Katanya, Arsel pembunuh bayaran. Katanya, Arselyno monster yang tak berperasaan. Katanya, segala hal yang menyangkut Arselyno itu membahayakan.
Seorang Berlysa Kanantasya menjadi penasaran karena terlalu banyak mendengar desas desus mengenai cowok bernama lengkap Arselyno M Arxell. Semua murid sekolah mengatakan bahwa Arsel 'berbahaya', menantang gadis yang bernama Lysa untuk membuktikan sendiri bahwa yang 'katanya' belum tentu benar 'faktanya'.
Penasaran kecil yang berhasil membuat Lysa mengenal Arsel lebih dalam. Penasaran kecil yang sukses menjebaknya semakin menjorok ke dalam jurang penasaran.
Pada akhirnya, Lysa mengerti; ternyata mencintai Arsel, memang seberbahaya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon __bbbunga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab XXI :// Bisa Aja
Lysa celingukan mencari keberadaan Arga. Menemukan kembaran laki-lakinya itu sedang bersama Jena di pinggir koridor sesuai bermain basket, dengan cepat Lysa menghampirinya. "Arga!"
Arga menoleh. Wajah cowok itu pucat. Nafasnya juga kelihatan sudah tidak beraturan. Penyakitnya pasti kambuh lagi. Dengan cepat, Lysa menarik tangannya. Membawa cowok itu pergi dari sana sebelum penyakitnya kumat di hadapan banyak orang.
Sekarang mereka sedang berada di atap sekolah. Arga sedang bernafas ke dalam kantong kertas mengurangi hiperventilasinya. Lysa bantu memijit ujung jempolnya, yang mungkin bisa membantu menetralkan pernapasan Arga.
"Lo benar-benar jadi bucin kayaknya, Ga," cibir Lysa. Sudah tahu kondisi paru-parunya tidak akan bisa kompromi saat bermain basket, masih saja bandel melakukannya.
Dengan pernapasan yang sudah lumayan membaik, Arga menjauhkan perlahan kantong kertas itu dari mulutnya. Menyandarkan kepala pada beton di belakangnya, lali tertawa renyah.
Lysa memandangnya tidak percaya, lantas memukul cowok itu pelan. "Malah ketawa! Orang lagi khawatir juga!"
"Gue nggak apa-apa"
Lysa memonyongkan bibirnya, mencibir cara bicara Arga. "Bacot lo, Ga!"
Arga hanya menatap cewek itu yang tengah mengomeli dirinya. "Tau nggak, bacot itu kepanjangan dari Bad Attitude Control of Tongue. Kata-kata gue biasa aja toh? Jadi gue nggak bacot"
"Ih, kesal gue, dikasih tau malah balik ajarin gue. Mentang-mentang pintar lo"
Arga hanya tergelak pelan. Kembali menetralkan pernapasannya lebih teratur lagi.
Terkadang Lysa merasa cemburu dengan Arga. Cowok itu memiliki otak yang lebih jenius ketimbang dirinya. Arga juga selalu mendapat perhatian lebih dari kedua orangtuanya. Ya, karena dia sakit. Namun meskipun begitu, Lysa tetap merasa simpatik dengan saudara kembarnya itu. Tiap kali Arga merasa sakit, Lysa turut merasa tidak nyaman. Lysa tahu, Arga pun tidak ingin mengalami itu. Arga pun tidak ingin menderita penyakit itu.
Dari Arga, Lysa belajar, harapan untuk mendapatkan kesempurnaan itu tidak akan pernah ada habisnya. Keluhan dan selalu merasa tidak cukup kerap refleks terlontar dari mulut, padahal Tuhan sudah memberikan lebih dari cukup tanpa disadari tiap makhluk hidup.
Harusnya kita belajar menyusuri apa yang sudah Tuhan berikan, dan tidak menyia-nyiakan apalagi merusak pemberiannya. Karena semenyedihkan apa pun masalah hidup kita, percayalah, masih ada orang lain yang jauh lebih menderita dari itu. Dan seharusnya, kita tidak memperburuk keadaan dengan terus mengeluh atas kekurangan yang dimiliki, bukan?
...*****...
"Sa! Gue mau curhat nih! Dengar gue ya!"
Farrel mendelik, yang diajak bicara malah sibuk dengan ponselnya. Senyum-senyum sendiri pula. Dengan jail, Farrel menggelitik telinga cewek itu dengan tangkai daun yang diam-diam dia ambil dari pot depan kelas cewek itu. "Woi, Lysa blackpink!"
Lysa menggeliat geli, lantas mendelik ke arah Farrel sebal. "Farrel, ih! Geli, anying!"
Farrel memeletkan lidah tanpa dosa. "Makanya, orang ngomong jangan dikacangin. Mau kena azab lo?"
Farrel menggerakkan tangannya, mulai berlagak penuh drama "Akibat suka ngacangin orang semasa hidup, jenazahnya nggak pakai kain kafan tapi di tumpukin kulit kacang. Mau lo?"
Lysa tergelak mendengar guyonan receh cowok itu. Menonyor Farrel kemudian. "Kebanyakan nonton FTV lu!"
"Tau nggak, sih, Sa! Gue itu lagi sedih nih. Masa sarung kotak-kotak yang sering gue pakai sholat Jum'at itu hilang gitu aja tanpa kabar?"
Lysa seketika tertawa terbahak-bahak mendengar curahan hati Farrel barusan. terkadang Lysa juga tidak mengerti mengapa dirinya sereceh ini.
"Gue berasa ditinggalin tanpa kabar sama doi. Tau kagak, sih? Kesal nih gue"
Lysa terkekeh, "Lu, sih! Duain si sarung kotak-kotak sama si sarung belang-belang yang mereka Wadiqit itu! Ngambek, deh, mampus. Nggak mau dia dipakai sama lo lagi"
"Etdah... belum juga bikin bolong, udah hilang"
Lysa tertawa sembari menoyor wajah nelangsa Farrel. Cowok itu balas mendorong sudut hidungnya ke atas dengan jari, memamerkan lubang hidungnya untuk Lysa. Lagi tertimpa masalah, malah ditertawakan. Untung teman.
"By the way, gue mau bikin konten baru nih. Bikin konten prank bagus kali, ya?"
Farrel hanya manggut-manggut sekenanya. "Bagus, bagus."
"Prank siapa, ya?"
"Kuntilanak."
Lysa sontak terkekeh, memukul Farrel jengah. "Serius, ih! Ya kali gue prank kuntilanak. Nggak ada akhlak, anjir."
Farrel tertawa tanpa dosa. "Udah syukur dikasih saran. Kalau enggak lu bikin vidio live reaction kuntilanak lagi gentayangan aja. Pasti viral, deh. Atau Lo wawancara gimana tuyul pas ambil duit, atau lo tanyain tips dan trik ngepet yang baik di malam hari. Nah... Cemerlang, kan ide gue?"
"Anjing! Saran lo sesat."
"Sa"
Lysa menoleh pada si pemanggil. Aufa sudah berdiri di depannya. "Kenapa, Fa?"
"Bu Anggi manggil lo tuh! Lo di suruh ke ruangan kesiswaan sekarang."
...*****...
thor mampir juga dong ke ceritaku..