Aisha Febriani menikahi seorang pria yang belum ia kenal sebelumnya. Sejak kecil ia tinggal di kampung halaman neneknya. Namun setelah ia menginjak usia 19 tahun, ia dijemput oleh kedua orangtuanya dan pindah ke kota.
Di saat yang sama, Aisha dilamar oleh seorang pria tampan yang belum ia kenal. Mereka menikah berdasarkan wasiat ayah pria itu. Tapi, tidak ada yang tahu bahwa ternyata pria itu memiliki seorang kekasih, dan mereka saling mencintai. Namun pria itu juga bersikap baik pada Aisha sampai suatu hari, kejadian tidak terkira membuat Aisha harus menerima penderitaan yang bertubi-tubi.
Aisha, tidak akan pernah menyerah. Meskipun pada awalnya ia tidak mengenal suaminya, tapi ia yakin, ia sudah lebih dulu jatuh cinta pada suaminya sejak pandangan pertama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queisha Calandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6.
Sejak saat itu, Rena tidak lagi bersikap terlalu baik pada Aisha. Ia hanya bicara seperlunya saja pada Aisha. Namun Aisha tidak pernah menaruh curiga pada perubahan sikap Rena. Demi untuk mencegah Aisha hamil, bahkan Ibu Rena diam-diam memasukkan obat ke dalam minuman Aisha setiap hari, untungnya Aisha tahu dan bisa menghindar dari bahaya meskipun Aisha tidak tahu apa maksud ibu Rena melakukan itu padanya.
Aisha tidak tahu apa yang sedang terjadi, tiba-tiba ibu Rena memuntahkan makanannya di piringnya sendiri. Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Wanita tua itu menggebrak meja di saat mereka berempat makan bersama membuat ketiga orang lainnya kaget.
"Kau berniat meracuni aku? Apa kau memiliki dendam padaku? Katakan saja! Kenapa kau ingin aku mati karena kebanyakan garam?" Ujar ibu Rena dengan keras pada Aisha.
"Bagaimana masakanku bisa asin? Aku sudah memeriksa semuanya sebelumnya. Tidak ada yang salah." Kata Aisha yakin bahwa tidak ada masalah pada masakannya.
"Tidak ada masalah? Kau coba makan ini dan habiskan!" Ujar Ibu Rena sambil mengambil semangkok sayur dan menyuapkannya langsung ke bibir Aisha menggunakan mangkok itu membuat sebagian kuah sayur itu tumpah mengenai pakaian Aisha.
"Bagaimana ini bisa asin? Tadi tidak ada masalah." Aisha yakin bahwa tidak ada masalah dengan masakannya. Ia sudah memeriksa semua masakannya sebelum ia sajikan.
"Jadi, kau kira aku yang menambahkan garam? Begitu?" Ujar Ibu Rena menuduh Aisha sambil menunjuk Aisha yang sedang membersihkan bibir dan juga pakaiannya yang basah.
"Bukan. Saya tidak menuduh anda. Baiklah, mungkin saya memang tidak teliti saja. Saya minta maaf!" Ucap Aisha sambil merapikan bekas wadah sayur yang disiram padanya.
"Minta maaf? Jangan-jangan setelah ini kamu mau menaruh racun tikus untuk meracuni kami kemudian minta maaf begitu saja?" Ujar Ibu Rena tidak menyerah untuk membuat Aisha terpojokkan.
"Saya tidak berniat seperti itu. Ini murni tidak sengaja." Aisha membela dirinya sementara Rey dan Rena hanya diam menatap mereka dengan tatapan bingung. Tapi, Rena tidak sepenuhnya bingung, ia tahu pasti ibunya yang melakukannya. Wanita itu sengaja melakukannya untuk dirinya.
"Kamu membenci kami, sehingga kamu memiliki niat buruk pada kami." Kata Ibu Rena lagi.
"Saya tidak membenci kalian. Saya sudah anggap kalian saudara saya sendiri." Kata Aisha.
"Omong kosong. Kau berbicara seperti itu karena ada Rey kan? Biasanya kau juga bersikap kasar pada Rena dan saya." Kata Ibu Rena mulai membuat drama agar Aisha segera terusir dari rumah itu.
"Apa yang anda bicarakan? Kapan saya berbuat seperti itu? Kenapa saya harus berbuat seperti itu?" Tanya Aisha.
"Tentu saja karena Rey menikahi Rena dan mereka saling mencintai. Sedangkan kamu hanya wanita yang numpang lewat saja." Ujar Ibu Rena. Rey yang mendengarnya pun menatap Aisha yang menggelengkan kepalanya dengan cepat. Kemudian Rey beralih pada Rena yang menunjukkan lengannya yang memar akibat kemarin tidak sengaja terbentur pintu kamar mandi.
"Aisha." Ucap Rey pelan.
"Rey, aku benaran tidak melakukan apa-apa. Sungguh!" Ucap Aisha.
"Mulai besok, jangan keluar dari kamar saat aku tidak ada di rumah!" Ucap Rey datar.
"Rey, aku tidak melakukan apa-apa. Aku tidak menyakiti siapapun. Kenapa kamu tidak percaya padaku?" Ujar Aisha.
"Karena kau hanya orang yang lewat. Untuk apa aku percaya penuh padamu?" Jawaban Rey bagaikan petir yang menyambar di siang hari. Bagaimana bisa Rey mengatakan hal semacam itu?
"Kau sudah dengar sendiri kan? Tunggu apa lagi? Masih untung kamu tidak diusir dari sini!" Ujar Ibu Rena semakin memperburuk suasana hati Aisha. Kemudian Aisha berdiri dari posisinya dan pergi ke kamarnya. Ia sudah tidak peduli lagi dengan mereka yang mungkin sedang menertawakannya.
Ya, mereka pasti sengaja melakukannya. Tapi, kenapa? Bukankah Rena baik-baik saja? Bukankah selama ini Rena selalu baik padanya? Kenapa sekarang ia berubah?
...........
Sudah berhari-hari, Aisha mengurung diri di kamar saat Rey sedang tidak di rumah. Berhari-hari juga Rey tidak datang ke kamarnya walaupun sekedar untuk menemaninya saja. Pria itu sepertinya memang sudah melupakannya.
Aisha hanya bisa berharap mungkin suatu saat nanti Rey akan percaya padanya. Hari ini, meskipun Rey lebih percaya pada dua rubah betina itu, tapi Aisha yakin kebaikan tidak akan kalah.
"Dimana Aisha?" Tanya Rey saat mereka akan sarapan.
"Masih di kamar." Jawab Rena.
"Kenapa belum keluar?" Tanya Rey lagi.
"Mungkin masih tidur. Sekarang sudah mau hidup enak. Cuma bersantai dan tiduran." Jawab Ibu Rena meskipun tanpa dimintai pendapat. Aisha tidak seperti itu sebelumnya. Pasti ada masalah. Rey segera pergi ke kamar Aisha. Selama berhari-hari ia tidak menemani Aisha. Mungkin wanita itu sedang membutuhkannya saat ini.
"Aisha, buka pintunya!" Ujar Rey sambil mengetuk pintu kamar Aisha. Sesaat kemudian, pintu itu dibuka oleh Aisha yang sedang membungkam bibirnya.
"Rey." Gumam Aisha sambil membungkam bibirnya.
"Kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan?" Tanya Rey. Aisha mengangguk namun ia juga berlari ke kamar mandi dan terdengar suara Aisha yang sedang muntah dari sana.
Rey cukup khawatir dibuatnya. Ia menyusul Aisha dan melihat Aisha yang hanya memuntahkan cairan bening dari dalam perutnya. Wanita itu terkulai lemas setelah selesai memuntahkannya.
"Sha, kamu kenapa sih?" Tanya Rey.
"Tidak apa-apa, Rey. Hanya masuk angin." Jawab Aisha.
"Aku antar ke rumah sakit ya?" Ujar Rey.
"Tidak usah. Aku tidak apa-apa. Sudah membaik kok. Kamu tidak sarapan?" Tanya Aisha.
"Kamu belum keluar, jadi aku kesini dulu." Jawab Rey.
"Kamu pergi sarapan sana! Aku mau istirahat sebentar." Ucap Aisha.
"Kamu tidak ikut sarapan?" Tanya Rey.
"Sedang tidak ingin makan apapun. Nanti aku masak sendiri kalau ingin sesuatu." Kata Aisha.
"Aku akan bawa makanannya ke sini. Tidak peduli kamu mau makan atau tidak." Kata Rey kemudian pergi meninggalkan Aisha. Wanita itu tersenyum. Meski tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya saat ini, setidaknya ia memiliki feeling yang bagus saat ini.
"Aisha, aku nggak mau tahu, pokoknya saat aku selesai sarapan nanti, semua makanan ini harus habis." Rey kembali setelah beberapa saat pergi dengan membawa makanan yang banyak bagi Aisha.
"Sebanyak ini? Boleh hanya setengahnya saja?" Tanya Aisha menawar.
"Kamu sedang tidak baik-baik saja, jadi semuanya harus habis. Dan jangan lupa minum obat. Di kotak obat masih ada persediaan obat kan?" Ujar Rey. Aisha menganggukkan kepalanya.
"Jangan khawatir. Aku benaran tidak apa-apa." Jawab Aisha.
"Ya tapi-"
"Aku akan makan semuanya dan patuhi ucapan kamu deh." Kata Aisha mengalah.
"Bagus. Jangan jadi istri bandel!" Kata Rey.
"Tapi Rey, siang ini aku ingin pergi ke luar sebentar. Boleh ya?" Ucap Aisha memohon.
"Kamu sedang kayak gini mau kemana?" Tanya Aisha
.
"Beberapa bulan tidak pernah keluar, apa aku harus terus di rumah? Aku mau ke salon." Jawab Aisha.
"Ke salon? Tidak biasanya?" Rey merasa curiga.
"Sekali-sekali kan tidak apa-apa. Hanya ingin menata rambut dan membersihkan wajah." Jawab Aisha.
"Baiklah, tapi kamu harus tetap berhati-hati! Aku tidak bisa mengantarmu." Kata Rey.
"Aku akan berhati-hati." Ucap Aisha.
"Ya sudah. Kamu sarapan dulu sana! Aku mau langsung pergi bekerja setelah selesai sarapan." Ujar Rey.
"Iya." Jawab Aisha.
Rey pergi untuk sarapan sedangkan Aisha tetap di kamar dan mencoba untuk makan sedikit meskipun mulutnya terasa asam saat ini.
Setelah selesai makan, Aisha hendak mengembalikan piring dan gelas bekas pakai ke dapur tapi, ia tidak sengaja mendengar berita yang entah itu bagus atau buruk.
"Rey, lihat! Aku hamil."
Begitu kata Rena yang membuat Aisha membeku. Rena hamil? Seharusnya Aisha sudah tahu hal seperti itu akan terjadi juga. Tapi, kenapa ia merasa sedikit kecewa? Padahal ia sudah setuju Rey menikahi Rena.
"Benarkah? Aku akan segera menjadi ayah?" Ujar Rey dengan bangganya. Mendengar ucapan Rey, Aisah berfikir apakah Rey juga akan sebahagia itu ketika mendengar bahwa ia juga hamil nantinya?
"Iya Rey. Akhirnya aku bisa memberikanmu keturunan. Aku bahagia sekali. Ini adalah buah cinta kita. Kita harus menjaganya dengan baik." Kata Rena.
"Ya tentu saja. Dia adalah yang paling berharga." Ujar Rey.
Deg.
Yang paling berharga?
Apakah hal serupa akan Rey katakan untuk anak Aisha kelak?
"Aisha. Sudah selesai sarapan? Kau dengar? Rena hamil. Aku akan jadi ayah." Ujar Rey setelah menyadari keberadaan Aisha yang begitu dekat dengannya.
"Ya. Selamat ya, Rey!" Ucap Aisha pelan kemudian berjalan menuju ke dapur dan meletakkan apa yang ia bawa di sana.
Sementara ibu Rena hanya memperhatikan gerak-gerik Aisha dan menangkap mimik wajah Aisha yang kurang bahagia mendengar kabar itu. Wanita tua itu tersenyum miring.
"Kau tidak akan pernah bisa menandingi anakku, Rena."batin wanita itu.
Bersambung....