarlah, itu bukan kerelaan, melainkan penderitaan dalam jangka waktu yang teramat panjang. Semisalnya, kau mencintai seseorang, terus orang yang kau cintai menduakanmu? Apa kau rela?" Tanya lucky dingin.

Ammar terdiam, matanya berkilat marah namun tak mampu membalas kata-kata Lucky. Yang lain termenung, kyai Hasan mengulas senyum bangga. sementara Bella terhenyak.

"Jangan egois memikirkan perasaanmu sendiri! Pikirkan lah perasaan pasanganmu juga. Jangan karena nafsu semata merusak segalanya. Hapuslah pikiranmu yang hanya tertuju pada selangkangan para wanita!" Sindir lucky begitu menohok.

Ammar mengeraskan rahangnya, giginya menggeletuk menahan amarah. Kata-kata lucky terlalu tajam untuk diabaikan. Kyai Hasan dan yang lain menahan nafas mendengar kata-kata pedas yang dilontarkan lucky barusan. Bella menunduk, meremas jemarinya tegang. Apa yang dikatakan lucky memang benar, namun tetap saja, ia takut.

"Otak selangkangan!" Umpat lucky lagi.

"Kamu! Berani sekali melontarkan kata-kata tidak pantas itu kepada saya? Apa kamu tidak tau saya ini Gus? Pemuka agama! Saya sangat dihargai dan dihormati oleh orang-orang. Baru kali ini saya bertemu orang-orang yang menghina saya dan itu kamu orangnya!" Marah Ammar, wajahnya merah padam, tak tahan lagi dengan sikap lucky.

Lucky menyeringai dingin. "Gus? Pemuka agama? Lucu sekali. kelakuanmu saja kayak lelaki cabul berkedok surban. Jangan pakai jubah suci buat nutupin otak kotor. Sungguh menghinakan orang-orang sepertimu yang membawa nafsu dibalut keagamaan, bikin orang-orang diluar sana berstatemen yang tidak-tidak tentang agama terbaik ini hanya karena kelakuan kalian-kalian yang mengotorinya."

"Mas!" Cicit Bella panas dingin melihat keempat laki-laki itu yang mendadak marah.

Ammar mendengus, rahangnya menegang. "Jaga mulutmu, Lucky! Kau sudah terlalu jauh!"

Namun Lucky tetap tenang. Tatapannya tak goyah sedikit pun. "Aku hanya mengatakan apa yang tak berani orang lain katakan. Kalau sakit mendengar kebenaran, itu artinya hatimu yang busuk, bukan kata-kataku."

"Kata-katamu memang bagus, tetapi caramu menyampaikan terlalu kasar, tidak pantas disampaikan pada orang lain, apalagi saya yang pemuka agama disini!" Ammar mengakui memang bagus, tapi tak seharusnya begitu.

"Orang-orang sepertimu tidak pantas disampaikan secara lemah lembut. Kau sangat keras kepala, selalu merasa paling benar hanya karena kau pemuka agama. Jadi, semua omongan lembut yang disampaikan orang-orang terhadapmu, kau abaikan saja. Karena yang kau dengar cuma egomu sendiri." Jawab lucky menyeringai.

Ammar mengelus dadanya. "Semoga Tuhan mengampuni mu!"

"Saya tidak salah!" Bantah lucky tegas.

"Kau salah! Kau salah telah melawan Gus, pemuka agama itu ibaratnya orang yang dipilih Tuhan. Kau menghormatinya sama saja dengan menghormati kehendak-nya." Terang Ammar emosi.

"Takutlah sama pemuka agama, seperti kau takut pada azab yang menanti orang durhaka!" Timpal salah satu wanita.

Lucky menoleh, tatapannya dingin tak terbantahkan, membuat nyali wanita tersebut ciut seketika. "kenapa saya harus takut? Kita sama-sama makan nasi kok! Masalah gelar saya tidak peduli. Mau melawan atau tidak itu urusan saya. Manusia tetaplah manusia. Dan selagi lawannya bukan tuhan, saya akan hadapi!" Tekadnya tanpa mengenal takut.

Suasana semakin tegang. Beberapa orang menggelengkan kepalanya, sembari beristighfar.

Ammar mengepalkan kedua tangannya erat-erat. "Jangan mentang-mentang kau orang hebat, bisa semena-mena dengan kami!"

"Diamlah! Saya malas berdebat dengan kau!" Ucap lucky dingin, menghampiri Bella. "Kamu nggak apa-apa? HM?" Tanyanya pada Bella dengan nada berubah, lembut.

Bella terdiam, masih gemetar. Matanya bergetar menatap lucky, antara malu dan takut.

"Jangan mendekati dia! Dia dan kamu bukan mahram!" Sentak Ammar hatinya panas menyaksikan lucky dan Bella.

"Bukan urusanmu!" Lucky tak menoleh. Matanya lembut menatap Bella yang menatapnya juga. "Lain kali, minta izin padaku kalau kamu mau kesini, sayang." Ujar lucky blak-blakan.

Bella terbelalak, terkejut dan malu mendengarnya. Sementara yang lain saling berpandangan, bingung, marah dan kaget.

"Kamu siapanya Bella, nak?" Tanya kyai Hasan lembut.

"Saya calon suaminya pak!" Lucky menoleh, mengulas senyum melihat kyai Hasan yang sangat lembut, mendatangkan rasa nyaman dihatinya.

Bella mengganga. Kepalanya menggeleng dengan bibir terbuka ingin membantah pernyataan tak masuk akal lucky yang akan memicu gosip-gosip aneh DiPondok ini. Namun, lidahnya terasa kelu.

Pak kyai, umi dan Aurel membeku ditempat dengan tatapan mata terpaku, penuh keterkejutan.

"Calon suami?" Tanya keenam wanita, memandangi Bella dengan perasaan campur aduk, antara iri dan kagum.

"Iya, saya minta doanya ya. Sebentar lagi kami akan menikah." Karang lucky, wajahnya serius tampak yakin.

"Aamiin semoga pernikahan kalian berjalan lancar dan bahagia!" Ucap keempat wanita termasuk Aurel dan ummi, tulus.

Lucky tersenyum lalu beralih menatap Bella. Dengan lembut ia menggenggam tangan Bella.

"Kau baru calon suami! Haram menyentuhnya Sebelum kalian berdua menjadi pasangan halal!" Lantang Ammar.

"Yang haram saja Berani saya sentuh!" Aku lucky menggengam tangan mungil Bella dengan erat.

Bella mencengkramnya, tak suka digenggamnya. Namun, lucky tak peduli. Justru, ia semakin mempererat genggamannya.

Wajah Bella memerah nyaris mengamuk, namun ia tahan-tahan, malu dengan orang-orang.

"Saya pamit dulu!" Ucap lucky sopan mengambil tas bella. ia melangkah bersama Bella tanpa menunggu jawaban orang-orang yang terpaku—tak percaya dengannya atas peninggalan dua orang tersebut.

Diluar ndalem. Lucky menggendong tas Bella menggunakan tangan kanannya, sementara tangan kirinya merangkul pinggang Bella. Hal itu, membuat Bella geram bukan main, amarahnya memuncak. Namun, sebisa mungkin ia tahan didepan santri santriwati bahkan orang-orang sekitar yang menatap keduanya. Ia tahu, jika melepaskan emosinya disini, bukan hanya imagenya juga yang rusak. Namun image lucky juga.

Disepanjang melintas, para wanita berbisik antara kagum, memuja keromantisan keduanya dan berbagai macam bisikan yang ditujukan pada dua orang itu. Berbeda dengan para laki-laki yang iri, cemburu dan panas melihat bella—sosok yang dikagumi disentuh orang lain.

Lucky peduli? Tentu tidak. Ia justru mengacuhkan mereka semua. Matanya menatap lurus kedepan, sementara pendengarannya menikmati lantunan suci ayat Al-Qur'an yang mengalun tenang dari berbagai arah, seolah menyusup kerulung hati, mendatangkan ketenangan yang tak bisa ia sangkal.

"Suasana disini sangat damai, nyaman, menentramkan hati." Celetuk lucky masih hanyut dalam lantunan ayat suci.

Bella mendongak dari samping, tanpa menjawabnya. Rasa jengkel didadanya masih membuncah dengan sikap lucky tadi yang tanpa sadar mempermalukan dirinya.

"Bella!"

"Apa?" Ketus Bella.

"Santai, tidak usah kesal dengan saya." Jawab lucky pelan, matanya menatap sekitar. Khawatir ada yang mendengar.

"Kenapa kamu datang kesini? Apa tujuanmu? Hah?" Tanya Bella ngegas.

"Tujuan saya kesini hanya membatalkan rencana pernikahan kamu dan si Ammar Ammar brengsek sialan itu!" Umpat lucky merasa jijik menyebut nama Ammar.

"Jagalah adabmu! Dia pemuka agama, orang terpandang!" Tegur Bella cepat, menoleh tajam ke arah lucky.

"Bullshit! mau pemuka agama kek, apa kek! Gue nggak peduli sama sekali." Lucky memasang wajah tenang.

Bella mendengus kesal. "Hargai dia!"

"Kamu membelanya? Kamu nggak inget cara dia yang memaksa tadi didepan orang-orang? Dia brengsek! Keras kepala! Gak layak dihargai! Bella!"

Bella terdiam membisu, meski tatapannya tajam.

"Untung saya datang kesini. Kalau tidak, kamu sudah menjadi istri kedua dia. Emangnya kamu mau dimadu? Nggak kan?"

"Entah!" Jawab Bella singkat padat, mengalihkan pandangannya, malas menatap lucky yang menjengkelkan dimatanya.

"Entah? Berarti kamu punya niatan dimadu? Bella, sadarlah! Ada saya! Saya ini masih single. Kita sama-sama single, lebih baik kamu menikah dengan saya. Saya jamin hidup kamu nggak akan kesusahan dengan harta!" Lucky mempromosikan dirinya sendiri bak sales.

"Nikah bukan cuma harta saja! Tetapi butuh cinta, tanggung jawab, dan kesetiaan. Meskipun kamu kaya, nggak bakalan ngebuat saya tertarik." Tegas Bella.

Lucky mengangguk pelan, menatap Bella dengan sorot tenang namun dalam. "Bagus. Berarti kamu nggak bisa dibeli, dan itu yang bikin aku makin yakin."

Bella memutar bola matanya, kesal. "Aku serius, Lucky. Jangan main-main soal pernikahan."

"Aku juga serius. Kamu pikir aku datang jauh-jauh, ngelawan satu pondok, hanya buat main-main?” Lucky mencondongkan tubuhnya sedikit menyamping, suaranya menurun, namun tegas. "Aku nggak perlu jadi yang kamu cintai sekarang. Tapi aku ingin jadi satu-satunya yang kamu cintai nanti."

"Maaf, saya tidak akan bisa membalas perasaan kamu. Sampai kapanpun. Hati saya sudah penuh dengan satu orang." Jawab Bella.

Lucky terkejut dan menoleh. "Siapa yang memenuhi hatimu? Ammar?" Tanyanya, hatinya seketika gerah.

"Tidak usah kepo!" Ketus Bella, dia menutup perasaanya dan tidak mau memberitahukan pada siapapun siapa orang yang dia cintai.

Lucky menatap kesal, tangannya menggengam erat tali tas Bella. "Jadi benar!"

"Apanya yang benar?"

"Kamu menyukai pria yang sudah beristri?"

Bella terbungkam seribu bahasa.

"Berhentilah menyukai seseorang yang sudah menjadi milik orang lain. Didunia ini sangat banyak laki-laki yang single." Oceh lucky didalam mobil, perjalanan pulang.

"Jangan sok tau! Sejak kapan saya menyukai pria yang sudah beristri!" Kesal Bella memalingkan wajahnya kesamping, menatap kaca jendela. Menghindari tatapan lucky.

"Didunia ini memang banyak laki-laki. Tetapi yang namanya hati sudah berlabuh kesatu orang. Maka laki-laki lain tidak ada yang menarik kecuali laki-laki itu." Lanjut Bella pelan. Teringat laki-laki itu.

Lucky melirik sekilas ke arah Bella, rahangnya mengeras sejenak. "Laki-laki itu... Ammar?" tanyanya, suaranya sengaja ditahan agar tetap terdengar tenang, meski dalam dadanya muncul gelombang emosi yang sulit dijelaskan.

Bella tidak menjawab, hanya memejamkan mata, seolah tidak ingin membahasnya lebih jauh.

"Kamu pantas mendapatkan lebih dari sekedar menjadi pilihan kedua dari seorang pria beristri," ucap Lucky akhirnya, suaranya berubah lirih namun tegas. "Aku nggak akan maksa. Tapi kalau suatu hari nanti kamu sadar, bahwa laki-laki itu bukan tempatmu berlabuh, aku masih ada di sini. Datang saja, aku siap menunggumu sebisa mungkin." Jawab lucky tulus. Tak peduli meskipun ia dijadikan pelampiasan.

Bella menoleh, menatapnya sekilas, lalu pandangannya dialihkan kedepan. "Jangan berharap pada saya. Nanti kamu menyesal. Dari awal saya sudah mengatakan, saya tidak akan mencintai kamu, lucky. Carilah wanita lain, asalkan bukan saya."

Lucky mencerna maksudnya dengan hati yang sesak. "Aku tidak peduli. Aku tidak butuh kamu membalas perasaanku Bella. Tapi setidaknya, hargailah perasaan orang yang mencintaimu dengan tulus sebelum dia pergi dari kehidupanmu. Jika dia pergi suatu saat nanti. Yang tersisa Hanya penyesalan tiada henti." Ucap lucky suaranya bergetar, nyaris nangis.

"Kalau memang dia pergi, berarti dia bukan ditakdirkan untuk tetap tinggal. Perasaan saja tidak cukup untuk membuatku bertahan, Lucky. Aku butuh ketenangan, bukan tekanan. Jangan mencintaiku seakan-akan aku utang sesuatu padamu." Bella menekankan penuh emosional.

"Aku nggak pernah minta kamu bayar apa-apa," ucapnya pelan. "Aku cuma... ingin kamu tahu bahwa ada seseorang yang benar-benar ingin membuatmu bahagia, tanpa menuntut untuk dicintai balik." Ucap lucky lirih.

Bella kembali memalingkan wajah. Hening menyelimuti mobil beberapa saat.

"Kebahagiaan bukan tentang siapa yang mau memberi lebih banyak, tapi tentang siapa yang bisa membuat hati ini tenang. Dan... maaf, Lucky. Itu bukan kamu." Bella menekankan kembali.

Lucky terdiam. Pandangannya lurus kedepan, tapi matanya berkaca-kaca. Ia tidak bisa membantah, tidak juga memaksa untuk dicintai. Senyum samar, getir terpasang diwajahnya, seolah menertawakan hatinya sendiri.

"Seberusaha apapun kamu mendekati saya. tidak membuat saya tertarik dengan kamu. Justru saya semakin ilfeel sama kamu, lucky!" Ucap Bella dingin, tanpa menoleh. Hatinya tak tergerak sedikitpun dengan perjuangan lucky.

Hati lucky bagai dihantam benda keras. Perkataan Bella sungguh menyakitkan. Ia menggigit bibir bawah, menahan nafas, sebisa mungkin menguatkan dirinya agar tidak meneteskan air mata. Sepanjang perjalan, keduanya terdiam. Lucky menghentikan mobilnya disebuah toko.

"Kenapa berhenti?" Tanya Bella.

Lucky tak menjawab pertanyaannya dan memilih turun dari mobil meninggalkan Bella seorang diri disana. Langkah mengayun pelan beriringan dengan kegetiran hatinya. Ia masuk ke toko, meminta izin ke toilet sebentar. Didalam toilet lucky menyandarkan punggungnya dipintu, air mata yang sedari tadi ditahan-tahan. Perlahan, menetes. Ia memejamkan matanya, membiarkan air mata mengalir deras. Lucky memukul Dadanya berulang kali. Merasakan sesak yang tak tertahankan, sangat sesak.

"Shit! Sakit banget anj1ng!" Umpat lucky, mengusap wajahnya berulang kali. ia menatap dirinya didepan cermin. Matanya merah, rambutnya acak-acakan tak karuan, menggambarkan betapa hancurnya dia.

"Jika kamu mencintai seseorang, datanglah ke rumahnya, temui keluarganya, dan nyatakan dengan jantan bahwa kamu ingin menjaga dia. Kalau kau cuma berani mencintai diam-diam, itu bukan cinta… itu cuma pengecut yang takut ditolak."

Tiba-tiba kalimat arhan terlintas begitu saja dibenaknya. Kalimat itu dikeluarkan arhan saat dirinya tengah berdua, posisi lucky curhat, baru kenal 10 jam dengan arhan.

Lucky tersenyum tipis mengingat kalimat darinya. Ia menarik napas panjang, berdiri tegak, merapihkan penampilannya kembali. Ia keluar dan berjalan ke etalase toko yang ternyata toko perhiasan. Lucky bertanya kepada pegawai toko mengenai cincin terbaik.

"Ukuran berapa tuan?"

Lucky terdiam. Ukuran berapa? Dia saja tidak tau ukuran cincin yang harus disematkan dijari manis Bella.

"Cincin seukuran perempuan biasanya mbak!" Jawab lucky.

"Maaf, tuan. Ukuran cincin disetiap perempuan beda-beda." Ucap pegawai wanita itu.

Lucky mengusap dagunya, mendesis pelan. Lama terdiam, berpikir dan menerka-nerka ukuran cincin Bella.

"Lucky!" Suara familiar itu membuat lucky menoleh. Senyum sumringah terbit ketika melihat Bella.

Tanpa banyak omong, ia mengayunkan tangannya kedepan, meminta Bella untuk mendekat.

Bella mengerutkan kening, bingung, tak banyak bertanya. Ia langsung mendekatinya.

"Coba letakkan telapak tangan kamu disini!" Titah lucky lembut.

Bella menghela nafas kesal, namun tetap meletakkan telapak tangannya diatas etalase.

"Mbak tolong ukur cincinnya, dijari dia!" Pinta lucky.

Bella terkejut. "Kamu mau beli cincin? Buat siapa?"

Lucky menoleh, mengulas senyum saja tanpa menjawab pertanyaannya.

"Ma-"

"Mbak pinjem tangannya sebentar ya. Saya mau mengukur dulu!" Kata pegawai wanita itu sopan, memotong ucapan Bella.

Bella hanya bisa terdiam, menatap Lucky dengan sorot tajam namun tak mampu menarik tangannya. Tangannya sedikit gemetar saat pegawai itu memasangkan alat pengukur di jari manisnya.

Pegawai itu tersenyum. "Ukuran sudah pas. Ini rekomendasi cincin termahal kami, emas putih bertabur berlian asli."

Tanpa ragu, Lucky menunjuk cincin itu. "Yang ini, saya ambil."

"Siap tuan!" Jawab pegawai wanita itu, mengambil cincin itu dan pamit pergi sebentar.

"Kamu ngapain ngukur cincin dan beli cincin dengan ukuran jari manis saya?" Tanya Bella pelan, sorot matanya menajam.

"Saya hanya mengukur saja Bella. Saya mau melamar cewek lain!" Ucap lucky santai, namun dalam hati ia berharap Bella cemburu.

"Oh! Baguslah!" Jawab Bella santai, tak cemburu.

Lucky mengganga lebar. Jawabannya sungguh diluar ekspektasinya, ia kira Bella bakalan cemburu, tapi nyatanya gadis itu malah tersenyum, seolah tak peduli.

'baru kali ini gue Nemu cewek yang gak cemburuan. Dia sama saja seperti Sabrina, mempertahankan cintanya! Hebat! Kalau Sabrina wajar, dia memang cinta sama arhan! Suaminya sendiri. Lah dia, cinta sama suami orang! Si Ammar lagi!' batin lucky tak habis pikir.

Pembayaran dilakukan, lucky menyimpan kotak cincin tersebut kesakitan jasnya. Ia berjalan didepan. Dibelakangnya Bella mengikuti, memerhatikan punggungnya. Takutnya lucky berhenti mendadak dan dia menabrak punggung kokoh pria itu.

Tak membutuhkan waktu lama, mobil lucky sampai dirumah bella—rumah mewah milik orang tuanya yaitu Roy dan aluna. Lucky turun lebih dulu dan membukakan pintu mobilnya untuk Bella, seperti bodyguard. Bella turun dan berjalan begitu saja, menghiraukan lucky yang tercengang bukan main.

Lucky menyusulnya. "Bella! Tidak bisa kah kamu berterima kasih denganku?" Tanya lucky mensejajarkan langkahnya, menurunkan pandangannya, menatap gadis mungil itu.

"Tidak ikhlas?" Tanya Bella, mengangkat sebelah alisnya.

"I-ikhlas kok! Ikhlas!" Gugup Lucky mengganguk-nganggukan kepalanya.

"Oke!" Ucapnya datar.

"Oke?" Lucky melongo, hanya itu doang jawabannya.

Bella menghela nafas. Ia terdiam menghiraukan dan tidak mau lagi meladeni pria itu. Namun, semakin dia mengabaikan, lucky justru semakin gigih mengikutinya bak penguntit.

"Lucky, tolong jangan ikuti saya lagi!" Ucap Bella dengan nada mengeluh.

"Kenapa?" Tanya lucky polos.

"Pergilah! Saya mau pulang kerumah. Saya mau berisitirahat."

"Ya udah, istrihat saja. Saya cuman mau disini doang kok! Emangnya salah?"

"Salahlah! Sana pergi! Sebelum aku panggil security buat ngusir kamu!" Wajah Bella lelah.

"Bella, saya cuman mau mampir doang. Mau bertemu Sean!" Alibi lucky.

Bella berdecak pelan. "Silahkan bertemu adikku! Tapi kamu sudah berjanji dengan dia sebelumnya?"

"Laki-laki tidak butuh janji, tapi butuh bukti!" Jawab lucky tenang.

Bella mendesah pelan, "Sebentar saya panggil dulu!"

"Saya ikut! Dia nyuruh saya masuk saja kedalam!" Jawab lucky berdusta. Niatnya bukan bertemu Sean, melainkan....

"Terserah kamu saja! Yang punya rumah siapa! Yang ngatur siapa!" Dengus Bella melangkahkan kakinya.

Lucky terkekeh kecil, terhibur dengan sikap galak Bella. Lama-kelamaan ia mempunyai kesenangan tersendiri. yaitu, menggoda Bella hingga wanita itu marah-marah.

Bel rumah dipencet Bella. Disampingnya lucky menatap pintu, menunggu dibukakan.

Ceklek!

"L-lucky!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!