Bercerita tentang seorang pekerja kantoran bernama Akagami Rio. Ia selalu pulang larut karena ingin menyelesaikan semua pekerjaannya hingga tuntas. Namun, takdir berkata lain. Ia meninggal dunia karena kelelahan, dan direinkarnasi ke dunia lain sebagai Assassin terkuat dalam sejarah.
Mari baca novelku, meskipun aku hanya menulis dengan imajinasi yang masih sederhana ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akagami Rio vs Akagami Zero (Ayahnya)
Di pagi hari...
Rio sedang melatih fisiknya dengan penuh semangat. Di dalam kamar, dia melakukan sit-up, push-up, dan squat secara berulang tanpa henti. Keringat membasahi tubuhnya, memperlihatkan betapa kerasnya dia berlatih untuk memperkuat daya tahannya.
Nafasnya terengah, tapi semangatnya tak surut.
“99… 100… belum cukup…” gumam Rio, menatap ke arah jendela kamar sambil mengepalkan tinju.
Tiba-tiba...klik!...pintu kamar terbuka perlahan.
"Rio, aku bawa...EH?!"
Laira, yang tidak sengaja membuka pintu tanpa mengetuk, langsung membeku di tempat.
Mata gadis itu terpaku pada tubuh Rio yang tanpa atasan, memperlihatkan otot-otot yang terbentuk jelas karena latihan keras selama ini. Cahaya pagi yang masuk dari jendela membuat tubuh Rio terlihat semakin bersinar oleh keringat.
Wajah Laira langsung memerah.
"A-Aku... maaf!" katanya panik sambil buru-buru menutup pintu dan membalikkan badan, wajahnya seperti tomat matang.
Rio, yang baru menyadari kehadirannya, berdiri tegak sambil menggaruk kepalanya.
“Eh? Laira? Kau masuk tanpa ketuk lagi ya...” kata Rio, sedikit bingung tapi tersenyum kecil.
Di luar pintu, Laira menutup wajahnya dengan kedua tangan, masih gemetar.
“Kenapa jantungku berdetak secepat ini... dasar Rio bodoh!” gumamnya malu.
Tak lama setelah insiden pintu tadi...
Rio melangkah ke arah pintu kamarnya, membuka perlahan.
Cekrek...
Di balik pintu, Laira masih berdiri dengan wajah merah padam. Begitu pintu terbuka, dia langsung terkejut.
“Uwahh!” serunya pelan.
Rio menatap Laira dengan bingung.
"Ada... apa, Laira...? Eh, maksudku... Guru?" kata Rio sambil sedikit canggung, masih belum mengenakan baju, hanya handuk melilit pinggangnya.
Laira dengan cepat mengalihkan pandangannya, namun matanya sempat melihat tubuh Rio dari bawah ke atas, otot-otot Rio yang mulai terbentuk tampak jelas karena latihan keras yang konsisten. Detak jantungnya seolah melonjak.
“A-Ahh tidak… aku hanya ingin membangunkanmu! Aku kira kau masih tidur…” katanya cepat, suara panik dan matanya tak berani menatap Rio.
Seketika, Laira memalingkan wajah sambil menutupi mukanya dengan tangan.
“Cepat mandi dan sarapan! Nanti ayahmu marah!” teriaknya sambil berlari menjauh, wajahnya merah menyala.
Rio berdiri mematung beberapa detik, heran dengan tingkah Laira.
“…Dia kenapa?” gumam Rio, mengangkat bahu.
Kemudian matanya terbelalak.
“Oh ya! Aku ada latih tanding sama ayah nanti! Nggak boleh telat!”
Rio langsung bergegas masuk ke kamar mandi, air hangat mengalir deras, dan pikirannya mulai fokus pada pertandingan nanti, latih tanding yang tak pernah sekalipun ia menangkan sebelumnya.
Setelah selesai mandi, Rio mengenakan pakaiannya dan langsung menuju ruang makan.
Di meja makan, sudah ada ibunya, Laira, dan pembantu rumah yang berdiri di samping, siap membantu. Aroma masakan hangat memenuhi ruangan.
“Ibu! Ayah di mana?” tanya Rio sambil duduk dan mulai mengambil nasi dari piring saji.
Ibunya menoleh sambil tersenyum lembut, tangan masih memegang sendok sup.
“Ayahmu di halaman. Katanya dia sedang menunggumu untuk latih tanding setelah sarapan...” jawab ibunya tenang.
Di seberang meja, Laira sedang makan dengan ekspresi datar, tapi tatapannya seolah... masih menyimpan sesuatu.
Rio menoleh ke arahnya, lalu bertanya sambil menyeringai nakal.
“Guru... tadi kenapa panik banget pas lihat aku?”
Laira yang baru saja hendak menyendok makanan langsung terpaku. Wajahnya memerah seketika, tangannya kaku di udara. Tapi dia tidak menjawab, hanya diam membeku dengan wajah memerah menahan malu.
Rio hanya tertawa kecil.
“Oh ya, Bu...makasih buat sarapannya! Aku pergi ke halaman dulu ya, nanti ayah keburu bosan nunggu!” kata Rio sambil berdiri cepat, mengambil roti di tangan dan langsung melangkah keluar.
“Jangan sampai cedera, ya!” seru ibunya dari belakang.
Sementara itu, Laira hanya bisa menunduk, menusuk-nusuk makanannya dengan tatapan kosong, pikirannya masih memutar ulang kejadian di kamar tadi.
Di halaman rumah Akagami, embun pagi masih menggantung di ujung dedaunan.
Akagami Zero, ayah Rio, berdiri tegap di tengah halaman tanpa mengenakan perlengkapan pedang kayu seperti biasanya. Matanya tertutup, seolah menunggu dengan penuh kesabaran.
Langkah kaki Rio terdengar mendekat. Dengan napas teratur dan aura semangat yang membara, dia datang menghampiri.
“Ayah! Aku nggak sabar lihat seberapa jauh kekuatanku sekarang!” seru Rio dengan semangat menyala.
Zero tak langsung membuka mata. Suaranya tenang, tapi tajam.
“Tapi... kali ini, ayah akan serius.”
Mendengar itu, Rio langsung menatap tajam. Senyumnya memudar berganti ekspresi fokus penuh.
“Baiklah. Kalau begitu... aku juga akan serius,” jawab Rio mantap.
Dalam sekejap, keduanya melepaskan aura mereka. Aura Assassin berwarna pekat mengelilingi tubuh mereka, menekan udara di sekeliling.
Tiba-tiba....wush!
Ayahnya menghilang dari tempatnya berdiri. Tidak ada angin, tidak ada suara.
Rio langsung terkejut, tapi tidak panik. Dengan cepat, dia mengaktifkan skill-nya:
Eyes of Light [LV 2]>>>aktif!
Matanya bersinar lembut, menangkap bayangan samar ayahnya yang bergerak dengan kecepatan luar biasa di balik pohon dan dedaunan.
“Di sana!” seru Rio dalam hati, dan langsung melompat maju, mengejar sosok ayahnya yang hampir tak terlihat.
Blaarr!!
Keduanya akhirnya bertemu di udara. Tinju dan tendangan bertabrakan, menciptakan gelombang kejut di sekitar mereka.
Satu serangan dibalas satu serangan.
Kaki mereka menyentuh tanah, tapi hanya sebentar. Dalam sekejap, keduanya sudah berpindah tempat lagi, beradu fisik dan kecepatan dalam pertarungan yang bahkan mata biasa tak bisa ikuti.
Dedaunan beterbangan. Tanah sedikit retak di tempat mereka bertukar pukulan. Pertarungan Rio dan ayahnya kali ini benar-benar serius.
Namun, tanpa aba-aba…
Ayahnya, Akagami Zero, tiba-tiba membuka matanya yang tajam dan dingin.
"Kau ingin tahu seberapa kuat dirimu sekarang? Maka hadapi ini!"
....FWOOM!!
Dalam sekejap, aura milik Zero meningkat tajam, jauh lebih padat dan berat dari sebelumnya. Itu adalah kekuatan penuh milik seorang Assassin legendaris.
Rio terkejut. “Apa… ini aura penuh ayah?!”
Seketika, Zero menghilang dari pandangan. Dalam sepersekian detik, sebuah hantaman telak meluncur ke arah dada Rio dari sisi butanya.
BRAAKK!!
Rio sempat menyilangkan tangannya untuk menahan serangan itu, namun kekuatannya begitu besar.
“GHHH!!”
Tubuh Rio terhempas jauh, menghantam tanah dan berguling beberapa meter hingga debu beterbangan.
Dia terbaring, terengah-engah. Nafasnya berat. Keringat bercucuran dari dahinya. Tubuhnya bergetar, hampir kehabisan tenaga.
Namun di matanya...tak ada niat menyerah.
Dia perlahan bangkit, lututnya gemetar tapi semangatnya tak padam.
"Sial... Ayah benar-benar serius..." gumam Rio, sambil menatap ayahnya yang berdiri tak jauh di depan, dengan aura masih menyala.
Zero hanya menatap diam, tapi dalam hati, dia tersenyum bangga melihat tekad anaknya.
Penutup bab ini.....terlihat Rio berdiri dengan tubuh penuh luka ringan dan napas tersengal, namun sorot matanya tetap menyala.
Kata-kata yang perlu diambil dari Akagami Rio~
"Meskipun belum bisa menang... aku akan terus maju, sampai bisa melampaui Ayah..."
Maaf kalau ada komentar yang kurang sreg.
Misal kalau dia adalah orang yang dulunya OP dan ingin membangkitkan kembali kekuatannya untuk balas dendam. itu bisa dimengerti dibanding dia yang dulunya hanya kerja kantoran aja udah repot dan banyak mengeluh.
Dia pasti motivasinya bisa hidup lebih santai menikmati dibanding sebelumnya yang terlalu sibuk bekerja.