'Apa dia bilang? Dia ingin aku jadi Sugar Baby?.' Gumam Sheilla Allenna Arexa
"Maaf?!." Sheilla mengernyitkan dahinya, bingung sekaligus tak mengerti. "Mengapa aku harus menjadi Sugar Baby mu?." Tanyanya dengan nada bicaranya yang sedikit keras.
Sean memijat rahang tegasnya sembari tetap menatap ke arah Sheilla dengan seringain kecil di bibir pria itu.
"Bagaimana menurutmu?." Tanya Sean pada Sheilla. "Apa kamu tidak tau apa kegunaan Sugar Baby dalam konteks ini? Sudah ku jelaskan dan bukankah kamu sudah dewasa?."
Kemarahan melonjak dalam diri Sheilla dan wajahnya memerah karena begitu marah.
"Sudah ku bilang, AKU BUKAN P--"
**
Sheilla Allenna Arexa adalah gadis biasa yang mendapati jika dirinya tiba-tiba terjerat dengan seorang bos mafia yang kejam karena hutang dari sepupunya sebesar 5 juta Dollar. Untuk menyelamatkan keluarganya dan juga membalas budi mereka karena telah merawatnya, Sheilla terpaksa menyetujui kontrak menjadi budak dengan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Saat Sheilla naik ke atas panggung, ia mulai menyesali keputusannya.
Semua keberanian yang ada di dalam dirinya saat berada di dalam kantor Sean tiba-tiba lenyap dan kini ia dikejutkan oleh kenyataan bahwa dirinya hanya mengenakan br4 dan celdam, sementara beberapa tatapan tajam dengan bebas mengamati tubuhnya.
Sheilla merasa tubuhnya terekspos sehingga ia dengan segera memeluk tubuhnya sendiri.
"Hei! Apa yang kau lakukan? Cepat tunjukan pada kami, apa yang kau bisa lakukan?!."
"Benar, Nona cantik. Jangan malu-malu."
Para pengunjung club yang mayoritas adalah para pria pun mulai berkumpul di panggung dan menyemangati Sheilla.
Setelah merasa panik sejenak, Sheilla menarik napasnya dalam-dalam dan tiba-tiba ia memutuskan untuk mencobanya.
Dengan sebuah pemikiran bahwa dirinya akan mendapatkan uang dari Sean setelah ia melakukan perintah pria itu.
'Ayo... Sheilla! Kamu pasti bisa! Lagi pula ini hanya menari dan kamu tidak melakukannya dengan cuma-cuma.' Batin gadis itu mencoba menyakinkan dirinya sendiri dan mulai menari di atas panggung.
Para pengunjung club terkagum-kagum melihat si cantik menari di atas panggung. Dari gerakannya yang tidak terampil, mereka bisa tahu bahwa dia seorang pemula di bidang ini. Namun, hal itu membuat Sheilla tampak lebih memikat. Dia memiliki tubuh yang sempurna dengan lekuk tubuh yang pas.
Sementara itu, Sean tiba-tiba berlari ke aula. Tatapannya menjadi gelap saat melihat Sheilla menari dengan sensual. Meskipun Sheilla tidak melakukannya dengan baik, baginya, itu tampak seperti tarian yang menggoda.
Cara gadis itu menggoyangkan pinggulnya dari satu sisi ke sisi lain membuatnya tampak seperti succubus yang menggoda, yang memikat semua pria.
Kemarahan membuncah dalam dirinya bagai gelombang pasang. Dia melihat warna merah.
Semua mata para pria tertuju pada Sheilla, mereka tampak lapar seperti mereka telah menelanj4ng!ny4 dan menidur!ny4.
Sean mengepalkan tangannya, dadanya naik turun karena marah saat gelombang rasa posesif menguasainya. 'Dia milikku!"
Pria itu menerobos kerumunan yang langsung mundur ketakutan saat melihatnya. Mereka bertanya-tanya mengapa bos mafia itu tiba-tiba muncul dengan wajah terlihat sangat marah.
Sheilla dapat melihat Sean naik ke panggung dengan ekspresi mengerikan di wajahnya. Membuatnya menggigil ketakutan dan menghentikan tariannya, ia mundur beberapa langkah.
"Apakah aku melakukan sesuatu yang salah?." Sheilla tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya. Bukankah Sean sendirilah yang memintanya untuk melakukan ini?
Setelah menaiki panggung, Sean berjalan mendekati Sheilla, menyampirkan jasnya di bahu Sheilla dan menggendong ala bridal style.
Sheilla merasakan desiran aneh di dalam dirinya dan ia juga bisa merasakan setiap tonjolan otot di dada bidang Sean dalam posisi ini.
'Dia punya dada yang bagus.'
Secara naluriah, Sheilla melingkarkan lengannya di leher Sean, tetapi ia tidak berani mengangkat kepalanya untuk menatap wajah tampan Sean. Pria itu terlihat begitu marah sehingga Sheilla tidak berani melawannya saat ini.
Saat Sean menggendong Sheilla, ia dapat mencium aroma bunga yang harum menusuk hidungnya. Ia memeluk Sheilla dengan erat dan tidak menyadari betapa lembutnya Sheilla dalam pelukannya. Tubuhnya juga seringan bulu.
'Apa gadis ini tidak banyak makan?.' Hati Sean terasa sakit memikirkan hal itu.
Dia berjalan ke tempat parkiran dan menempati Sheilla di dalam mobil, lalu masuk ke bagian belakang bersama gadis kecilnya itu.
"Jalan." Perintah Sean pada sopir dan mobil itu pun pergi.
Perasaan Sheilla tiba-tiba merasa seperti terjepit. Aura yang di pancarkan Sean membuatnya takut.
"Hmm... kamu bilang aku bisa menghasilkan uang dengan cara seperti itu." Sheilla memberanikan dirinya untuk bertanya dengan suara rendahnya, tetapi ia masih tak berani untuk menatap ke arah Sean.
Ruangan di dalam mobil terasa pengap karena terlalu dekat dengan Sean. Aroma parfumnya menguar di dalam mobil, menggoda hidungnya.
Sementara itu, Sean menarik napasnya dalam-dalam. "Baiklah, kita lanjutkan saja pekerjaanmu sebagai bartender dan buatkan segelas anggur untukku setiap hari."
"Baiklah... tapi aku masih butuh uangku untuk hari ini. Aku sudah melakukan striptis-"
Suhu di dalam mobil tiba-tiba turun. Sean tidak ingin diingatkan tentang aksi kecil yang telah dilakukan Sheilla atau dia akan kembali ke klub dan mengebiri semua pria yang telah memandang gadis miliknya itu.
"Aku akan memberikannya padamu. Tapi jangan lakukan itu lagi." Kata Sean singkat.
Terjadi keheningan di antara mereka setelah itu.
Sopir di depan tampak tenang di permukaan tetapi jauh di lubuk hatinya, dia ingin tahu siapa gadis cantik di dalam mobil itu.
Sean mengangkat kepalanya dan melayangkan tatapan tajamnya ke arah sopir yang terus-menerus melirik Sheilla dengan rasa ingin tahu melalui kaca spion.
Sang sopir— James Arthur terlihat menggigil ketakutan di kursinya. Ia hanya ingin tahu mengapa bosnya tiba-tiba membawa seorang gadis pulang bersamanya dan siapa gadis itu.
Sean tidak pernah kekurangan wanita. Dia selalu bermain dengan mereka tapi tidak pernah membawa mereka pulang bersamanya.
James merasa penasaran dengan gadis kecil itu karena untuk pertama kalinya, dialah yang diajak pulang oleh Sean.
Sembari tersenyum menahan ketakutan, James terus mengendarai mobil juga menahan keinginannya untuk bertanya.
Ketika mereka tiba di mansion Sean, Sheilla turun dari mengikuti Sean dari belakang, mereka berjalan memasuki mansion megah itu.
Sekali pun Sheilla mengetahui jika Sean adalah orang kaya, ia masih terkagum oleh betapa menakjubkan mansion besar ini.
Mansion itu adalah bangunan modern bergaya Victoria dengan taman bagian dalam yang dirapikan sehingga membuat tempat itu tampak elegan.
Ada sepuluh hingga lima belas bodyguard di luar mansion besar itu yang mengenakan jas hitam dan membawa senjata di tangan mereka. Aura berbahaya yang berasal dari tempat itu membuat Sheilla merinding, tetapi dia terpesona oleh betapa indahnya semua yang ada di sana.
Sean menuntun Sheilla ke atas menuju kamar tidurnya.
Sheilla melangkah masuk sembari menatap Sean dengan tatapan waspada. "Apa aku tidak punya ruangan pribadi?."
Sean memasukan ke dua tangannya di dalam sakunya dan sebelah alisnya terangkat. "Kenapa? Sebagai sugar baby ku, bagaimana kamu bisa menyenangkan aku kalau kamu tidur di kamar terpisah?."
Sheilla terdiam. 'Aku tidak ingin menyenangkan mu.' Batinnya.
Gadis itu mengarahkan pandangannya memperhatikan ke sekeliling ruangan yang besar dan megah. Ruangan itu bertema gelap dengan tempat tidur king-size besar di tengahnya yang merupakan satu-satunya yang berseprai putih.
'Aku lebih suka kamarku sendiri, meskipun kamar ku kecil.' Gumam Sheilla dalam hati sembari memainkan tangannya, tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Sean menatapnya beberapa menit. Wajah gadis itu semerah tomat dan dia gemetar seperti daun. Apakah ini pertama kali baginya masuk kedalam kamar pria?
Tiba-tiba Sean teringat dengan apa yang di katakan oleh Marta— Bibi Sheilla ketika di club.
Sheilla adalah gadis yang polos.
Senyum tipis menghiasi bibirnya, Hatinya terasa hangat dan nyaman.
"A-apa yang harus aku lakukan sekarang?." Tanya Sheilla, membuyarkan lamunan Sean.
Jantung Sheilla berdebar kencang dan tangannya berkeringat. Ia seakan bisa meleleh di bawah tatapan tajam Sean.
Sean terkekeh, menganggap raut wajah Sheilla saat ini terlihat sangat lucu
"Striptis."
Kedua mata Sheilla membulat. "S-striptis?." Ia menelan salivanya, bibirnya terasa kering, menjilat bibir bawahnya.
Mata tajam Sean yang memperhatikan bibir Sheilla, tatapan menggelap saat jakunnya bergoyang.
"Ya, lakukan saja. Aku ingin melihat..." Sean memperpanjang kata-katanya. Pandangannya tak pernah lepas dari Alea. Ia sudah melihat sekilas tubuh Sheilla saat dia membuka bajunya di panggung. Tetapi sekarang, Sean ingin melihat seluruh tubuhnya.
Jantung Sheilla berdebar kencang, ia tidak ingin membuka jas, br4 dan celdamnya di hadapan Sean. Itu sungguh memalukan.
Melihat tatapan mata Sean yang menuntut, Sheilla merasa kesal. Ia tidak punya pilihan selain menanggalkan pakaiannya.
Dengan berat hati, Sheilla melepas jas milik Sean. Dan sekarang dia hanya mengenakan pakaian dalam, benjolan terbentuk di tenggorokannya. Dia merasa seperti pelacur saat itu dan jantungnya berdegup kencang.
Sebelum Sheilla menyadarinya, air mata mengalir di wajahnya. Dia merasa malu.
Sean menikmati pemandangan saat Sheilla perlahan-lahan menanggalkan jasnya. Dia benar. Tubuh gadis itu memikat. Kulitnya putih bersih dan tubuhnya terbentuk dengan sempurna. Dia pikir Sheilla adalah lambang kecantikan yang sesungguhnya.
Pikirannya terputus saat ia melihat wajah Sheilla basah. Gadis itu menahan isak tangisnya sembari mengulurkan tangannya ke belakang punggung untuk mencoba membuka kaitan bra-nya.
Damian menyipitkan matanya. 'Kenapa dia menangis?.' Batinnya. Sean menarik dasinya dengan frustrasi. Dia bahkan belum menyentuh Sheilla, tetapi gadis itu sudah menangis sejadi-jadinya.
Karena tidak sabar, dia berbalik dan meninggalkan ruangan.
Mendengar suara pintu yang di tutup keras, Sheilla tersentak. Ia begitu fokus pada rasa malunya sehingga tidak menyadari bahwa Sean telah berbalik untuk pergi.
Meskipun demikian, Sheilla bersyukur karena pria itu memutuskan untuk membiarkannya dan memilih pergi. Namun, apakah Sheilla akan aman selama sisa malam itu?
Sheilla memikirkannya sejenak dan berjalan menuju pintu, lalu menguncinya. Dengan begitu, Sean tidak akan bisa masuk dan menyentuhnya.
Beberapa jam kemudian, Sheilla mendengar pintu terbuka dan dia menggigil saat berbaring di tempat tidur. Jantungnya berdebar kencang.
Gadis itu telah membersikan dirinya sebelumnya dan mengenakan pakaian baru yang ditemukannya di dalam kamar Sean, lalu pergi untuk tidur tetapi ia tidak dapat tidur.
Matanya terbuka lebar dan telinganya tegak, Sheilla benar untuk tetap terjaga. Karena Sean masih bisa membuka pintu meskipun pintu di kunci dari dalam.
"Aku tahu kamu masih terbangun, Baby. Apa kamu pikir aku tidak akan bisa masuk ke kamarku sendiri kalau kamu menguncinya?."
Sheilla membuka selimutnya dan tersentak, mengubah posisinya menjadi duduk. Menatap tajam ke arah Sean.
"Bagaimana kamu bisa masuk?"
Sean mengangkat sebelah alisnya saat ia melepas jasnya. "Ini rumahku. Tidak ada ruangan yang tidak bisa aku masuki karena aku punya kuncinya."
Pria itu membuka kancing kemejanya.
Melihat hal itu, mata Sheilla terbelalak dan jantungnya berdebar kencang. Ia langsung berbaring di tempat tidur dan menutupi wajahnya dengan selimut.
"Bagaimana dia bisa begitu saja membuka pakaiannya di hadapanku seperti itu? Apa dia tidak punya rasa malu?"
Sean dapat melihat ekspresi Sheilla yang malu-malu dan terkekeh sendiri. Gadis itu begitu polos.
Beberapa menit kemudian, Sheilla merasa kepanasan di balik selimut. Ia tak tahan lagi, jadi ia membuka pakaiannya, tetapi napasnya tercekat saat melihat Sean keluar dari kamar mandi, setengah telanjang dengan hanya handuk yang melilit pinggangnya.
Pria itu sibuk mengeringkan rambut dengan handuk.
Melihat hal itu, Sheilla menelan salivanya, tenggorokannya tiba-tiba kering. Matanya mengamati tubuh Sean.
Dadanya yang terbuka lebar dan berotot dengan perut six-pack. Sean memiliki tato tribal di dada kirinya dan tato naga di lengan kanannya.
Butiran air menetes dari dadanya dan menghilang di balik handuk.
'Aku kepanasan.' Pikir Sheilla sembari merasakan hawa panas yang merambati pipinya.
"Sudah puas melihatku, Baby?."
Jantung Sheilla berdebar kencang mendengar suara serak Sean. Mata abu-abunya bertemu dengan mata biru tua Sean dan wajahnya memerah saat menyadari bahwa dirinya ketahuan sedang memperhatikan pria itu.
Sheilla buru-buru menutupi wajahnya dengan selimut dan memutuskan untuk tetap seperti itu sampai matahari terbit. Jantungnya berdebar kencang di dadanya. 'Ini sangat memalukan.'
Hanya ada sedih rasa malu yang bisa ia tanggung dalam satu hari.
Sean terkekeh, menggelengkan kepalanya. Dirinya akan bersenang-senang dengan anak kucing lucunya ini.
Berlindung di bawah selimut, Sheilla merasakan ranjangnya tertekan dan jantungnya mulai berdebar kencang tak terkendali. Ia gelisah, khawatir tentang apa yang akan Sean lakukan padanya sekarang.
Sean melingkarkan tangannya di pinggang Sheilla, membuat gadis itu menegang.
"Tenang saja. Aku tidak akan menyentuhmu." Sean berbisik dengan suara paraunya, terkekeh saat merasakan ketakutan Sheilla.
Ia menarik tubuh kecil Sheilla mendekat dan mendekapnya. Namun Alea tidak berani bersantai.
Dia menunggu cukup lama, tetapi tidak terjadi apa-apa. Tak lama kemudian dia mendengar suara napas pelan, yang menandakan jika Sean telah tertidur.
Bagaimanapun, Sheilla tidak berencana untuk lengah. Bagaimana jika Sean hanya menunggu waktu yang tepat?
Gadis itu bertekad untuk tetap terjaga sepanjang malam.
Namun, ia tiba-tiba merasa terlalu nyaman menarik panas dari tubuh di belakangnya. Matanya segera menjadi berat dan terpejam.
Tertidur dengan nyenyak.