Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Sesampainya di rumah, tanpa banyak basa-basi, mereka langsung sibuk menyusun jajanan yang baru saja dibeli ke dalam kotak snack. Plastik demi plastik dibuka, aroma manis dari kue kering dan brownies langsung menguar memenuhi ruangan.
"Eh, kok lebihnya banyak, ya?" tanya Yura heran saat melihat masih banyak jajanan tersisa yang belum masuk kotak.
"Buat kita makan juga lah," sahut Febi santai, langsung mengambil sepotong roti dan menyuapkannya ke mulut. "Rugi dong kalau gak nyicip."
"Aah, bener juga," Yura ikut-ikutan mengambil sepotong brownies dan menggigitnya perlahan.
"Enak, tau," celetuk Rizki sambil duduk santai di lantai, tangan kanannya memegang risol yang entah sejak kapan sudah ada di sana.
"Iya, gak sia-sia kita bela-belain ke sana tadi," ucap Hana sambil merapikan kotak-kotak snack agar terlihat rapi.
Tawa kecil terdengar di antara mereka. Ruangan terasa hangat, bukan hanya karena matahari sore yang mulai meredup, tapi juga karena keakraban yang tercipta.
Sambil sesekali mencicipi jajanan, obrolan mereka mulai bergeser ke hal yang lebih serius.
"Abis makan ini... harus nyiapin materi dong," keluh Febi, wajahnya langsung berubah malas.
"Mau gak mau, Feb," balas Yura sambil merapikan plastik yang berserakan.
"Padahal niatnya malam ini gue mau santai," ucap Rizki ikut mengeluh.
"Ya udah, lo boleh santai sih kalau mau," kata Hana setengah menggoda.
Aldin yang dari tadi sibuk dengan ponselnya akhirnya angkat suara. "Besok siapa duluan sih?"
"Gue duluan," jawab Yura sambil melirik Aldin.
"Oke, gue kedua," sahut Aldin cepat.
“Wah, harus tampil ekstra cakep nih besok,” ujar Rizki semangat.
"Yang penting materinya dulu, bro. Urusan cakep belakangan," timpal Aldin.
Dengan suasana santai dan sesekali diselingi candaan, mereka pun mulai membuka ponsel masing-masing untuk melihat dan menyusun materi yang sudah mereka simpan.
...****************...
Malam pun tiba, dan suasana rumah dipenuhi aroma hangat dari makanan yang baru saja dipesan. Kotak-kotak makanan berserakan di meja, sebagian bahkan sudah kosong. Di ruang tengah, kelima sahabat itu duduk setengah melingkar di depan TV.
“Yakin banget nih nonton horor?” tanya Hana sambil menyendok nasi ke mulut.
“Yakin dong, biar makanannya makin berasa,” jawab Rizki santai.
“Kalau mual jangan nyalahin filmnya,” celetuk Febi.
TV menampilkan adegan gelap di lorong rumah sakit, suara pelan pelan pelan lalu... BRAAAK!! efek suara mengejutkan membuat mereka serempak melompat.
“AAAAAK!!” jerit Yura sambil memegang dada.
“Woy! Nasi gue hampir muncrat!” Rizki langsung cekikikan.
“Ini sih bukan horor, ini uji jantung,” ucap Aldin sambil menahan tawa.
Febi memeluk bantal, “Tapi seru sih, ini episodenya makin tegang. Gila, siapa tuh cewek yang tiba-tiba muncul?”
“Makanya lanjut nonton, jangan banyak komentar,” ucap Hana fokus ke layar.
Sambil sesekali menyuap makanan, mereka justru makin larut dalam cerita drama horor itu.
“Eh, tadi katanya mau nyiapin materi?” tanya Yura tiba-tiba, tapi matanya masih menatap TV.
“Nanti abis film ini,” jawab Rizki cepat.
“Ah, alasan klasik,” ucap Yura, tapi tak juga bergerak dari tempat duduknya.
“Tenang, berkas penilaian kita semua udah siap kan?” ucap Hana.
“Udah. Bahkan gue udah nge-print cadangannya juga,” tambah Febi bangga.
“Jadi tinggal ngejalanin aja besok. Santai aja,” ujar Aldin, mengambil minum.
“Bener sih, kayak biasa aja, ngajar terus observasi. Udah tahu alurnya,” ucap Yura sambil menguap.
Mereka pun melanjutkan menonton, sesekali berteriak, tertawa, atau malah berebut bantal saat adegan menyeramkan muncul. Materi? Sudah aman. Malam ini mereka memilih menikmati waktu, mengisi energi untuk hari esok.
Jam digital di dinding sudah menunjukkan pukul 01.03 dini hari, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang beranjak dari posisi. Mata tetap tertuju ke layar TV, mulut sesekali masih mengunyah camilan sisa makan malam, dan suara-suara jumpscare dari film horor kedua yang mereka tonton terus bergema di seluruh ruangan.
"Ini yang main siapa sih? Kayak familiar," ucap Rizki sambil nyempil di balik bantal.
"Artis FTV, tapi ini jadi suster gunting. Serius, makeup-nya serem tapi logat ngomongnya masih kayak ngajak ngerujak," kata Hana terkekeh.
Adegan di layar makin intens, suster berambut panjang muncul perlahan dari balik tirai ruang UGD, membawa gunting besar. Musik latar mencekam mulai naik...
Lalu...
CIIITTTT!!!
"AAAAAAAAAAAKK!!!"
Mereka semua menjerit bersamaan.
DOR!!
Bantal melayang entah dari mana dan tepat mengenai wajah Aldin.
"Woy siapa yang lempar bantal?!" Aldin refleks berdiri.
"Itu Yura! Tangan lo refleks banget lempar!" tuduh Febi sambil ngakak.
"Gue kira suster di TV mau keluar dari layar!" bela Yura, panik dan langsung tertawa keras.
Rizki sampai terpingkal-pingkal sampai air matanya keluar, "Udah kayak nonton film 4D!"
Hana mengecek ponselnya, matanya melotot, "WOY! Ini udah jam satu lewat! Astaga!"
"HAH?! Seriusan?! Gila! Gue pikir baru jam sebelasan!" ucap Yura kaget.
"Masa sih?" ucap Febi tak percaya.
"Yah fix... besok bangun jam berapa dong?" tanya Febi mulai terduduk lemas.
"Yah pagi lah! Yang jadi masalah kita bisa gak bangun pagi," ucap Yura.
"Harus!" ucap Hana yakin. "Panik gak tuh!?" ucapnya lalu terkekeh.
"Badan boleh panik, tapi hati tetap horor," celetuk Rizki dengan gaya dramatis sambil memeluk guling.
"Gue gak ngerti sih... kita besok mau penilaian tapi malah begadang nonton film horor," ucap Aldin sambil nyalain flashlight dari HP-nya lalu sengaja disorot ke wajah sendiri, "Besok murid-murid liat muka kita kayak zombie."
Mereka pun tertawa lagi, bahkan saat sadar kantuk mulai menyerang, mereka masih sempat berdebat film mana yang harus ditonton selanjutnya.
"Yang penting... jangan lupa nyalain alarm jam 6," kata Hana akhirnya.
"Jangan jam 6, jam 5 aja!" saran Yura.
"Lagian siapa suruh nonton suster gunting jam segini," gumam Yura sambil mematikan TV.
"Gue gak tau," celetuk Aldin.
"Lo yang ajakin," ucap Febi sambil melempar bantal ke arah Aldin.
"Kalian juga mau-mau aja."
"Seru soalnya." ucap Febi.
"Hentikan perdebatan kalian, ayo tidur," ajak Hana yang memang sekamar dengan Febi.
Satu per satu mereka pun akhirnya menuju kamar masing-masing, tapi belum juga mereka masuk kamar tiba-tiba...
Hiiihihihiiiii....
Suara dari dapur.
"Eh... apa tuh?" tanya Rizki lirih.
Semua mendadak diam.
"Laper sih, tapi jangan gitu juga caranya," celetuk Aldin kesal saat melihat Yura keluar dari dapur sembari membawa biskuit ditangannya.
"Hehehe sorry," ucap Yura bercanda. "Ada yang mau?"
"Gue!" Febi langsung menghampiri Yura dan mengambil beberapa potong baru masuk ke kamar.
"Selamat tidur, jangan lupa doa," ucap Hana cepat, langsung menutup pintu kamar setelah Febi masuk.
"Oh..." respon Yura terlambat. "Kalian gak mau?" tanya Yura ke Aldin dan Rizki.
"Gak thank you..." tolak Aldin.
Mereka pun masuk ke dalam kamar masing-masing.