Squel "Menikahi Wanita Ternoda"
Dicap sebagai wanita liar karena kabur di hari pernikahan, Ayanna Nerodia Tanzeela memiliki alasan tersendiri untuk itu. Namun, ditengah pelariannya dia justru menemukan seorang bayi mungil yang terbungkus kain, membuatnya terpaksa menjadi Mommy dadakan, bersama seorang pemuda yang tidak dia kenal.
Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Ayanna kabur, padahal pesta pernikahan sudah dia rancang dengan sempurna? Dan siapakah sebenarnya bayi itu? Mengapa dia memiliki keterikatan dengan pemuda yang baru Ayanna temui?
Jangan lupa follow akun dan sosmed ngothor buat tahu info lainnya😍
FB @Nita Amelia
Ig @nitamelia05
TT @Ratu Anu👑
Salam Anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Mommy Dan Daddy?
"Kamu sendiri yang memutuskan untuk membawa kembali bayi ini, jadi kamulah yang harus tanggung jawab!" cetus Ayanna setelah mereka tiba di kostan. Bukannya lepas dari masalah, mereka justru semakin berkubang di dalamnya, karena mereka membawa bayi itu pulang.
"Tapi kamu juga setuju, artinya kamu ikut andil atas keputusanku," balas Dallie langsung sewot, sebab mereka sama-sama tak tega meninggalkan bayi yang terus menangis dalam gendongan Bu Rima. Lihatkan? Setelah berpindah pada Dallie, bayi mungil itu kembali tenang.
Namun, di samping itu mereka justru kebingungan. Bagaimana caranya mengurus bayi tersebut, sedangkan mereka tak memiliki pengalaman sedikitpun? Ditambah mereka juga harus memikirkan biaya untuk menghidupinya sehari-hari, sementara sumber penghasilan Dallie hanya dari kerja part time di sebuah restoran.
"Iya sih, tapikan—"
"Aku tidak mau tahu, kamu harus ikut mengurus bayi ini bersamaku. Lagian yang menemukannya juga kamu kan?" pungkas Dallie tak ingin dibantah. Ayanna terbelalak, artinya dia akan terus terikat dengan Dallie, yang entah sampai kapan berakhirnya. Karena mereka belum memutuskan bagaimana kedepannya.
'Ya Tuhan, dosa apa diriku? Terlepas dari Thomas, si Badjingan yang sebentar lagi punya anak. Sekarang aku malah jadi mommy dadakan?' batin Ayanna dengan tubuhnya yang terasa lemas.
Dilema besar membuat mereka tak bisa mengambil langkah masing-masing. Padahal Ayanna sudah memimpikan surga di kota lain, hidup dengan taman bunga dan kucing sebagai peliharaannya.
"Jadi kita tinggal di sini bersama?" tanya Ayanna dengan tatapannya yang mengekori Dallie. Pemuda itu sedang berusaha meletakkan bayi di atas kasur.
Dallie terdiam sejenak. Mau bagaimana lagi, dia tidak memiliki pilihan lain, sebab dia tak mungkin membawa bayi saat kuliah maupun bekerja.
"Ya iyalah, kecuali kamu punya rumah sendiri, kita pindah kesana saja supaya nggak perlu bayar kost tiap bulan!" jawab Dallie, selalu tarik urat. Ayanna menghela nafas panjang. Pulang? Tidak mungkin, apalagi di saat kondisinya seperti ini. Yang ada orang tuanya akan salah paham, karena dia pun merasa sulit untuk menjelaskan.
"Aku nggak punya apa-apa, jadi jangan mengharap apapun dariku," ujar Ayanna terpaksa berbohong mengenai identitasnya. Tidak apa jika mereka harus tinggal di tempat seperti ini, yang penting mereka bisa tumbuh bersama. "Tapi kamu nggak perlu khawatir, karena kita nggak perlu beli perlengkapan bayi lagi, semuanya sudah ada di sini!" lanjut Ayanna kembali sumringah sambil menepuk tas yang dia jinjing. Di sana terdapat pakaian dan semua perlengkapan bayi, semuanya dari Bu Rima, meski bekas tapi mereka masih beruntung kan?
"Kamu pikir beli susu, beli pampers itu pakai daun?" sambar Dallie, meski semua itu keputusan bersama, tapi tetap saja dia tak bisa tenang. Ada kecemasan tersendiri yang menghantui hatinya. "Kita perlu cari uang!"
Mendengar itu, Ayanna langsung menelan ludahnya. Benar, sekarang mereka harus bekerja sama untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah supaya bisa tetap bertahan hidup. Apalagi ada bayi manusia yang harus mereka besarkan.
"Iya-iya aku mengerti. Nanti aku akan pikirkan soal itu. Oh iya ngomong-ngomong namamu siapa? Sejak bertemu sampai sekarang kita kan belum berkenalan."
Ayanna mencoba mengubah topik pembicaraan. Dia menaruh tas di pojok ruangan, lalu duduk di samping Dallie. Padahal aslinya dia juga sudah tahu siapa nama pemuda itu dari kartu mahasiswa yang dia temukan.
Dallie melirik ke samping dan menggeser tubuhnya. Benar, karena hanya fokus pada masalah-masalah mereka, keduanya belum sempat menyebutkan nama masing-masing.
"Dallie," jawab pemuda itu singkat. Karena memang hanya nama itu yang disematkan sang ibu, katanya supaya tidak susah diingat.
"Panggil saja aku Aya." Ayanna mengulurkan tangan untuk berjabat, tapi Dallie tak menghiraukan. "Kenapa kamu jutek sekali sih? Kita kan sudah jadi orang tua untuk bayi itu, aku Mommy dan kamu Daddy. Harusnya kamu bisa bersikap lebih padaku." Lanjutnya dengan bibir mencebik.
Dallie langsung melongo. Dia tidak salah dengar? Belum juga menikah, tapi sekarang dia malah mau dipanggil Daddy? Terdengar aneh dan menggelitik.
"Nggak—nggak! Aku nggak mau dipanggil Daddy," tolaknya yang membuat Ayanna semakin mengerucutkan bibirnya.
"Lho kenapa? Kan kita sudah jadi orang tua sekarang," balas Ayanna dengan polosnya. Sementara Dallie tetap menggeleng, tak setuju.
"Terus kamu maunya dipanggil apa? Papah, Papih? Ayah? Itu kurang gaul kali!" cerocos Ayanna yang langsung mendapat tatapan tajam.
Ayanna menghela nafas kasar. Terserah Dallie saja kalau tidak mau dipanggil seperti itu, yang penting dia ingin sang bayi memanggilnya dengan sebutan Mommy.
"Sekarang aku Mommy-mu. Aku akan memanggilmu .... Eum siapa ya?" Ayana mengelus-elus pipi si bayi sambil mencari nama. "Nael, bagaimana? Imut kan?" pungkasnya sambil terkikik.
"Hai, Nael?"
"Aku nggak setuju!" sambar Dallie tiba-tiba, sepertinya dia juga sudah menyiapkan nama untuk bayi itu. Ayanna langsung menoleh dengan tatapan sinisnya.
"Aku mau namanya Noah!"
"Aku nggak peduli, kamu kan bukan Daddy-nya. Jadi aku yang berhak kasih dia nama, namanya NA—EL!" tegas Ayanna tanpa mau diprotes. Dallie tak bisa berkata-kata, karena salah sendiri tak mau dipanggil Daddy.
*
*
*
Waktu hampir senja, seorang pria paruh baya tampak menyambangi sebuah rumah yang sering dia datangi. Turun dari mobil dia langsung bergegas mengetuk pintu, tapi tak ada sahutan dari dalam sana.
Dia mencoba sabar menunggu. Namun, ternyata tak membuahkan hasil. Akhirnya dia memutuskan untuk membuka pintu yang ternyata tak dikunci, saat benda persegi panjang itu terbuka hanya ada rasa senyap yang menyapa.
Tidak ada sambutan seperti biasanya, hingga dia merasa aneh. Apalagi sudah dua hari dia tidak mendapat kabar apapun dari sang penghuni.
"Deana?" panggil pria itu sambil terus mengedarkan pandangan. Lalu semakin melangkah masuk, dan akhirnya membuka pintu kamar. Sama, seakan-akan rumah itu sudah tak berpenghuni.
"Kemana Deana dan putraku?" gumamnya, mengingat bahwa wanita yang ia cari baru saja melahirkan.
"Deana!" Panggilnya lagi, tapi kini dengan sisipan rasa cemas yang menggantung di dada. Dia tidak tahu, kalau Deana telah pergi dari rumah karena hendak ditangkap oleh orang-orang suruhan istrinya.
tuh anthea panik,dallie sdh gedor2 pintu.
sapa tau Kamu kenal...
klo trnyata gak kenal...
ya kenalan lah..
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Main" kok sama keluarga Tan....
Salah nyari lawan kamu...😏😏😏😏
Dallie pulang noh...bukain pintu...
Masa Athea yg bukain pintu,,runyam urusannya nanti....🙄🙄🙄🙄🙄
Refal Refall...kepercayaan itu seperti kertas, sekali di Rematt dia tak akan kembali sempurna lagi. Kamu di butakan sama Uang 100 jeti , sampai kamu menghianati sebuah kepercayaan yang selama ini keluarga Tan berikan padamu...kebaikan kamu balas dengan penghianatan...Sadissss