"Dasar brengsek! Kadal burik! Seumur hidup aku gak mau ketemu kamu lagi. Bahkan meskipun kamu mati, aku doain kamu susah menjemput ajal."
"Siapa yang sekarat?" Kanya terhenyak dan menemukan seorang pria di belakangnya. Sebelah tangannya memegang kantung kresek, sebelah lagi memasukan gorengan ke dalam mulutnya.
"Kadal burik," jawab Kanya asal.
"Kadal pake segala di sumpahin, ati- ati nanti kena tulah sumpah sendiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilan
Alan mengikuti taksi yang membawa Kanya dan pria kecil yang dia anggap sebagai putra Kanya itu ke sebuah rumah. Lalu dia kembali memasuki taksi.
"Kemana?" gumamnya pada diri sendiri.
Alan bahkan tak peduli sekretarisnya yang gelisah sebab mereka harus segera pergi ke pertemuan penting yang sengaja mereka hadiri. Namun Alan justru mengikuti seorang wanita dan anak kecil bersamanya.
"Pak-"
"Ikuti lagi!" baru saja akan mengingatkan, Alan kembali meminta supir untuk mengikuti kemana Kanya pergi. Hingga taksi berhenti di sebuah bank swasta, dan Kanya masuk dengan terburu-buru.
"Dia kerja disini?" melihat Kanya yang masuk terburu-buru, Alan menyimpulkan Kanya bekerja di Bank tersebut.
"Kita ke tempat pertemuan." Sekretaris Alan menghela nafasnya lega saat Alan mengingat tujuan mereka untuk datang.
"Maaf, Pak. Kalau boleh tahu siapa wanita tadi?"
Alan terdiam, entah dia harus berkata apa. Yang pasti Kanya adalah perempuan paling berarti untuknya. Mantan? Ya, dia yang mencampakan Kanya tanpa kata yang pasti.
Alan tidak menjawab dan justru melihat ponselnya yang berdering.
Awalnya Alan tak berniat untuk menerima panggilan tersebut, namun lagi- lagi panggilan itu mengganggunya.
"Apa?"
"Apa maksud kamu dengan surat perceraian ini Alan?" itu suara Sonya.
"Sudah lima tahun Sonya. Harusnya kamu melepaskan aku untuk kesalahan yang bukan milikku. Lagi pula selama ini kita juga tidak pernah saling mencintai."
"Itu karena kamu tidak pernah membuka hati."
Alan mendengus. "Kamu tidak berpikir ini sebelum menjebakku untuk menikahi kamu. Hatiku selamanya hanya milik Kanya."
"Alan, kamu tidak bisa melakukan itu. Aku mohon demi Raka? Lagi pula ini sudah lima tahun, kamu yakin Kanya masih mencintai kamu?"
Alan terdiam sesaat lalu berkata, "Harusnya aku bahkan melakukannya sejak dulu, Sonya. Dan untuk perasaan Kanya, itu bukan urusan kamu. Bahkan meski aku harus hidup sendiri. Itu lebih baik." Alan mematikan teleponnya, tak peduli Sonya yang memelas padanya.
Alan menoleh pada sekretarisnya. "Kamu ingin tahu siapa dia, Sam?"
Samuel, sekretaris Alan menelan ludahnya kasar. Bagaimana pun dia baru saja mendengarkan percakapan yang lumayan serius antara Alan dan Istrinya.
"Dia adalah wanita yang aku cintai. Namun terpaksa aku sakiti." Sudah lima tahun. Dan hati Alan masih sama saat melihatnya, cinta. Alan masih sangat mencintainya, bahkan tak pernah sekalipun Alan melupakannya.
Semuel tahu jika sejak dulu hubungan Alan dengan istrinya sangat dingin. Seperti tak memiliki keluarga, Alan bahkan lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor, hingga dalam waktu dua tahun bekerja Alan di angkat menjadi direktur perusahaan. Hingga kini perusahaan yang di pimpin Alan semakin melesat.
Samuel bahkan sampai kagum. Meski Alan bukan keturunan kaya yang akan meneruskan perusahaan keluarga, tapi berkat kemampuannya Alan bisa naik hingga kini menjadi pemimpin perusahaan, meski bukan pemilik, tapi segala keputusan yang akan di ambil, selalu atas persetujuan Alan. Saking kuatnya feeling Alan akan keberhasilan. Hingga direktur utama mereka selalu mencari Alan untuk setiap kerja sama.
Samuel kira pribadi Alan memang dingin dan tak peduli siapapun, namun kini dia tahu jika Alan memiliki cinta. Bukan untuk istrinya yang memang tak dia pedulikan, tapi untuk wanita lain. Lalu kenapa mereka harus terpisah? Dan kenapa Alan harus menikahi istrinya sekarang.
"Aku pernah bilang kamu untuk mencari seseorang, bagaimana hasilnya?"
"Oh, maaf, Pak. Akhir- akhir ini kita sibuk. Aku akan tanyakan setelah pertemuan selesai."
Alan mengangguk. "Aku harap dia bisa menemukannya."
....
Setelah pertemuan dengan kliennya Alan kembali ke tempat kerja Kanya, kali ini tanpa Samuel bahkan supir. Alan menunggu sendiri dan tak melepas tatapannya dari bank tersebut. Hingga Alan melihat satu persatu karyawan keluar dari dalam.
Alan menegakkan tubuhnya saat melihat Kanya keluar dan menuju parkiran, lalu mengendarai sebuah motor. Alan bergegas mengikuti, bahkan saat Kanya melaju kencang, Alan hampir kehilangan jejak.
"Begitu caranya mengdarai? Astaga bagaimana kalau jatuh." Jantung Alan bahkan berdebar cepat, saat melihat Kanya melaju dan menyalip pengendara di depannya. Alan berhenti dimana Kanya meninggalkan anaknya tadi, lalu dia membawanya kembali untuk melanjutkan perjalanannya.
Perkiraannya Kanya menitipkan anaknya saat dia bekerja. Lalu suaminya kerja apa? Kenapa membiarkan Kanya bekerja dan meninggalkan anaknya dengan orang lain? Apa mereka kekurangan uang? Begitu pikirnya.
Alan menghela nafasnya, kenapa dia ingin tahu? Apa karena dia cemburu dan ingin membandingkan bagaimana suami Kanya dengannya?
Alan melipat bibirnya, saat Kanya berhenti di sebuah rumah. "Benar bukan? rumahnya kecil. Pasti kekurangan uang."
Entah kenapa ada rasa senang saat mungkin suami Kanya memang kekurangan uang, dan tak lebih baik darinya. Namun Alan juga merasa miris ketika Kanya hidup dalam kekurangan dan harus bekerja untuk menghidupi keluarga mereka. "Tapi setidaknya, dia beruntung memiliki Kanya." Sementara dia hanya bisa hidup dalam penderitaan dan terjebak dalam pernikahan gila.
Alan menekan ponselnya lalu menghubungi Samuel. "Sam kamu tahu agen perumahan? Aku ingin menyewa di kawasan Jl. Xxx."
Alan mengeryit saat Kanya keluar tanpa anaknya. "Kemana? Dia meninggalkan anaknya sendiri?" Alan keluar dari mobil dan melihat anak laki-laki itu duduk di kursi teras sambil bermain ponsel.
Alan melangkahkan kakinya ke arah anak itu, lalu berdehem, hingga bocah itu mendongak.
"Hai, aku ... tetanggamu, siapa namamu?"
Bocah itu menyipitkan matanya. "Tata, Mama, ndak boleh nomong ma olang ating," ucapnya dengan aksen cadel, namun Alan mengerti apa yang anak itu ucapkan.
Alan menunjuk rumah secara asal. "Om, tinggal disana. Jadi om bukan orang asing. Jadi, mama kamu pergi kemana, kok kamu di tinggal sendiri?"
Bocah itu mengeryit, dan Alan terkekeh canggung. "Oke, maaf. Om lupa. Nama kamu siapa?
"Dinan."
"Dinan?"
"Di- nan." Anak itu nampak kesal, itu artinya Alan salah.
Alan menipiskan bibirnya, lalu berpikir.
Dinan, Dinan, ... Dilan?
"Dilan?" Dan bocah itu mengangguk.
Alan menghela nafasnya.
"Dilan 2025?"
semangat..
semangat..💪
alan sj blm cerai kasian kanya bs di blng pelakor wlu pernikahan alan tnpa cinta.
bisa laku tinggi, gk lama lg kan idul adha/Silent/
wlu sekrng kanya tau tetap aja kanya dpt bekas alias duda apalagi blm resmi cerai lg sm sonya.
bikin greget si alan ini,makan tuh rs kasihanmu